Libur selama tiga hari, mungkin ada yang mewujudkan impian untuk berlibur ke suatu tempat bersama keluarga. Di sana semua anggota keluarga menikmati pemandangan alam yang indah. Mungkin ada sungai dengan kolamnya, air jernih dengan hewan air yang serasa mudah ditangkap. Lalu, bersama-sama membuat api untuk membakar udang hasil tangkapan. Mengunyah udang bakar, sungguh nikmat.
Ada pula yang memilih tempat peristirahatan di desa. Kembali ke kampung halaman, menjenguk sanak-saudara, kerabat dan sahabat yang lama ditinggalkan. Lama tinggal di kota dengan kesibukan tugas, berkeluarga di sana dan memilih untuk menetap di kota. Anak-anak lahir di kota dengan menggunakan bahasa ibu yang khas masyarakat perkotaan. Ketika hari libur tiba lantas berkunjung ke kampung halaman, para tetua berbahasa ibu yang berbeda dengan bahasa ibu yang diketahui anak-anak. Mereka bingung, ayah mereka dengan mudah bercakap-cakap dan bercanda dengan orang-orang yang ditemui. Anak-anak di kampung berdiri di kejauhan bertelanjang dada. Melihat mereka seperti itu, anak-anak kota terkejut. Kotor dan jorok. Kira-kira demikian anak-anak kota membatin.
Pemandangan desa yang asri demikian adanya, walau pada zaman ini sudah banyak desa telah tak lagi mengisolir diri. Mereka menerima perubahan yang terjadi secara perlahan. Evolusi budaya terjadi ketika isolasi masyarakat pedesaan dibuka. Kemurnian nilai yang hidup di dalam masyarakat pedesaan bergeser.
Ada pula yang memilih untuk berekreasi dengan pendekatan berkemah. Ya. Suatu pendekatan yang normal saja sebagai gaya hidup kaum muda perkotaan. Pilihan berkemah ke bukit tertentu dengan panorama alam yang indah di pagi dan sore hari. Suasana malam dengan api unggun menghangatkan badan sambil jemari menjentikkan senar guitar, bibir-bibir melantunkan lagu yang khas kaum muda.
Pada malam yang demikian itu, bila berbaring lalu mengarahkan pandangan ke langit, terlihat teramat sangat luasnya. Jejeran bintang di sana berkedip menjadikan suasana perkemahan menjadi semakin indah. Refleksi dan inspirasi dapat terjadi pada suasana yang demikian itu, hati dan emosi pun ditata agar menjadi stabil.
Akh...
Masih banyak pilihan tempat untuk berlibur. Bila masyarakat perkotaan memilih untuk berbalik ke kampung atau alam terbuka, dapat saja masyarakat pedesaan memilih ke kota. Di sana mereka akan mengagumi kemajuan masyarakat perkotaan. Pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, gedung bertingkat, kendaraan bermotor yang lalu-lalang dan kesibukan di area perekonomian.
Masyarakat pedesaan yang sering ke kota mungkin saja akan menganggap hal-hal yang demikian itu sebagai sesuatu yang lumrah, biasa saja karena demikian adanya kota. Sementara yang datang pertama kalinya ke kota akan termangu.
Anda kemana dalam tiga hari berlibur?
Umi Nii Baki-Koro'oto, 30 Januari 2025