[caption id="" align="aligncenter" width="546" caption="Ilustrasi/Admin (KOMPAS.com)"][/caption]
Jakarta sedang hujan. Sementara daerahnya hujan air, Gurbernurnya kehujanan kritik. Menariknya, hujan kritik ini juga disertai dengan hujan pujian untuk Jokowi.
Salah satu ungkapan yang sekarang menarik adalah "Kami baru tahu kualitas Jokowi hanya blusukan." Ungkapan tersebut berasal dari Politikus Partai demokrat, Ruhut Sitompul. Sebelumnya, seorang tokoh yang tidak kalah vokal dengan Ruhut adalah Amin Rais yang tidak banyak langsung bersinggungan dengan Jakarta karena beliau banyak tinggal di Yogyakarta. Setelah mengidentikkan Jokowi dengan J. Estrada, Amin Rais menyarankan Jokowi agar minta maaf karena dianggap tidak bisa menepati janjinya. Jokowi dan Estrada dianggap buah pencitraan media. Masyarakat diharapkan tidak memilih pemimpinnya berdasarkan pencitraan. Tentu dalam hal ini ada benarnya. Masyarakat jangan memilih pemimpinnya berdasarkan pencitraan.
Dalam pemikiran Ruhut Sitompul, ungkapan bahwa kwalitas Jokowi hanya blusukan seakan-akan hars diartikan bahwa dalam kepemimpinannya, kemampuan Jokowi hanya sebatas  'blusukan'. Lain itu tidak. Maka, menurut Ruhut, sebaiknya Jokowi juga meminta maaf kepada masyarakat Jakarta. Jokowi dianggap tak menepati janjinya. Ungkapan 'tak menepati janjinya' ini bisa diterjemahkan, tidak ada yang telah dimulai dikerjakan oleh Jokowi. Sebagai seorang pakar hukum, tentunya Ruhut bisa menafsirkan perkataannya dengan baik. Bagi Ruhut, pekerjaan Jokowi tidak jauh dari blusukan, sementara janjinya diabaikan. Sayangnya, kesimpulan semacam ini rasanya terlalu lemah. Terlepas dari liputan media atau bukan, saya melihat Jokowi sudah banyak bekerja untuk menepati janjinya. Saya melihat dengan mata kepala sendiri, sungai-sungai kecil yang dangkal oleh sampah, sudah dikeruk di Cakung. Bahkan mengerahkan alat berat. Jalan-jalan yang rusak sudah berusaha diperbaiki, meskipun dalam hitungan minggu sudah sedikit rusak. Pembelian alat transportasi massal sudah demikian intens. Masyarakat makin giat bergotong royong.
Di Petukangan Jakarta Selatan, ada yang rutin bergotong royong setiap minggu, sejak Jokowi menjabat Gurbernur padahal wilayah ini waktu pilkada tidak banyak gambar Jokowi dipasang di jalan-jalan. Selokan-selokan kecil penyebab banjir sudah dibersihkan. Banjirnya sudah bisa ditekan. Saya melihat ini prestasi sebuah kepemimpinan yang memang terlepas dari sorotan media. Yang perlu dilihat lagi adalah kebiasaan masyarakatnya. Sungai yang telah dibersihkan segera kotor kembali. Maka di sinilah kemudian dibutuhkan niat baik dan kerja sama semua pihak.
Bahwa kualitas Jokowi hanya blusukan, saya rasa benar. Dan blusukan itulah yang kemudian memperanakkan kwalitas-kwalitas lainnya. Ini juga seharusnya patut diapresiasi. Nah, sekarang sebagai orang Hukum, kita bisa bertanya kepada Ruhut Sitompul. Beliau tentu mempelajari prinsip keadilan. Saran dan kritikan, jelas tidak boleh tebang pilih. Kalau kwalitas Jokowi hanya blusukan, kira-kira, kwalitas bapak Presiden seberapa bagus yak?
Kalau Jokowi tidak bisa menepati janjinya mengatasi banjir, apakah janji anti korupsi sudah bisa ditepati kelompoknya Bang Ruhut?
NB: Ada baiknya memang Jokowi mendapatkan kritik yang membangun. Saya kira kritik-kritik yang membangun tetap diperlukan dalam rangka meningkatkan kinerja. Syaratnya hanya satu: ada niat baik!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H