Mohon tunggu...
Herulono Murtopo
Herulono Murtopo Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Sapere Aude

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjadi Tua Bukan Berarti Berpengalaman, Tapi Tidak Produktif!

12 Januari 2014   22:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:53 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Memang ada SPG yang umurnya 40 tahun?" demikian saya bertanya kepada para murid saya yang disambut dengan gelak tawa. Sangat retoris, memang. Tidak perlu jawaban dan semua tahu bahwa jawabannya jelas, "tidak ada". "Demikian halnya, sekarang ini tidak banyak tenaga yang dikelola outsourching seperti Satpam, Cleaning Service, Penjaga loket, dll yang berusia tua." Pertanyaannya, bagaimana nasib mereka yang ketika muda ini tampil begitu cantik dan gagah ini? Apakah mereka jenjang kariernya naik? Kemudian saya tanyakan, "SPG itu jenjang kariernya apa? setelah jadi SPG lalu? atau pramugari, jenjang kariernya setelah pramugari?" Semakin tua, harusnya seseorang dianggap semakin dewasa, semakin berpengalaman, dan semakin dianggap bijak. kata orang jaman dulu, dianggap semakin banyak makan garam. Bagi orang beragama, semakin tua berarti menjadi semakin dekat dengan Tuhan yang dirindukannya. Dialah asal dan tujuan hidup manusia. [caption id="attachment_289808" align="aligncenter" width="300" caption="Gambar dari www.mona.uwi.edu "][/caption] Sayangnya, dewasa ini kita melihat hal yang sebaliknya. Menjadi tua bukan berarti menjadi semakin berpengalaman, tapi semakin tidak produktif. Itulah sebabnya semakin hari, orang semakin takut menjadi tua. Apalagi, pertambahan usia dewasa ini juga memiliki arti semakin tinggi tingkat kebutuhan hidupnya. Semakin tua, seseorang punya tanggungan untuk menyekolahkan anak-anaknya dan berbagai kebutuhan rumah tangga yang tidak dia bayangkan ketika dulu dia masih muda dan produktif. Bagaimanapun, inilah faktanya. Terlalu kompleks untuk diuraikan meskipun muaranya jelas. Karena sangat dinamisnya tuntutan produksi, dibutuhkan pula tenaga tenaga yang dinamis. Bukan tenaga berpengalaman. Dalam dunia kerja, dibutuhkan tenaga yang produktif. Jadilah akhirnya situasi sosial yang semacam ini. Seorang wanita yang umurnya 30 tahun, sudah merasa khawatir dia tidak dipekerjakan lagi di sebuah swalayan. Apalagi, pada saat itu, pihak swalayan sudah melakukan rekruitmen tenaga-tenaga baru lulusan SMA yang tidak sedang kuliah. Padahal, yang namanya usia itu tidak bisa ditawar-tawar. Setiap saat usia kita bertambah. Saya sendiri berfikir, dibutuhkan sebuah sistem kerja dan sistem sosial yang semakin kondusif bagi fakta kodrati bahwa usia manusia semakin bertambah. Saat ini, satu-satunya strategi adalah membangun sebuah skill untuk menjadi enterpreuner. Masalahnya, dengan demikian lalu membiarkan persaingan pasar semakin ketat. Hal lain yang bisa dibuat adalah dengan membidik dunia kerja yang tidak tergantung usia. Sayangnya, tidak semua orang bisa dan mampu membuat pilihan. Nah, satu-satunya yang bisa diharapkan adalah adanya komitmen moral yang kuat dalam penerapannya di dunia kerja. Sebagai sebuah bahan permenungan akhirnya kita bisa bertanya, peristiwa ini memberi makna apa? Setidaknya, kita melihat bahwa kacamata kemanusiaan sudah tergantikan dengan orientasi produksi. Kalaupun kemudian tidak bisa menuntut masyarakat untuk memakai kembali kacamata kemanusiaannya, ada baiknya manusia menghayati dirinya kembali sebagai manusia. Artinya, janganlah kita sebagai manusia terjebak dalam mekanisme pasar yang di luar kendali kita. Kitalah yang semestinya mengendalikan kehidupan kita. Sekali lagi, masing-masing punya cara bagaimana menjadi dirinya sendiri secara nyaman menghadapi situasi semacam itu. Harapannya adalah agar seseorang semakin tua semakin bisa menyadari arti hidupnya sebagai orang yang telah banyak makan asam garam kehidupan bukan orang yang tidak berguna karena sudah dipinggirkan oleh lingkungannya. Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuki kegelapan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun