Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Suka membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa. Menulis puisi sebisanya

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Sang Kelam Berkalam Syahdu

29 Oktober 2022   20:23 Diperbarui: 29 Oktober 2022   20:48 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Hancurnya atap gedung sekolah akibat terpaan Badai Seroja; foto: Maks Aha


Sang Kelam Berkalam Syahdu

Bila mengenang masa berlalu,
aku duduk di sini
menghadap arah mata angin sebelah timur,
agar dapat bersua dengan Sang Fajar.
Lalu kutanyakan padanya,
mengapa kau kirimkan badai bernama Seroja?
Sang Fajar tersenyum, makin melebarkan senyumannya.
Lalu pancaran mata berbinarnya mengantar kehangatan
hingga bara kepanasan tanpa jawaban
mengapa badai Seroja tiba pada suatu masa yang telah berlalu.

Aku berbalik ke arah barat,
kutemui Surya mengirimkan warna keemasan
tanpa kecemasan walau gelap malam merayapi rasa dan raga.
Kutanyakan padanya,
mengapa engkau mengirimkan badai bernama Seroja?
Ia tidak menunjukkan tanda-tanda hendak memberikan jawaban.
Perlahan-lahan ia tenggelamkan dirinya tanpa meninggalkan jejak bertanda,
tibalah malam, di sana rasa rindu pada rembulan dirintangi gemintang berkedip.

 

Kini...
Aku duduk lagi menerabas waktu. Ia membisu.
Aku merasakan Sang Bayu mendayu poriku.
Aku bertanya padanya, mengapa kau mengirimkan badai Seroja?
Ia terbahak-bahak tanpa pandahuluan senyuman
Akulah yang mengawali dan mengakhiri.
Akulah yang meninabobokan dengan rayuan elusan sepoiku,
manakala kau terlelap, kau memimpikan kecemerlangan
Akulah yang mengantarkan gemawan pembawa embun
hingga berjuta-juta titik jernih membasahi permukaan mayapada.
Pada saat seperti itu segala kaum berjingkrak menyaksikan hijau
dan rimbunnya pepohonan dan tanaman pemberi nutrisi kehidupan
Bila aku merasa mesti mengaum, aku melebihi auman singa.
Itulah sebabnya kau menyebutkan namaku, Seroja.

Aku sadari bahwa kehancuran telah terjadi,
Kekesalan telah memenuhi singgasana hati dan benak
Bentangan kesedihan tiada segera berakhir,

Namun...
Aku berbaik hati padamu, aku tidak selalu datang.
Mungkin aku datang lagi dengan nama baptis baru.
Mungkin namaku bukan lagi Seroja,
Satu kepastian, dapatkah kau nyatakan rasa syukur tanpa diriku?
Aku mengantarkan oksigen pemberi kehangatan pada organ dan sel

Kujedah refleksiku.
Seroja menghancurkan
Seroja mencemaskan
Seroja menggemaskan
Seroja merusak tatanan baku
Ya...
Kini...
Kualihkan pandang ke masa depan
Seroja menjembatani kaum margin dengan kaum elite
Seroja menghantar keperkasaan merunduk pada kepatuhan

 

Selamat ulang tahun Badai Seroja

*Ditulis pada 5 April 2022 untuk memenuhi permintaan seorang rekan guru. Atap gedung sekolah dimana mereka bertugas dibongkar Seroja. Hingga setahun berlalu belum ada tanda-tanda perhatian dari yang berkewenangan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun