Perkawinan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, baik secara individu maupun dalam konteks sosial. Melalui perkawinan yang sah, hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur dengan cara yang terhormat, sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk yang memiliki kehormatan dan martabat. Dengan adanya perkawinan yang sah, diharapkan terbentuk sebuah rumah tangga yang harmonis, penuh kasih sayang, serta dilandasi rasa tanggung jawab antara suami dan istri.
Untuk mencapai tujuan tersebut, pasangan suami istri wajib menjalankan hak dan kewajiban masing-masing. Salah satu penyebab kegagalan dalam rumah tangga adalah ketika hak dan kewajiban tersebut tidak terpenuhi. Contoh yang sering terjadi adalah masalah ekonomi, di mana suami gagal memenuhi kewajibannya memberikan nafkah kepada istri, yang pada akhirnya dapat memicu perselisihan hingga berujung pada perceraian di pengadilan.
Ekonomi memang menjadi kebutuhan pokok, terutama untuk memenuhi kebutuhan primer keluarga. Meskipun mencari nafkah merupakan tugas utama suami, istri juga diperbolehkan membantu menambah pemasukan keluarga, tergantung pada kesepakatan bersama. Namun, jika salah satu pihak tidak mampu memenuhi kebutuhan ekonomi, timbul pertanyaan: apakah hubungan tersebut masih layak dipertahankan? Jawabannya ada 2, yaitu berdiskusi atau berpisah.
Berpisah atau berdiskusi?
Tidak semua pasangan memilih berpisah ketika menghadapi masalah ekonomi. Sebagian pasangan memilih mengakhiri perkawinan, sementara sebagian lainnya berusaha melanjutkan hubungan dengan harapan kondisi ekonomi akan membaik di masa depan. Menurut sebagian orang, hubungan yang dilandasi cinta, bukan materi, seharusnya tidak mudah goyah hanya karena masalah ekonomi.
Lantas, mana yang lebih tepat, berpisah atau melanjutkan? Pertanyaan ini kerap menjadi dilema bagi pasangan suami istri. Padahal, baik dalam aturan negara maupun agama, suami dan istri dianjurkan untuk berdiskusi guna mencari solusi terbaik. Namun, masalah sering muncul ketika salah satu pihak enggan berdiskusi atau ketika keduanya tidak menemukan titik temu. Dalam situasi seperti ini, pengadilan agama hadir sebagai pihak ketiga yang bertugas menengahi dan memberikan solusi.
Keputusan untuk berpisah tidak dilarang oleh agama maupun negara. Jika kondisi dalam rumah tangga sudah tidak memungkinkan untuk dilanjutkan, perceraian dapat menjadi jalan keluar yang baik, karena ada kalanya berpisah justru membawa kebaikan bagi kedua pihak. Dalam Islam, prinsip yang diutamakan adalah mengambil jalan yang terbaik dan menghindari kemudaratan. Sebagaimana pendapat Imam Al-Ghazali, perceraian lebih baik jika bertujuan untuk menghilangkan kemudaratan (daf'ul arari) yang dapat merugikan salah satu atau kedua belah pihak. Alasan utama diperbolehkannya perceraian adalah demi menjaga kemaslahatan keluarga serta menghindari kerugian yang lebih besar.
Sebaliknya, pasangan yang memilih melanjutkan perkawinannya memiliki peluang untuk meraih masa depan yang lebih baik, meskipun hal itu juga bergantung pada upaya dan komitmen kedua belah pihak. Jika keduanya ikhlas dan berusaha saling mendukung, keputusan untuk bertahan justru akan memperkuat hubungan mereka. Hal ini sesuai dengan kehendak Tuhan Yang Maha Pengasih, karena dalam ajaran agama, perceraian adalah hal yang paling dibenci meski diperbolehkan.
Kesimpulan
keputusan untuk berpisah atau bertahan kembali pada pasangan masing-masing. Setiap pilihan memiliki hikmahnya sendiri. Apa pun yang terjadi harus diterima dengan lapang dada dan rasa syukur. Oleh karena itu, penting bagi pasangan suami istri untuk mempertimbangkan segala hal dengan matang sebelum mengambil keputusan besar dalam hidup mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H