bersama cumbu dan gigitan hawa dingin malam
Pemulung Aksara melongok pada serpihan
kabar terburai di pelataran aksi kaum penjejer alfabet
sambil meremas jemari untuk bersua hangat
ia menemukan antrian aksara bagai di loket
memohon jemari penari segera urgen prioritas
Pemulung Aksara menggigit bibir
manakala bintang merajuk sikut pada siku
dan belalang sembah tak rela menyembah
di sela tawon mengisap manisnya keceriaan
lalu layar berganti pariwara pengalih warta
agar sejenak darah tak berdesir meramu kata
menanti masa kejujuran dan ketulusan.
Hawa malam mencumbu Pemulung Aksara
dingin tak dapat memberi batas ruang
agar gemintang terang cerlang gemilang
dan sang gerhana bulan yang sudah pergi
menyisakan cerita pada kaum telat kabar
sesal tak cukup sesak pun tak kurang
kiranya masih ada asa gerhana bulan tiba.
Koro'oto, 9 November 2022
*ditulis malam ini saat menonton televisi, sambil membuka-buka bacaan dari info media daring;
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H