Mohon tunggu...
Herulono Murtopo
Herulono Murtopo Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Sapere Aude

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wanita Menjajah Pria.... Itulah Faktanya

26 Agustus 2014   18:46 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:30 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Usia harapan hidup wanita 7 tahun lebih panjang dari laki-laki. Lelaki harus setor uang gajian kepada istrinya. Tempat shopping berbau feminis lebih banyak daripada yang berbau maskulin dan lebih ramai. Wanita mentraktir pria adalah hal yang tabu, kenapa? Kalau ada wanita menampar lelaki di depan umum, pasti orang yang melihat akan menebak lelakinya yang salah. Sebaliknya, kalau lelaki menampar perempuan, pasti dikatakan kejam? Tanpa disadari, sebenarnya hal-hal tersebut merupakan sebentuk penjajahan wanita pada kaum lelaki.

Hehehe.... kaum wanita, jangan sinis dulu. Kenyataannya memang begitu kan? Meskipun belum tentu juga. Artinya mungkin saja rumusnya tak begitu. Banyak wanita yang menjadi TKW dan di'perbudak' di negeri asing untuk keluarganya. Jadi ga benar tuh kalau seluruhnya begitu. Namun, dalam catatan Warren Farrel PHD, meskipun fenomena itu banyak, namun sebenarnya lelaki yang menjadikan dirinya budak di tempat kerja jauh lebih banyak dari pada wanita.

Dalam bukunya The Myth of Male Power, dia menulis begini: sepanjang sejarah, suami menghabiskan hari-harinya di bawah pengawasan bosnya yaitu sebagai sumber pendapatannya. Sementara istri tidak menghabiskan hari-harinya di bawah pengawasan suaminya yang merupakan sumber pendapatannya.

Malang bener yak, lelaki semacam ini. Di kantor atau di tempat kerja dikontrol bosnya, di rumah dikontrol istrinya.

Secara budaya juga ada sesuatu yang menarik. Tempat-tempat shopping yang berbau cewek, jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang berbau cowok. Yang berbau cowok ada juga sih seperti bengkel mobil dan motor, tapi datang saja ke mall, mana yang lebih banyak? pernak-pernik wanita. Dari pakaian dalam, sepatu, sampai warna-warni perhiasan. Anehnya, ramai. Apa yang mereka belanjakan? uang sendiri, mungkin. Untuk yang bekerja. Yang tidak bekerja, minta mamanya? sudah menjadi rahasia umum, kalau anak minta uang ya ke papanya. Istri minta uang ya ke suaminya. Jadi ya maklum saja kalau kemudian lelaki ga sempat shopping. Sekalinya shopping bisa diomelin. Hahaha... kalau lelaki ngomel karena istrinya shopping? dibilang pelit.

Dan ini sudah dipersiapkan sejak pacaran. Wanita mana pantas menraktir pria. Hehehe.... Lelaki, dibungkus dengan gengsi dan harga diri, punya kewajiban untuk membelanjakan uangnya demi orang yang dicintainya.

Apakah ini pantas disebut penjajahan? Ya, mungkin saja. Bandingkan saja dengan Belanda yang menjajah Indonesia, mereka mengeruk kekayaan Indonesia dengan cara-cara kekerasan politis. Bawa tentara dan senjata. Kalau menolak, singkirkan. Menjajah berarti mengontrol secara total di hampir semua sendi kehidupan sehingga pihak terjajah tidak lagi merasa kalau dirinya dijajah. Bagaimana dengan relasi pria dan wanita? Kalau meminjam bahasanya Pierre Bourdiou, ada suatu kekerasan simbolik. Omelan, marah-marah, tangisan, itu kekuatan wanita yang sering digunakan sebagai kekuatan simbolik yang jauh lebih kuat daripada lelaki. Kalau lelaki menggunakan kekuatan fisiknya, dia mendapat kecaman dari para feminis. Tapi kalau wanita mengguakan softpowernya, itu dianggap kecerdasan. Kekerasan simbolik itu dia gunakan untuk mendapatkan yang dia inginkan, perhatian dan kasih sayang. Uang adalah bagian dari perhatian itu. Ga punya uang ya berarti ga bisa lagi memperhatikan.

yang lebih ekstrim ada ungkapan ada uang abang kusayang, tak ada uang abang kutendang....

Padahal, kalau cowok kerja terus cari uang, ceweknya merasa tidak diperhatikan. Padahal dengan bekerja itu dia sebenarnya ingin memperhatikan supaya bisa memenuhi harapan sang wanita.

Percaya saja bahwa di balik lelaki hebat, senantiasa ada wanita hebat di belakangnya. Memang ada yang memaknai, berarti ibunya yang bisa menjadi motivasi kehidupannya. Istrinya yang senantiasa di sampingnya. Seperti Soeharto yang senantiasa didampingi ibu Tien. Di balik kehebatan Soeharto, ada ibu Tien yang memotivasinya. Betul. Saya setuju. Ibu Tien lahir dari kalangan ningrat keraton Solo. Sementara Soeharto tidak berdarah ningrat. Di balik kebijakan-kebijakan besar Soeharto yang seorang militer, konon ada di bawah bayang-bayang sang Istri. Maka kemudian dikenallah The Teen Project, karena 10% dari proyek pembangunan di negri ini, 10 persen untuk keluarga Cendana. Jadi siapa sebenarnya yang berkuasa? Mereka berdua? bersama-sama?

Themisthocles berkata, "saya memerintah negara Athena, istri sayalah yang mengatur saya...."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun