Mohon tunggu...
Herulono Murtopo
Herulono Murtopo Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Sapere Aude

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jurnalis Sudah Verifikasi KTP Pendukung Ahok, Mungkin Politikus Ini Juga Harus Ikut

22 Juni 2016   20:17 Diperbarui: 22 Juni 2016   20:25 1743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar dari www.bagicerita.xyz

Jumlah KTP dukungan yang dikumpulkan Teman Ahok diragukan. Dianggap sebagai klaim sepihak. Diikuti dengan gaya khas politikus yang sebenarnya menampakkan sisi lain kejiwaannya yang sedang gundah gulana.

"1) Klaim 1 jt KTP tersebut sangat tidak dapat dipercaya karena satu- satunya pihak yang menghitung, memverifikasi dan mengklaim hanyalah Teman Ahok sendiri," demikian yang tertulis melalui akun Twitter sang politikus. Sampai di sini kita membacanya masih bisa dimaklumi. Meskipun bahasanya mungkin hiperbolis, dilebih-lebihkan. Yaitu bahwa klaim 1 juta KTP yang sepihak memang belum sepenuhnya bisa dipercaya. Tapi, masih mungkin untuk dipercaya. Jadi, bukan masalah sangat tidak dapat dipercaya, tapi ada kemungkinan tidak bisa dipercaya karena mungkin salah. Ibarat yang menulis mengatakan saya ini jantan loh... klaim sepihak. Tapi masih bisa dipercaya, bukan? meskipun bisa juga salah.

"Saya menganggap klaim tersebut tidak lebih dari psywar politik murahan, hanya untuk mengangkat popularitas Ahok yang dibenci rakyat," tulisnya lagi. Bolehlah ini merupakan pendapat pribadi. Mungkin juga bisa begitu. Tapi sebagai seorang ahli hukum jelas harus menggunakan data-data yang akurat. Bukan sekedar opini yang muncul dari emosi semacam ini. Jadi harus ada data yang menunjuk pada psywar ini apa, antara kubu mana dengan kubu mana. Yang jelas kemudian ungkapan dibenci rakyat.... ini menarik juga dikaji. Mungkin perlu ada tesis sosiologis atau antropologis tingkat kebencian rakyat pada Ahok dengan responden di Jakarta.

"Selain itu Teman Ahok juga terlihat sangat ketakutan ketika dalam UU Pilkada yang baru metode verifikasi dilakukan dengan sensus atau pengecekan satu persatu," ujarnya lagi. Di sini juga ada semacam bias dalam penafsiran. Yang dipermasalahkan kan bukan verifikasi faktualnya, oleh beberapa kalangan baik oleh Teman Ahok ataupun oleh KPU sendiri. Masalahnya adalah waktunya yang hanya tiga hari itu. Maka sebagai bentuk ketidaktakutan kemudian ada semacam himbauan untuk gerakan bersama, cuti bersama selama verifikasi. Lalu apa yang dikatakan sebagai ketakutan dalam cuitan sang politikus tersebut? besar kemungkinan karena ada respon yang sedemikian reaktif terhadap waktu verifikasi yang hanya tiga hari ini. Yang jelas, sudah ada saling tuding siapa yang menjegal independen antara DPR atau KPU. Lepas siapa yang menjegal di situ, yang jelas kan ada penjegalan?

"Melihat gelagatnya saya curiga pasti ada masalah besar dalam pengumpulan KTP tersebut, mungkin saja terjadi manipulasi selama pengumpulan KTP," katanya lagi. Boleh saja sih curiga. Dan siapapun boleh curiga sebenarnya. Boleh saja. Bahkan kecurigaan ini wajib. Termasuk saya yang sudah menyerahkan KTP langsung di Pejaten juga bisa saja curiga. Makanya perlu ada verifikasi. Cuman saya sih berharap ga usahlah saya diribetin dengan verifikasi. Hehehee...

Lalu yang menarik adalah, beberapa jurnalis media televisi sudah melakukan verifikasi faktual. Sebelum ada deklarasi sejuta KTP, AIMAN di KOMPAS TV sudah melakukan simulasi verifikasi. KTP diambil secara acak dan saya sih percaya keacakannya. Hanya saja ketika dikunjungi, yang bersangkutan memang tidak ada di rumah.

Lalu saya melihat simulasi verifikasi yang lain di METROTV. Simulasi juga diambil secara acak supaya juga tidak ada manipulasi data.  Menarik bahwa dalam verifikasi tersebut bukan hanya datanya benar, tapi juga sempat wawancara. Maka, bolehlah kita meragukan sebuah data, hanya saja juga harus terbuka pada kebenaran data itu kalau memang benar. Nah, seperti kita tahu yang berhak dan berwenang memverifikasi kan KPU, dalam hal ini. Maka tunggu waktunya saja nanti ketika tiba saat verifikasi. Mungkin, terlalu terburu-buru kalau politikus yang berkepentingan memenuhi nazarnya terjun dari monas ini menyatakan sangat tidak bisa dipercaya. Mungkin, kalau memang mau buru-buru, silahkan saja ikut jurnalis televisi yang mencoba untuk membuat simulasi verifikasi. Baru kemudian ambil kesimpulannya. Atau kalau tidak, ya tunggu saja nanti saatnya KPU bertindak untuk memverifikasi.

Tapi yang penting bukan masalah nanti bagaimana hasil verifikasinya... yang penting adalah komitmen terhadap nazarnya. Sayangnya pada bagian ini bpersis belum diungkapkan oleh politikus ini. Siapakah dia? saya agak susah sih mengeja namanya....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun