Paling kurang ada dua catatan menarik selama berada di Oe-Cusse RDTL,
- Bahasa. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat di sana variatif, bergantung dengan siapa komunikasi itu dibangun. Bila percakapan resmi mereka menggunakan Bahasa Portugis; bila informal maka mereka dapat menggunakan Bahasa Tetun, atau Baikeno' atau Bahasa Indonesia. Sesekali bila diperlukan maka mereka menggunakan Bahasa Inggris. Dalam satu percakapan dengan seorang pemilik toko, ia menyampaikan bahwa mereka harus mampu menguasai beberapa bahasa di wilayah itu karena ada ragam orang di sana. Mereka yang datang dari luar Oe-cusse bisa saja dari Timor Barat yang masih memelihara Bahasa Baikeno', atau juga menggunakan Bahasa Indonesia. Bila sesama warga Timor Leste tetapi bukan dari Oe-Cusse maka dipastikan akan menggunakan Bahasa Tetun atau Bahasa Portugis. Bila pendatang dari luar negeri misalnya dari Australia, tentulah mereka harus menggunakan Bahasa Inggris Australia.
- Ketertiban. Point ini terdiri dari tertib menghormati bendera pada saat digerek naik atau digerek turun. Pejalan kaki, pedagang kaki lima, pengguna jalan wajib memberi penghormatan kepada bendera. Berikutnya soal tertib lalu lintas. Kota Oe-Cusse tidak dipasangi traffic light, tetapi pengguna jalan begitu tertibnya. Terakhir tertib kebersihan, kota bersih karena kesadaran masyarakatnya untuk tidak membuang sampah, bahkan pesisir pantai pun amat bersih.
Demikian sepenggal catatan ingatan ketika berada di Oe-Cusse Timor Leste.
Umi Nii Baki-Koro'oto, 1 Desember 2024
Heronimus Bani ~ Pemulung Aksara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!