Setiap orang yang sudah pernah menikmati dan memiliki pengetahuan dan ketrampilan dasar membaca dan menulis, tentu rindu memiliki kemampuan lanjutan sesudahnya. Kemampuan lanjutan itu antara lain berbicara dan membaca dengan intonasi tertentu, serta menulis dengan gaya dan genre tertentu pula. Ketrampilan dasar membaca dan menulis akan stagnan hanya pada kemampuan membaca dan menulis apa yang wajib ditulis karena tuntutan tugas dan fungsi tertentu yang disandang. Sementara untuk berbicara dan menulis lanjutan yang bernas dan terpatri bagai prasasti dibutuhkan kemauan yang kuat, minat baca dan belajar menulis yang terus menerus, kesediaan untuk dikritisi, dan hal lainnya yang sifatnya menempa diri seseorang bila hendak menjadi penulis.Â
Apakah Anda termasuk di dalamnya? Saya di sini menulis dengan harapan saya pun tergolong ke dalam kelompok orang yang kiranya menempatkan diri pada hari ini dan masa depan, dengan melegasikan tulisan (dan bila mungkin sebaiknya dalam bentuk buku. haha..)
Sejak mengenal dan menekuni dunia kepenulisan pada tahun 2010, saya memulainya dengan menata kemampuan membaca. Kemampuan membaca merupakan sisi sebelahnya dari kemampuan menulis. Seseorang yang rindu menata kata dalam rangkaian frasa dan paragraf, dengan diksi yang baik, kiranya mesti memiliki perbendaharaan kosa kata yang cukup. Kecukupan itulah yang akan memberi ruang untuk menentukan mundur-stagnan-maju dari dunia kepenulisan.
Mengenal sahabat penulis untuk saling memotivasi menjadi suatu hal yang turut menjadi spirit membangun rasa percaya diri pada dunia yang satu ini. Para sahabat penulis akan memberi saran atau kritikan hingga memuji tulisan. Sementara itu ada pula sahabat penulis yang mengajak untuk bergabung dalam lokakarya/workshop dunia kepenulisan.
Lokakarya/workshop dunia kepenulisan bukan pada pengetahuan dan ketrampilan pada menulis lambang  bunyi belaka. Hal ini sudah menjadi ilmu pengetahuan yang sifatnya praktis, mudah diikuti bila memiliki kemampuan dasar membaca, dan kemauan menulis.
Beberapa cara mendorong penulis untuk menulis memberikan tantangan menulis pada satuan waktu tertentu atau misalnya dengan lomba menulis dalam rangka suatu momentum.Â
Saya sebagai penulis yang terus belajar, pernah saya menantang diri sendiri untuk menulis setiap senja tiba. Tantangan itu berdurasi 30 hari. Mampukah saya? Ternyata tidak. Inspirasi dalam durasi 30 hari itu mudah-sukar didapatkan. Mengapa? Hal ini terjadi karena kesibukan tugas dan atau hal lain yang merintangi ketika senja tiba, namun demikian hal ini menjadi satu titik berangkat pada diri sendiri tentang dunia kepenulisan.
Saya pernah bergabung dalam beberapa grup WhatsApp dalam rangka mengumpulan artikel-artikel untuk dibukukan (antologi). Dalam hal yang demikian tugas Kurator dan Editor untuk mengoreksi (sunting) naskah. Para penulis baru akan mengetahui kekeliruan diksi dan redaksi setelah buku terbit.
Saya jarang mengikuti tantangan menulis, sebagaimana yang dilaksanakan oleh pak Wijaya Kusumah (rekan-rekan penulis menyebut namanya, Om Jay, Docjay). Dalam November 2022 ini saya mencoba menjadi bagian dari tantangan ini. Satu hari satu tulisan. Ternyata, dalam sehari antara tanggal 1 November sampai dengan saat saya menulis artikel sederhana ini (19/11/22), saya sudah menulis lebih dari 19 artikel (izinkan saya menyebut puisi sebagai satu artikel). Padahal, tantangan yang dibuat oleh pak Wijaya Kusumah, satu hari satu tulisan.Â
Rasanya saya bersemangat dari pemberi tantangan. hahaha... maka lahirlah sejumlah tulisan yang olehnya menjadi motivasi untuk terus menulis. Membaca di sisi sebelahnya pun tak ketinggalan. Materi yang dibaca yakni tulisan dari rekan-rekan penulis yang tergabung dalam WhatsApp Group dan mengirim tulisan. Ada lebih dari 200 orang tergabung dalam WAG itu. Saya membayangkan jika 200 orang itu menulis satu artikel saja atau satu puisi saja, maka ada 200 artikel/puisi yang dikirim setiap harinya. Semua itu membutuhkan waktu untuk dibaca. Mampukah saya?