Jokowi yang dalam kampanyenya mengusung ideologi ekonomi Soekarno beserta dengan gagasan-gagasan lainnya sebenarnya justru bertentangan dengan kebijakan-kebijakan pendiri bangsa ini. Terutama di bidang ekonomi.
gambar dari historia.id
Apa yang kita tahu tentang Soekarno berkaitan dengan ekonomi sepertinya hanya hal yang negatif. Yang kita tahu hanya ekonomi ambruk saja tentang orde lama. Padahal, tidak benar kalau soekarno hanya sibuk dengan masalah politik dan ideologi. Dia berusaha mengubah perekonomian dari ekonomi kolonial ke ekonomi nasional. Adalah sesuatu yang memprihatinkannya kalau perekonomian justru dikendalikan oleh pemilik modal asing dan negara tak berdaya menghadapi perekonomian negara. Ekonomi harus dikendalikan oleh negara. Adalah sesuatu yangtidak bisa mentolerir ekonomi di luar kendali negara
Menurutnya, ada beberapa karakter ekonomi kolonial:
1.Penghasil bahan mentah untuk ekspor
2.Hanya jadi lahan penanaman modal asing
3.Penyedia tenaga murah
4.Pengonsumsi barang impor
Oleh karena itu, Soekarno beserta dengan tim ekonominya merumuskan kebijakan untuk memodernisasi pertanian dan meningkatkan industrialisasi pertanian harapannya bisa terhindar dari fluktuasi ekonomi dunia, krisis ekonomi. Pasar domestik diharapkan jadi konsumen utama produksi domestik. Caranya adalah dengan memanfaatkan jumlah populasi di Indonesia sebagai sasaran konsumen. Pada awal-awal ini memang ekspor sepertinya belum menjadi orientasi utama. Namun, berkaitan dengan orientasi untuk mengubah ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional adalah suatu pemikiran yang luar biasa.
Diharapkan dengan pemikiran semacam itu, tenaga kerja domestik akan terserap dan daya beli masyarakat akan tinggi. Operasionalnya? Ekonomi berencana. Plan economic dengan berkiblat pada sistem ekonomi rusia dan China. Sistem ekonomi berencana ini mulai disadari sejak Natsir menyadari rencana urgensi pembangunan. Sayangnya, kebijakan ini hanya di akhir-akhir jabatannya yang kemudian dijalankan penerusnya. Ali Sastro Amidjojo pada jabatannya yang kedua sebagai perdana menteri membuat rencana lima tahunan di bidang ekonomi. Arsiteknya sumitro djojohadi kusumo.
Soekarno sebenarnya sangat konsen dengan sistem pembangunan ekonomi di Indonesia. Pada tahun 50an, dalam pidatonya yang dikenal dengan penemuan kembali revolusi Indonesia pembangunan ekonomi berjangkapun ditetapkan. Dan dalam perwujudannya memang tidak begitu mudah. Karena gagasan nasionalis dan sosialis, mereka memberi batasan jelas pada industri dan modal asing. Hanya bisa dalam bentuk kerja sama. Namun demikian, umumnya mereka sepakat bahwa bangsa yang merdeka harus bisa berdikari, termasuk berdikari dan berdaulat di bidang ekonomi.
Sayangnya, hal ini mendapatkan tantangan baik dari dalam maupun dari luar. Pemerintahan Soekarno yang mencoba untuk berdikari ini menghadapi tentangan kelompok politik. Ekonomi justru tersedot mengatasi konflik. Soekarno kemudian mengeluarkan kebijakan baru: dekon, deklarasi ekonomi yang berkompromi dan memberi ruang pada kelompok swasta. Boleh modal asing tapi sharing: 60:40. Setelah 20 tahun nantinya akan atau harus jadi milik indonesia. Untuk mewujudkan impian dan kebijakannya ini, Soekarno banyak atau seringkali mengubah kabinetnya. Ternyata, bukan hanya pada masa parlemen pergantian perdana menteri relatif sering, pada masa presidensialpun Soekarno sering merombak kabinetnya. Pada masa kabinet karya saja, Soekarno sampai merombaknya 4 kali. Selanjutnya ada kabinet Dwikora menjelang kejatuhan Soekarno sampai 2 kali. Sesudah terbitnya Supersemar kebijakan Soekarno diakhiri dengan Kabinet Dwikora yang disempurnakan.
Sebagai gagasan ekonomi berkembang tapi dalam perwujudannya menjadi sulit karena banyaknya tantangan. Terjadi defisit anggaran. Juga karena produksi menurun akibat perang dalam negeri dan gunung agung meletus di bali yang menyebabkan produksi padi menurun. Nasionalisasi perusahaan asing membuat kekurangan modal. Di balik itu semua, rupanya campur tangan pihak asing yang dimotori oleh Amerika sebagai penggerak utama roda kapitalisme tidak bisa dihindari. Konsep ekonomi Soekarno juga tidak disukai oleh barat sehingga mereka harus membuat gerakan untuk menjatuhkan rezim Soekarno. Tidak segan-segan, dalam rangka menginvasi Indonesia ekonomi Indonesia, dibuat juga invasi politik dengan terjadinya G 30 S/PKI yang masih membekaskan trauma sampai sekarang.
Tragedi politik itu pula yang membuat orang melupakan cita-cita ekonomi negara Indonesia yang berdaulat juga secara politis membusukkan citra pendahulu pemerintahan di orde lama. Sementara orde baru berusaha melibas semua yang berbau orde lama, orde reformasi hanya mempolitisir keindahan retorika Soekarnoisme dan lupa pada substansi sebenarnya dari cita-cita mulia yang ada.
Dengan berakhirnya orde lama, maka Indonesia membuat kran besar-besaran dalam keterbukaan ekonomi asing yang sesungguhnya bermental kolonialistik seperti yang sudah saya tuliskan di atas. Kerja sama dengan banyak pemodal asing dan juga utang luar negeri diperbesar dengan dalih pembangunan yang sesungguhnya tidak sepenuhnya membangun indonesia. Indonesia seakan hanya ada di sekitar monas dan senayan.
Jualan jargon politik ekonomi pada masa reformasipun tidak jauh berbeda dengan orde baru. Kita lihat misalnya ketika Jokowi pada pembukaan KAA mengkritisi dan mengkritik IMF dan juga kesenjangan antara Utara dan Selatan, secara ironis dan paradoks beliau sedang mengirim utusan untuk berhutang pada IMF. Ini menunjukkan bahwa mulut manisnya di depan teriak tolak intervensi IMF sedangkan pantat belakang dengan memprihatinkan minta suntikan dana dari lembaga bank dunia yang dikritiknya.
Sebagai presiden, Jokowi mengawali debutnya dengan memancing sebanyak mungkin pemodal asing dan ini sebenarnya bertentangan dengan nawacitanya dalam rangka membuat ekonomi yang berdaulat. Ambruknya ekonomi Indonesia ditandai dengan ikut terhanyutnya perekonomian Indonesia pada fluktuasi perekonomian internasional justru menunjukkan hilangnya cita-cita kemerdekaan ekonomi negara ini.
Tentu kita tidak mengharapkan sistem ekonomi dan politik yang tertutup seperti di Korea Utara, tapi ada beberapa hal yang harus dipelajari dari ideologi ekonomi Soekarno. Struktur dan orientasi ekonomi harus jelas dan sebisa mungkin memperkecil resiko pada ketergantungan ekonomi luar negeri. Kalau diperlukan adanya reshuffle kabinet Saya pikir Jokowi harus berani untuk ambil sikap meskipun dalam hal ini ada resiko politiknya. Bukan pertimbangan politik terutama dalam hal ini, tapi pertimbangan mewujudkan ekonomi indonesia yang berdaulat. Meskipun, dalam hal ini kemungkinan-kemungkinan politis tetap terbuka. KMP mulai mendekat dan memberikan sinyal sedangkan PDIP sebagai motor KIH justru menampakkan sikap oposisi.
Satu hal lagi yang harus diperkuat di dalam negeri adalah ketegasan tekad untuk memberantas mafia ekonomi dan juga pelaku korupsi. Sejarah menunjukkan bahwa dua hal itu menjadi pembusuk utama dari dalam yang meruntuhkan dan menggagalkan cita-cita kemerdekaan Indonesia. Kalau tidak, Indonesia akan terus terjebak dalam sistem ekonomi kolonialisme seperti yang digambarkan Soekarno.
(tulisan ini terinspirasi dari tulisan Amiruddin Al Rahab)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI