Nah, di manakah kebesaran hati seorang Sandiaga dituntut? Pertama, dengan dia bermodal besar dan mendapatkan penghasilan di bawah orang yang terpaksa didukungnya? mungkinkah? dalam itung itungan enterpreuner jelas ini tidak nyambung. Satu satunya perspektif adalah bahwa dia sudah berubah dari mental enterpreuner menjadi mental seorang donatur murni yang memang menyokongkan kekayaannya untuk kemajuan Jakarta? sekali lagi, kalau dilihat dari kinerja... hal ini jelas tidak masuk akal. kalau mau Jakarta lebih baik, bukan Anies yang mestinya disokong sedemikian besar. Lalu pertanyaannya, dengan sumbangan semacam itu, siapakah nanti the real gorvernornya?
Kedua, jelas kita berharap Sandiaga tidak berfikir bailk modal. Seperti dikatakan Anies Baswedan bahwa Sandiaga merupakan orang yang sudah selesai dengan dirinya dan kini sedang menghibahkan sebagian harta dan juga dirinya untuk jadi gurbernur, semoga saja ini benar. Meskipun tantangannya adalah dengan melihat kengototannya mengajukan diri jadi Gurbernur, benarkah ini motivasinya menghibahkan kekayaan?
Yang ketiga, seandainya saja kalah... kebaikan hati tetap dibutuhkan. Seperti kita dengar banyak caleg yang menarik kembali sumbangannya karena tidak terpilih, sampai sampai banyak yang gila, semoga tidak demikian dengan sandiaga. Bayangkan, kalau dia ngambek, meminta modalnya dikembalikan. Berapa banyak partai partai harus patungan? didapat dari mana?
Terakhir saya sih bicara apa adanya, sesungguhnya konco-konconya Sandiaga itu kelewat sadis. Masa iya, 97% biaya kampanye dibebankan pada satu orang? apakah ini adil? Ya jelas sangat tidak adil dan tidak manusiawi.... meskipun dia kaya neh, tapi dengan beban sebegitu besar saja sudah terlihat ini ga adil. Maka, kalau kepada teman sendiri saja, teman seperjuangan saja tidak adil.... bisakah kita berharap mereka adil kepada masyarakatnya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H