Kesan saya selama ini adalah bahwa yang dimaksud dengan kesaktian pancasila adalah bahwa Pancasila sebagai sebuah ideologi berhasil diselamatkan dari kemungkinan ideologi komunis yang diusung oleh PKI. Hal ini nampak misalnya dalam peringatan tanggal 1 Oktober sebagai hari kesaktian Pancasila. Lepas dari argumentasi lainnya yang bisa menjelaskan mengapa hari ini diakui sebagai hari kesaktian Pancasila, namun sejarah menunjukkan bahwa latar belakang peringatan hari kesaktian Pancasila adalah gagalnya kudeta PKI. Kudeta PKI bisa digagalkan dengan adanya operasi militer untuk menumpas PKI sampai ke akar akarnya. Penumpasan ini bukan hanya dilakukan dengan cara pembubaran PKI tapi juga dengan revolusi berdarah di mana akhirnya pihak yang kalah harus dieksekusi tanpa pengadilan. Bukan hanya kepada mereka yang terlibat dalam kudeta tersebut yang kemudian dihukum, tapi juga orang orang yang dianggap masuk dalam organisasi terlarang tersebut. Memang pertanyaannya, apakah kalau orang sekedar masuk partai politik tertentu kemudian layak untuk begitu saja dihakimi sebagai bersalah? Atau katakanlah apakah mereka juga bertanggung jawab atas kudeta itu? Lalu, cara penumpasannya tidak hanya sampai di sana, bahkan diskriminasi juga terjadi kepada anak cucu orang orang yang dianggap 'terlibat' ini. Pertanyaannya, apakah memang Pancasila mengamanatkan demikian sehingga operasi itu merupakan bentuk dan bukti nyata kesaktian Pancasila? Inilah yang mengaburkan makna bahwa Pancasila itu sakti. Jadi seakan akan Pancasila sakti dengan kekuatan dan sikap negara yang militeristik. Banyaknya kasus pelanggaran HAM justru menunjukkan bahwa dalam konsep kesaktian Pancasila itu bertentangan dengan nilai dasar Pancasila itu sendiri hampir seluruh silanya dilanggar di sana seperti Ketuhanan, Kemanusiaan, Keberadaban, Persatuan, demokrasi, dan juga keadilan sosial. Semuanya dilanggar di sana.... lalu Pancasila sakti itu mestinya dimaknai seperti apa? Ya dimaknai bagaimana nilai nilai itu sesungguhnya diterapkan dan dijadikan dasar dalam kehidupan bernegara kita. Sebenarnya saya melihat kesaktian Pancasila itu sebagai mantra politik saja daripada sebagai sebuah ideologi yang sakti. Hal ini misalnya kelihatan mengapa Peringatan Kesaktian Pancasila justru lebih hidup dibandingkan dengan peringatan hari lahirnya Pancasila.
Sebagai nilai Pancasila memang sangat umum dan penerapannya sangat multitafsir. Maka diperlukan semacam kajian untuk kemudian menjadikan Pancasila lebih rasional namun jangan sekedar pengetahuan yang latah semata. Bahwa menolong sesama itu baik, selesai. Tidak ada relativitasnya. Tapi bagaimana yang terjadi kalau menolong orang untuk melakukan yang salah atau dengan cara cara yang salah. Nah, itu juga nilai nilai Pancasila neh. Sebagai nilai baik, tapi dalam usianya sejak Indonesia merdeka sungguhkah sesakti itu Pancasila? Dalam arti tertentu meskipun bagus... namun masih membutuhkan diskusi bagaimana  yang bagus itu kemudian diimplementasikan. Tentu bukan kemudian harus membuat semacam panduan atau manual kalau itu yang terjadi dalam kehidupan bernegara maka justru akan menjadi otoritarian dan ini bertentangan juga dengan Pancasila.
Pancasila sebagai sebuah nilai Pancasila mestinya terinternalisasi dahulu pada masyarakat dan juga manusia Indonesia. Yang dimaksud dengan internalisasi nilai pancasila adalah bahwa nilai nilai itu menjadi milik, milik pribadi menjadi semacam kesadaran moral yang sungguh sungguh membentuk hati nurani seseorang dan kemudian secara metafor ketika sudah banyak yang menginternalisasikan nilai nilai tersebut kemudian nilai itu menjadi atau membentuk hati nurani masyarakat. Mengapa saya katakan metafor, karena hati nurani itu sifatnya sangat personal dan tidak ada hati nurani yang bersifat komunal. Untuk sampai kepada proses internalisasi, maka kesadaran, refleksi, dan juga pembiasaan perlu dilakukan. Maka, kalau sudah dibuat panduannya hal hal tersebut sudah terlewatkan dan Pancasila sebagai jiwa bangsa sesungguhnya semu semata.
Untuk sampai pada kesadaran juga refleksi maka ruang ruang diskusi diberikan, termasuk di dalamnya kritik yang objektif juga mendapatkan tempat terutama bagaimana Pancasila ini ditafsirkan dan diimplementasikan. Artinya, diberi juga kesempatan bernalar, berfikir dan bukan sekedar doktrin yang mendogma seseorang. Memang kemudian yang terjadi atau tantangannya kan pola pendidikan kita sudah 'mengharamkan' untuk berfikir kritis. Kita lebih condong dengan pola pola agama yang melihat kebaikan itu pada sistem kepatuhan seseorang. Kalau ada anak yang patuh yang taat selalu mengerjakan soal dengan baik, dianggap baiklah anak itu. Tapi kalau ada anak yang membangkang, mendebat dikatakan banyak alasan maka dianggap anak yang tidak baik. Persis di sinilah kemudian sesungguhnya internalisasi nilai itu tidak jalan. Karena kita terbiasa dengan konsep kepatuhan. Akibatnya, kalau Pancasila dikatakan sakti ya itu tadi, lebih sebagai mantra politik saja.
Karena bagaimanapun, nilai yang bagus pada Pancasila itu sifatnya tetap membuka kemungkinan untuk berdebat. Misalnya saja tentang sila pertama, apakah karena bunyinya ketuhanan yang maha esa lantas mengharuskan semua warga negara Indonesia untuk beragama. Atau sila kemanusiaan yang adil dan beradab bagaimana kita harus melakukan penggusuran dengan cara cara yang tetap manusiawi dengan prinsip keadilan? atau katakanlah prinsip keadilan apakah sistem ekonomi kita sudah menjamin adanya keadilan sosial seperti dicitacitakan para pendiri bangsa Ini?
Jadi pada hemat saya, mengukur kesaktian Pancasila hanya semata mata keberhasilan pemerintah dengan cara cara militer itu terlalu sempit dan membiaskan makna Pancasila yang sesungguhnya. Mengapa kemudian dalam memahami kesaktian Pancasila tidak diberikan ruang ruang nalar untuk berdiskusi? misalnya saja dengan mempertanyakan seperti tadi sudah saya sampaikan. Apakah kesalahan PKI di Jakarta kemudian membenarkan untuk menumpas dan mendiskriminasikan anak anak bangsa yang menjadi anggota Partai itu. Atau kita mempertanyakan, siapa dalang di balik ini semua yang sesungguhnya? Bukan saya kemudian mau membela PKInya... karena kalau PKI berkuasa, kemungkinan besar kebijakan serupa yang menentang nilai nilai Pancasila juga akan terjadi. Tapi, apakah haram kalau kemudian kita beranggapan bahwa konflik PKI non PKI ini sebenarnya sebentuk adu domba untuk menciptakan konflik vertikal dan horisontal dengan melihat kenyataan bahwa di negara negara lain, penumpasan komunisme selalu ada pihak asing yang berkepentingan di sana?
Maksud saya begini... jangan sampai kita bertengkar tentang PKI sebagai musuh negara tapi kemudian lupa bahwa ada pihak pihak yang berkepentingan untuk menjajah ekonomi Indonesia. Kalau kita mau mengambil sedikit kebaikan dari apa yang diperjuangkan komunisme adalah bahwa mereka memperjuangkan sebentuk perlawanan terhadap kapitalisme. Dan nyatanya ketika Indonesia berhasil menumpas komunis kemudian kapitalisme yang menggunakan tangan tangan pemerintah dan pejabat korup merajalela. Bahkan tanpa malu malu, sistem ekonomi yang ditawarkan mengatasnamakan sistem ekonomi Pancasila.
Maka, kalau mau mengukur kesaktian Pancasila adalah dengan melihat sejauh mana kemudian cita cita Pancasila ini terwujud di Indonesia. Sejauh masih ada kemiskinan dan ketidakadilan, jangan memantrakan bahwa Pancasila itu sakti.... kesaktian Pancasila itu ada pada kita...Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H