Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Bahasa dan Kebudayaan masyarakat turut menjadi perhatian, membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Senja di Pesisir Oahu

19 Desember 2022   16:15 Diperbarui: 19 Desember 2022   17:00 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolase foto dengan Canva, dokpri; Roni Bani

Pada perjalanan ini saya tidak pernah melepas selendang khas kampung; saya selalu melilitkan selendang itu di leher bahkan ketika tampil menyajikan materi, saya mengenakan pakaian tradisional khas Timor Amarasi minus destar. (foto sudah saya tempatkan ada edisi ketiga tulisan ini)

"Kemiskinan" di sekitar pesisir pantai Oahu. Saya terkejut ketika kami seharian mengitari pulau Oahu. Saat senggang ketika seluruh kegiatan seminar-seminar dalam konferensi itu berakhir, kami berkeliling pulau Oahu. Kami menyaksikan para peselancar bermain dengan papan selancar pada gelombang laut yang sangat beresiko. 

Di pantai itu ada tanda merah, artinya tidak semua orang secara suka-suka masuk untuk ikut dalam olahraga yang membahayakan itu. Para peselancar harus mendaftarkan diri untuk mendapatkan brifing dan hal-hal lain yang berhubungan dengan keselamatan, barulah mereka boleh masuk ke pantai dengan ombak/gelombang yang sangat menantang.

Kami melanjutkan perjalanan di sepanjang pesisir pulau Oahu, dengan pemandangan yang menarik. Lalu di satu tempat kami menyaksikan mobil-mobil diparkirkan di pinggir jalan. Ada rumah-rumah penduduk bagai gubuk teraliri listrik. Saya kaget lalu bertanya, "Rumah-rumah apa ini? Mereka seperti kaum miskin kota?"

Bapak Grimes yang menjadi pengemudi pun membenarkan. Para kaum miskin di kota tinggal di pinggir kota dengan cara seperti itu. Mereka memilih hal yang demikian sebagai hak, padahal pemerintah menyediakan rumah untuk mereka. Rumah yang dapat menampung kaum miskin kota. Saya bertanya lagi, "Mobil-mobil yang terparkir di pinggir jalan ini, milik siapa?" 

Bapak Grimes menjawa, "Milik masyarakat kaum miskin ini. Mereka punya mobil untuk kelancaran kerja mereka. Mereka kerja serabutan, pemerintah menjamin kehidupan mereka dengan sejumlah anggaran minimal yang dapat diambil dua mingguan."

Saya lantas membatin, "Aneh, orang miskin punya mobil!?"

Kami lantas melihat-lihat area sekitar, lalu duduk di bibir pantai menyaksikan saat senja tiba. Saat matahari akan terbenam. Suatu pemandangan yang sangat lazim ditunggu-tunggu oleh banyak kalangan yang suka menenangkan batin pada senja di pantai.

...

Hari Minggu kedua kami di sana. Pilihan beribadah kami yakni First Presbyterian Chruch of Honolulu at Ko'olau. Menurut cerita, gedung gereja ini semula merupakan satu perusahaan besar pengolahan kopi. Pada suatu ketika perusahaan ini ditutup dan bangunannya dijual. Umat/Jemaat Presbiterian di Honolulu bersepakat membeli seluruh aset perusahaan ini. Gedung yang semula untuk kegiatan administrasi dan segala hal yang berhubungan dengan perusahaan, diubah fungsinya menjadi tempat ibadah dan hal-hal kegiatan rohani dan praktik hubungan sosial setiap minggunya.

Praktik hubungan sosial yang dimaksudkan yakni, setiap minggu sesudah ibadah/misa para anggota dapat bertemu pada kafe-kafe yang ada di dalam bangunan megah ini. Kafe menyediakan minuman tanpa alkohol, makanan dan lain-lainnya. Semua dijual untuk kepentinan pengembangan umat/jemaat, dan mensponsori kegiatan di luar seperti mendukung kegiatan compassion international.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun