Apapun kata Ahok Hater, fakta ini harus dilihat sebagai data. Lebih dari 70% warga Jakarta puas dengan kinerja Ahok. Namun, lembaga lembaga survei menunjukkan bahwa tidak lebih dari 50% yang akan memilih Ahok. Di tengah kuatnya isu reklamasi, isu sumber waras, isu penistaan agama, Ahok tetap dinyatakan bagus kinerjanya. Lembaga lembaga survei itu melihat bahwa ini peristiwa yang jarang terjadi, biasanya kalau tingkat kepuasan kinerja tinggi biasanya keterpilihan juga tinggi. Itu kalau suasananya biasa, mas, mbak... kalau suasananya seperti Ahok, yang terjadi sekarang saja sudah prestasi luar biasa.Â
Pengakuan ini bukan hanya dari para pendukung Ahok, bahkan secara tidak langsung, pasangan cagubpun merasa kerja Ahok itu bagus. salah satunya keinginan mereka untuk menunjuk Ahok sebagai penasehat. Mereka sudah yakin menang di sini. Namun, di balik pengakuan itu sesungguhnya mereka sedang rendah diri. Pasalnya, kemenangan itu kalau benar nanti menang, bukanlah sebuah kemenangan bermartabat, kemenangan yang didasarkan pada keunggulan program, tapi semata mata hanya permainan sara.
Politik teror dan ketakutan itulah yang nyata terjadi di masyarakat. Dan agama menjadi alat teror yang luar biasa. Tidak banyak orang yang terang terangan menggunakan baju kotak kotak di tengah masyarakat. Bukan hanya ketika mereka hidup, mereka ditakuttakuti, bahkan kalau matipun dibuat ketakutan jenazahnya tidak akan disholatkan. Sadis. tapi begi mereka inilah jihad. Jihad dengan menyebarkan ketakutan. Spanduk spanduk penista agama dan juga ancaman bagi para pendukungnya ada di sana sini.Â
Maka wajar kalau kemudian sebagian rakyat jakarta tidak berani memilih. Bahkan mereka dengan spirit yang sama, mau mengawasi jalannya pilkada di Jakarta, termasuk dengan menghadirkan orang orang dari luar Jakarta. Entah akhirnya masyarakat takut atau tidak, maka sebenarnya kalau mau jujur orang harus mengatakan, kalau untuk Jakarta yang lebih baik Ahok Djarot tak terkalahkan. Tapi kalau masyarakat ketakutan dan membiarkan duit mereka dikorupsi atau setidaknya dijadikan bahan 'bancakan' oleh para elit pendukung, bisa jadi memang Ahok Djarot akan kalah.
Pertanyaannya masih mungkinkah Ahok Djarot tetap menang? sangat mungkin. Selain berkat kinerjanya, juga berkat soliditasnya pendukung Ahok Djarot, bagaimana justru masyarakat diajak melawan teror yang dibuat untuk mereka. Ada pepatah kuno yang bagus, laut yang tenang tidak akan membentuk pelaut yang tangguh. Kadang juga dikatakan, pelaut yang tangguh tidak dibentuk oleh laut yang tenang. Pelaut yang tangguh harus dengan tantangan badai yang tidak mudah, dan di sanalah dia belajar menghadapi permasalahan.Â
Maka, dapatkah Ahok dan juga masyarakat Jakarta menjadi tangguh ditempa permasalahan dan juga politik identitas? dari peristiwa nyata inilah kemudian mereka belajar. Ditambah lagi dengan sikap Partai Demokrat yang nonblok dalam pemilihan kali ini. Mereka terbelah, sebagian mendukung Anies dan sebagian mendukung Sandi. sebenarnya sikap ini sudah terbaca sejak awal, mengingat Agus tidak jauh jauh dari bapaknya. Ahok yang dikenal anti korupsi, dengan kasus e-KTP saja, mestinya terbaca bagaimana sikapnya berkaitan dengan korupsi.
Bagaimana seandainya Anies Sandi Menang?
Ya, seperti sudah dikatakan. Anies Sandi sesungguhnya 'wawang' semacam ragu untuk membuat Jakarta menjadi lebih baik. Pasalnya tuntutan masyarakat mereka berdua harus bekerja seperti sekarang. Minimal, seandainya mereka punya gurbernur baru, gurbernurnya harus bisa bekerja seperti sekarang yang gesit menggunakan APBD meskipun minim, yang galak terhadap anggota dewan yang rawan korupsi.Â
Di sinilah kemudian Sandiaga Uno tertantang. Sandiaga sudah jauh hari menjanjikan sekaligus meminta masyarakat untuk 'tidak baper' karena meskipun Gubernur baru, Jakarta tetap akan menjadi baik. Permintaan ini sesungguhnya juga menunjukkan pengakuan bahwa kinerja Ahok bagus sebagai warga Jakarta. sekali lagi, yang bisa memenangkan mereka hanya politik identitas. Tentu juga beban berat untuk kemudian mewujudkan permintaan agar masyarakat tidak baper. Ngurus Jakarta, itu tidak semudah mengurus usaha. Meskipun mengurusi perusahaan juga tidak mudah. Hanya kalau ngurus usaha itu bisa trial and error. Ngurus Jakarta, kesalahan kecil bisa berakibat fatal.
Saya jujur saja ragu dengan kemampuan Sandi untuk mengobati bapernya masyarakat Jakarta. Bukan masalah investasi uangnya dalam pilkada, tapi bisa dilihat dari rekam jejaknya. Misalnya berkaitan dengan usahanya menghindari pajak di Panama. Sedangkan untuk Anies, kita bisa lihat bagaimana dulu dia tidak bisa galak atau setidaknya tidak bersuara dengan besarnya anggaran pameran buku di Jerman yang sering dibandingkan dengan beaya kunjungan Raja Salman. Untuk kemudian berharap mereka menjadi galak dan bersuara lantang anti korupsi kok, bisa sih, tapi kecil kemungkinannya.
Lalu, bisa dipastikan siapa yang akan dirugikan dalam kasus ini. Pengusung Anies Sandi adalah orang orang potensial untuk mengajukan diri menjadi calon presiden. Hari Tanoe, Prabowo, dan juga Tommy Soeharto. Nah, keterpilihan mereka tentu bukan hanya keberhasilan mereka memenangkan cagubnya, tapi juga bagaimana tingkat kepuasan publik dengan kinerja gurbernurnya. Selain, mereka akan bersaing dan berebut suara masyarakat, juga mereka punya pertaruhan besar pada Anies Sandi. Yang paling potensial adalah Prabowo, yang paling ga potensial tentu saja Hari Tanoe. Tokoh ini hanya sedang menuai angin pada hemat saya. Pasalnya masyarakat yang dia jilat, tidak akan kemudian simpati dengan menanggalkan politik identitas. Jangan harap!Â