Mohon tunggu...
Herulono Murtopo
Herulono Murtopo Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Sapere Aude

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kehidupan Seorang Manusia, Ditentukan Sejak Kapan? (pro-kontra aborsi)

4 Februari 2014   17:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:09 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehidupan seorang manusia, ditentukan sejak kapan? barangkali kita perlu memahaminya lebih dalam agar kita tidak hak hidup seorang manusia, meskipun itu tidak sengaja namun pemahaman ini perlu.

Secara umum, menurut William Chang, “hidup dilukiskan sebagai “sesuatu” yang baik atau sebuah nilai yang mengandung dinamika dan gerak”. Secara filosofis, hidup adalah kemampuan untuk beraktivitas dari pihak subyek yang hidup dan cenderung menyempurnakan diri terus menerus. Dalam hidup, terdapat kapasitas real untuk menjadi sebab dan tujuan tindakannya sendiri. Menurut Sgreccia, “inilah yang dimaksud dengan tindakan imanen. Pada tingkat pertama kehidupan, tindakan imanen adalah kapasitas yang mengandung tiga dimensi: nutrisi, pertumbuhan, dan perkembangbiakan”.

Namun demikian, pandangan tentang hidup tidak serta merta seragam. Juga dalam pandangan agama-agama. Paling tidak hal ini semakin menguatkan pendapat bahwa agama-agama, umumnya direfleksikan berdasarkan pola pikir tertentu dan dalam budaya tertentu. Penganut Sikh menganggap kehidupan berawal saat konsepsi. Pemeluk Yahudi berpendapat embrio yang berusia kurang dari 40 hari belum dianggap sebagai manusia seutuhnya. Namun, pendapat ini masih diperdebatkan di kalangan mereka. Pemeluk agama Buddha mendukung penelitian menggunakan sel tunas jika tujuannya untuk menolong dan bermanfaat bagi manusia. Bagi mereka embrio baru menunjukkan suatu "kesadaran" setelah minggu ketujuh atau 49 hari. Para ulama Islam berpandangan kehidupan manusia dimulai setelah embrio berusia empat bulan, yaitu saat roh ditiupkan ke janin.

Sementara itu, secara umum ada lima pendapat besar yang pernah ada mengenai kapan kehidupan dimulai berdasarkan sejarah medis. Yang pertama dan paling mutakhir adalah pendapat yang mengatakan bahwa kehidupan manusia dimulai semenjak konsepsi (pertemuan sperma dan ovum). Sebuah kehidupan dianggap telah dimulai saat sel sperma bersatu dengan sel telur. Persatuan itu akan berkembang menuju kelahiran manusia.

Pendapat yang kedua adalah pendapat yang menganggap kehidupan dimulai saat adanya getaran syaraf. Pandangan ini menyatakan bahwa kehidupan dimulai ketika saraf mulai berfungsi dan getaran saraf dapat dideteksi. Dasar pandangan ini adalah bahwa kematian merupakan berhentinya aktivitas otak, maka hidup juga dimulai sejak ada getaran syaraf otak. Kelompok ini menyatakan bahwa kehidupan dimulai sejak berfungsinya otak.

Kemudian, pandangan yang ketiga adalah pandangan yang menganggap kehidupan dimulai saat bergeraknya fetus untuk pertama kalinya. Kehidupan mulai dengan bergeraknya fetus dalam rahim ibu setelah bulan ke empat kehamilan. Namun, usia ini menimbulkan kerancuan. Usia 4 bulan kehamilan, ketika gerakan fetus dirasakan oleh ibunya disebut dengan quickening. Dalam embriologi modern, embrio yang berusia 10 minggu pun sebenarnya sudah sudah bisa bergerak. Hanya saja belum bisa dirasakan oleh ibunya.

Pendapat yang keempat adalah mengenai viabilitas pre-natal human being. Pandangan ini menegaskan bahwa kehidupan manusia dimulai bila janin dinilai telah mampu hidup di luar rahim ibunya. Pandangan ini menjadi landasan Mahkamah Agung Amerika Serikat pada tahun 1973 dalam menetapkan bahwa Negara dapat melarang aborsi bila fetus itu telah dinilai dapat hidup di luar rahim ibunya.

Pandangan yang terakhir mengenai kapan kehidupan dimulai adalah pada saat kelahiran. Pandangan ini menyatakan bahwa kemanusiaan baru muncul saat janin itu dilahirkan. Saat ia sudah dilahirkan, maka saat itulah ia menjadi manusia yang independen.

Di antara semua pandangan itu, kiranya baik kalau kita melihat embriologi yang modern. Menurut embriologi yang modern, dikatakan bahwa hidup manusia diawali sejak selesainya proses pembuahan. Ada beberapa argumentasi yang mendasarinya paling tidak menurut seorang embriolog Leon R. Kass:

1. Zygote pada masa awal ini sudah hidup. mereka bermetabolisme, bernafas, dan menjawab semua perubahan yang terjadi di sekitarnya, mereka tumbuh dan membelah.

2. Blastokista adalah organisme yang utuh, berkembang sendiri,  unik secara genetis, dan berbeda dari ovum maupun sperma.

3. Sesudah pembuahan terjadi, terjadilah individu yang baru dan berkembang menjadi manusia yang sempurna sampai kematiannya.

Lalu dia melanjutkan optimismenya, semua ahli biologi yang jujur pasti terkesan akan hal ini dan mengakui bahwa sekurangnya, sejak pembuahan terjadi hidup manusia sudah dimulai.

Pandangan semacam ini tentu saja berimplikasi pada paham yang menentang adanya aborsi. Aborsi berarti sebuah pelanggaran berat atas hak hidup manusia yang sudah dinilai kehidupannya sejak awal pembuahan. Oleh karena itulah, paham ini tidak serta merta diterima. Salah satunya adalah kelompok yang menamakan diri mereka sebagai pro-choice. Mereka memperbolehkan aborsi untuk alasan tertentu. Hal ini pun didasari pada pandangan mereka tentang awal hidup manusia. Berikut adalah beberapa argumentasi yang mendasari pemikiran tentang delayed animation:

1. Conceptus, zygote, dan embryo pada fase awal berupa segumpal sel-sel tanpa bentuk dan tidak stabil. Bentukan itu masih merupakan benda mati (inanimate) yang masih jauh dari menyerupai bentuk manusia. Bentukan itu bukan merupakan “makhluk” yang rasional, apalagi “makhluk” sosial.

2. Sukar sekali memberikan status person bagi bentukan seperti itu. Conceptus sampai embryo tidak memiliki satu pun dari kriteria person.

3. Oleh karena itu, aborsi selektif atas indikasi tertentu secara moral dapat diterima, karena mengeluarkan benda yang tidak hidup dan bukan personi dari tubuh seseorang tidak dapat dikatakan tindak pembunuhan.

4. Bagi kubu ini, pro-choice berarti hak atau kebebasan untuk memilih. Artinya, seorang perempuan hamil berhak memilih untuk memutuskan apakah ia ingin mengakhiri atau meneruskan kehamilan yang sudah (terlanjur?) terjadi, karena alasan-alasan tertentu (misalnya pada kasus kehamilan akibat pemerkosaan).

Dasar dari hak memilih ini adalah hak otonomi sebagai pasien, yaitu hak untuk mengambil keputusan sendiri, menentukan, dan memberikan persetujuan tentang tindakan medis oleh dokter terhadap dirinya. Yang masih kontroversial dalam hal ini adalah, apakah dengan menentukan pilihan untuk aborsi, seorang perempuan hamil tidak mengabaikan atau tidak melanggar hak janin sendiri untuk hidup.

Nah, anda di pihak yang mana? pro atau kontra dengan aborsi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun