Mohon tunggu...
Herulono Murtopo
Herulono Murtopo Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Sapere Aude

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jokowi dan Tukul Arwana: Muka Ndeso Rejeki Kuto

20 Oktober 2014   17:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:23 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam penerawangan saya.... Jokowi ini ternyata punya kesamaan dengan Tukul Arwana. Sama-sama wong jowo. Muka ndeso. Tapi rejeki kuto. Tampangnya orang desa, Rejeki dan peruntungannya kota. Begitu kata Mas Tukul Arwana menyebut bagaimana kehidupan berpihak padanya.

Kalau tetangganya Pak Jokowi bilang, "sopo ngiro to mas.... Jokowi bisa jadi presiden. Kalau tahu Jokowi akan jadi presiden ya dulu sepedanya (yang diberikan pada saya) ga saya jual.."

Atau Jokowi sendiri ketika ditanya wartawan apakah dulu sudah bercita-cita jadi presiden, jawabannya adalah tidak. Beliau hidup sebagai orang biasa, kuliah di kehutanan, menjadi pengusaha kayu. Sampai di situ saja sebenarnya bayangan beliau. Bahwa kemudian beliau menjadi wali kota solo, gurbernur Jakarta, dan kemudian menjadi presiden disebutnya sebagai kecelakaan. Mungkin yang dimaksud adalah kecelakaan sejarah (KOMPAS 20/10).

Siapapun tak akan mengira garis takdir seseorang, kecuali sudah terjadi lalu bisa menebak-nebak atau menghubungkan dengan peristiwa masa lalu. Dulu, ketika masih ramai Jokowi sebagai Gurbernur, ada kompasianer yang bahkan terinspirasi dengan melihat kecerdasan Jokowi yang sebenarnya biasa-biasa saja. Tulisan itu sempat menjadi trending artikel.

Perjalanan karier politik Jokowi memang terbilang lancar. Bila dibandingkan dengan rivalnya ketika pilpres kemarin, maka perjalanan politik Jokowi jauh lebih pendek bila dibandingkan dengan Pak Prabowo. TV ONE menggambarkan perjalanan karier prabowo sejak kecil di luar negeri, kemudian masuk dalam pendidikan militer, dinas kemiliteran dengan banyak prestasi, kemudian ke luar negeri lagi, menjadi pengusaha sukses, masuk dalam dunia politik lagi berkali-kali dengan berbagai macam koalisi yang kemudian membentuk karakter politiknya yang makin matang. Sementara Jokowi hanya bolak-balik Solo Jogja. Sehabis kuliah di UGM lantas menjadi pengusaha mebel di solo. Terpilih menjadi walikota solo dua periode ga selesai. Menjadi gurbernur Jakarta ga selesai juga. Lurus.

Tapi begitulah, garis takdir mengantarnya ke istana dengan segala macam kelucuan dan kepolosannya. Ada kemiripan dengan seorang Tukul Arwana yang sekarang mungkin sejajar dengan presiden lawaknya Indonesia. Hanya saja, perjalanan Tukul Irianto, nama aslinya, jauh lebih panjang daripada Jokowi. Yang menyamakan keduanya adalah bagaimana media membentuk image mereka hingga menasional.

Peran media untuk Jokowi tidak bisa diabaikan. Berawal dari sebuah peristiwa yang cukup legendaris ketika beliau mencoba memperjuangkan mobil SMK sebagai mobil nasional yang tak lolos uji KIR. Meskipun proyek mobilnya sendiri dinilai 'mangkrak' kemudian, nyatanya tidak demikian dengan karier politiknya. Sementara Tukul Arwana masih setia dengan EMPAT MATA-nya yang telah berganti nama menjadi BUKAN EMPAT MATA dan merawatnya sebagai bagian dari karier komedinya. Paling tidak menurut Adryan Fitra yang saya dengar dalam sebuah seminar yang saya ikuti, kunci kesuksesan Jokowi adalah pada brandingnya di media dan Adryan menurut pengakuannya adalah salah satu tim sukses Jokowi di belakang layar.

Konon, Adryan juga adalah salah satu tim suksesnya Obama yang kemudian menjadi presiden Amerika Serikat. Tentang tampang ndesonya ini memang ada kesamaan antara Jokowi dengan Obama. Obama lahir dengan kulit hitamnya yang oleh warga Amerika dianggap tidak sekelas dengan warga kulit putih. Perbedaannya adalah Obama adalah orator yang ulung. Sedangkan Jokowi dan juga Jusuf Kala dinilai defisit dalam hal ketrampilan berorasi. Keduanya adalah para pekerja lapangan yang berlatar belakang pengusaha. Ini pula yang dijual sebagai pemimpin-pemimpin yang bekerja. Dalam hal latar belakang non politis, keduanya memiliki banyak kesamaan. Gesit dan cekatan dalam bertindak. Dalam hal politik, sang wakil presiden jauh lebih matang sebagai wakil presiden. Sementara Jokowi harus belajar banyak dari wakilnya.

Maka, harapan kita adalah semoga saja tidak terjadi matahari kembar di negeri ini. Satu pemerintahan dengan dua raja. Apalagi, kalau kemudian sampai ada raja tandingan di dunia lawak, ketika orang lebih percaya pada komedian daripada kepada presidennya yang sesungguhnya. Bukankah itu yang terjadi dengan dunia perpolitikan kita 5 tahun terakhir ini? komedian lebih dipercaya daripada politikus.

Mari kita berdoa bersama untuk kebaikan negara ini. Semoga Pak Jokowi dan Pak JK bisa bekerja untuk Indonesia yang lebih baik, lebih baik dari dunia komedi. Sopo ngiro, wong ndeso bisa mimpin ono kutho.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun