Mohon tunggu...
Herulono Murtopo
Herulono Murtopo Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Sapere Aude

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pengaruh Politik pada Kuliner

30 Januari 2015   03:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:07 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_393932" align="aligncenter" width="624" caption="Menu khas Cirebon. (KONTAN/Carolus Agus Waluyo)"][/caption]

Beneran ada, serius! Politik masa lalu ternyata sangat berpengaruh pada kuliner. Hal itu kurang lebih bisa menjawab, kenapa daerah Jogja Solo makanannya manis, orang Manado bisa makan apa saja, orang Aceh masakannya sangat kaya rempah, orang Minang banyak masakan dengan menggunakan santan, maupun orang Ambon yang kaya rempah justru masakannya tidak banyak rempah.

Nah khusus yang terakhir itu logikanya begini, ibaratnya orang Jakarta malah jarang pergi ke Monas atau orang Jogja jarang mengunjungi atau malah banyak yang belum pernah, mengunjungi Gembiraloka. Bagi penduduk setempat, hal yang bagi masyarakat lain sangat berharga itu, bagi mereka biasa saja. Rupanya, rempah-rempah juga bagi masyarakat Maluku itu biasa saja. Tidak terlalu istimewa. Makanya, makanan mereka juga tidak terlalu banyak rempah. Apalagi, di kemudian hari ternyata orang-orang pendatang menganggap bahwa rempah-rempah sangat berharga dan bermanfaat menghangatkan badan. Harga rempah-rempah bisa sangat mahal, jauh lebih mahal dari emas. Okelah kalau begitu, mending rempahnya yang mahal dijual sedangkan orang Maluku sendiri memanfaatkan bahan lain yang kurang lebihnya tidak terlalu mahal. Jadilah di sana kebanyakan kuliner berbahan dasar sagu dan ikan. Kecuali Ikan kuah pala yang justru baru muncul kemudian, masakan khas Maluku tidak banyak menggunakan rempah, seperti Papeda, nasi lapola yang diberi kacang merah, kasbi rebus, sambal colo-colo, dll.

14225361661615612828
14225361661615612828
masakan khas ambon, tak banyak rempah. gambar dari klikhotel.com

Pada masa penjajahan, produksi rempah di wilayah ini besar-besaran. Namun, sumber daya yang sangat melimpah ini tidak bisa serta-merta dinikmati oleh warga setempat. Apalagi untuk orang Eropa, tanaman dan hasil produksinya dijaga sedemikian ketat. Lalu, dengan runtuhnya harga rempah-rempah di pasaran internasional bersamaan dengan redupnya politik imperialisme di berbagai belahan dunia, tanaman ini pun tidak lagi menjadi favorit masyarakat Maluku.

Masih berkenaan dengan penjajahan, di Jawa juga ada politik tanam paksa, khususnya di wilayah Jawa tengah dan Jawa Timur bagian barat. Tanaman yang dipaksakan adalah tebu untuk produksi gula. Dengan banyaknya gula yang berkelimpahan di wilayah ini, Jogja dan Solo yang termasuk Madiun, rupanya berpengaruh juga pada kulinernya yang manis-manis. Unsur gula diperbanyak. Tidak lengkap rasanya Anda berkunjung ke Jawa dan Jogjakarta kalau belum mencicipi kulinernya yang khas manis ala Jogja dan Solo. Gudegnya, tengklengnya, satenya, juga brongkosnya dan sega pecel.

1422536222906122708
1422536222906122708
kuliner jogja, manis. gambar dari ittacook.wordpress.com

Anda pernah mendengar sega kucing? Nah, konon nasi kecil ini juga punya cerita politik loh. Terutama pada jaman awal-awal reformasi. Banyak mahasiswa yang dipasok makanan sedikit dengan lauk ikan atau tempe kecil. Kadang-kadang juga telur. Para mahasiswa ini kemudian menyenangi dengan kuliner khas Jogja yang harganya terjangkau dengan uang saku mereka. Tidak lengkaplah kemudian kalau Anda ke Jogjakarta dan tidak menikmati nasi kucing warisan khas jaman Reformasi ini.

Aceh sebagai serambi mekah, yang merupakan tempat transit banyak bangsa pada masa perdagangan jalur laut yang sekaligus pintu masuk menuju Indonesia, menjadikan masakan khas wilayah ini justru memiliki banyak sekali rempah-rempah. Suasana politik yang mempertemukan berbagai bangsa dari Timur Tengah, India, China, dan Eropa menjadikan kuliner di wilayah ini khas dengan rempah-rempahnya. Selain itu, tradisi Islam yang kuat di sini menjadikan menu-menu yang bernuansa Timur Tengah sangat dominan. Biasanya ada unsur kambingnya. Yang khas adalah rempah-rempahnya yang sangat banyak. Kuahnya itu loh yang bikin orang ngiler. Unsur politiknya misalnya, ada ungkot kemamah. Ikan kemamah dapat dimasak dengan menggunakan berbagai bahan masakan, seperti santan kelapa, kentang, cabai hijau dan bahan rempahan lainnya. Selama perang Aceh melawan Belanda di hutan belantara, jenis masakan ini sangat terkenal karena sangat mudah dibawa dan dimasak. Bayangkan kalau selama perang harus memasak kambing yang ritualnya di sana (seperti juga di banyak tempat yang lain) agak ribet. Yang Jelas, di Aceh tidak mungkin ditemukan masakan berbahan dasar babi.

Masakan-masakan yang berbahan dasar babi hanya berlaku untuk wilayah-wilayah yang tidak dikuasai oleh kesultanan Islam. Misalnya saja, Bali, Manado, dan Sumatera Barat. Untuk wilayah Bali, karena politiknya berkaitan erat dengan agama Hindu Bali, yang sulit ditemui di sini adalah masakan berbahan dasar sapi. Maklum saja, di dalam agama Hindu baik di Bali maupun di India, sapi haram untuk dijadikan santapan.

Di Batak dan Manado, meskipun sejarahnya berbeda unsur politiknya juga sangat kental berkaitan dengan kuliner. Pada jaman penjajahan, sikap kooperatif berkaitan erat juga dengan penerimaan agama. Sementara di Batak, agama Kristen Protestan diterima oleh suku-suku Batak di sana yang sebelumnya menganut agama suku, di Manado agak berbeda ceritanya. Manado, pada masa penjajahan portugis agama Katolik banyak diterima di sana. Sedangkan, agama Kristen baru masuk kemudian, setelah Belanda datang. Orang-orang Katolik, diharuskan mengikuti agama orang-orang Belanda yang adalah protestan. Hal ini bisa dimaklumi karena bagi orang Belanda, agama berarti keberpihakan. Paling tidak untuk menanggulangi agar orang Manado ini tidak berpihak pada penguasa sebelumnya. Sejarah semacam ini juga terjadi di Ambon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun