Mohon tunggu...
Herulono Murtopo
Herulono Murtopo Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Sapere Aude

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tubuh sebagai Komoditas

15 Desember 2014   18:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:16 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sadar tidak sadar, wanita sering menjajakan tubuhnya sebagai komoditas. Lewat tampilan iklan yang hanya mengandalkan tampang dan tubuhnya, juga dalam dunia kerja, banyak yang asal berpenampilan menarik. Perempuan dan tubuhnya tampil untuk menonjolkan kenikmatan minuman, kelincahan dan keanggunan mobil, kemewahan sebuah berlian, kejantanan, dan sebagainya. Bagi para praktisi periklanan, keberadaan perempuan dalam iklan adalah sesuatu yang tak terhindarkan.

Di dalam tubuh sebagai komoditas semacam ini, manusia kemudian didegradasi tak lebih sebagai objek belaka. Mereka dinilai sebagai objek yang distandardisasikan. Seseorang yang menyeleksi calon model akan menilai benar-benar pertama-tama dari tubuhnya. Masalah ketrampilan dan keluwesan bisa dilatih dan dimanipulasi. Lalu, setiap bagian tubuhnya dinilai, bisa dengan angka-angka dari 0-100. Dari ujung kepala sampai ujung kaki, benar-benar fisically, tanpa jiwa.

Dasar penilaiannya apa? ya standard tubuh yang bagus. Standardnya apa? Iklan. Acuannya? barbie. Ya itu sih kasarannya. Barbie adalah ideal tubuh wanita yang sesungguhnya tidak ideal. Dengan bokong dan dada yang tebel, diharapkan tetap bisa menempel pada tubuh yang kurus dan ramping. Meskipun sulit harus dibisa-bisakan. Iklanpun laris manis untuk membentuk tubuh yang sesuai dengan standard kecantikan. Setiap saat objek-objek tubuh diukur. Berapa perkembangan dan penyusutannya. Ada produsen standardisasi tubuh perempuan yang bagus. Dari hal-hal yang kecil-kecil mulai dari ukuran alias besar kecilnya, bentuk, warna, bahkan baunya sekalipun distandardisasi. Lalu tubuh dikomoditaskan dalam iklan untuk mendikte masyarakat, tubuh yang seksi, payudara yang besar, pinggang yang ramping, tinggi badan semampai, aroma tubuh yang menggoda, kalau perlu kelembabannya juga diatur.

Tubuhpun dipuja di altar-altar aerobik, menyantap vitamin C, operasi plastik, facial dll. Bukan masalah kesehatannya yang penting, tapi secara estetis sudah sesuai standard belum yang mau dicapai. Dalam dunia industri, tubuh adalah modal utama baik untuk lelaki maupun untuk perempuan. Tentu saja banyak yang tidak demikian, apalagi di era yang semakin kritis ini. Di Indonesia.

Sayangnya itulah yang kelihatan. Coba perhatikan bagaimana persaingan-persaingan dalam dunia industri hiburan! Banyak bukan yang hanya sekedar mengandalkan sensasi doang? di balik yang tampak jauh lebih banyak.

Maka yang terjadi sekarang adalah orang takut menjadi tua. Kalau dulu, tua itu nanti akan menjadi tetua, orang yang dianggap bijaksana dan berpengalaman karena sudah banyak makan asam garam dunia, sekarang tua dianggap tidak produktif. Mendekati tua bukan berarti menjadi makin dewasa tapi menjadi semakin tidak berarti. Tidak banyak public figur kita apalagi artis, yang bisa menikmati masa ketika hidup dinilai bukan hanya dari tubuhnya.

Faktanya, standardisasi semacam itu kemudian juga bermuatan rasial. Iklan kosmetik yang konon pabrikan nasional secara ironis menampilkan wanita yang tidak asli Indonesia sebagai iklan. Lalu, lahir sebagai orang Jawa tulen, sunda tulen, flores tulen dan papua tulen itu adalah siksaan kodrat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun