Mohon tunggu...
Herulono Murtopo
Herulono Murtopo Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Sapere Aude

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dari Prof. Rhoma sampai Ruhutisme, Hanya Kegaduhan Politik!

2 Maret 2014   16:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:19 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13937275191067162511

Ngapain ditanggapi serius? politikus hanya menciptakan kegaduhan politik. Mereka membuat kegaduhan hanya untuk mencari perhatian. Politik kegaduhan adalah politik caper. Mereka caper agar kelihatan eksis. Dalam suasana seperti ini, yang dibutuhkan adalah kecerdasan masyarakat agar semakin rasional.

Gelar yang disematkan pada nama Rhoma Irama, profesor, jelas-jelas tidak masuk akal. Gelar profesor hanya diperuntukkan bagi kalangan akademisi, di Indonesia. Sesungguhnya sebutan profesor tidak menunjuk pada gelar, tapi sebuah pangkat. Hitung-hitungannya sudah diatur oleh hukum. Menteri pendidikan disebut-sebut kaget dengan gelar tersebut. Sementara Rhoma mengklaim bahwa gelar ini tidak ada hubungannya dengan kemendikbud. Lihat, di situ sepertinya berjalan sendiri-sendiri. Pangkat sebagai profesor, jelas berkaitan dengan kemendikbud. Sekarang permasalahan ini, secara profesional serahkan saja pada kedua pihak yang terkait tersebut.

gambar dari www.intelijen.co.id

Sementara itu, Demokrat sebagai sebuah partai besar juga semakin lama semakin lihat kekanak-kanakan. Terlebih lagi sejak menempatkan Ruhut sebagai salah satu juru bicaranya. Publik memiliki persepsi yang umumnya sama berkaitan dengan tokoh ini. Cara bicaranya jelas bertentangan dengan slogan yang mau ditawarkan oleh Partai. Tidak ada bentuk kesantunan dalam tata cara berbicaranya bang poltak ini. Meskipun, kesantunan sifatnya kedaerahan dan lokal, tapi berkaitan dengan 'rasa'/ taste memiliki kesamaan. Paling tidak kita bisa melihat gayanya Anas yang lebih memperlihatkan kesantunan dibandingkan Ruhut. Boni Hargens, sebagai seorang pengamat politik kemudian membuat istilah baru ruhutisme untuk menunjuk  pada cara berfikir yang rasialis dan tidak logis. Demokrat sedang mempermainkan sebuah politik kegaduhan, mencari perhatian, meskipun gagal.

PPP sebagai partai yang mengklaim diri sebagai Rumah bagi partai-partai Islam sepertinya juga sedang menciptakan kegaduhan dengan cara merekrut kader yang sebenarnya jauh dari kesan religius. Meskipun seorang Angel Lelga didandani secara religius. Pada akhirnya toh, politik kegaduhan semacam ini berhasil. Banyak pihak membicarakan tokoh ini, terlebih lagi sejak Najwa Shihab mewawancarainya. Suasana semakin gaduh. Dari kegaduhan, nanti akan muncul Angel Lelga dengan sosok yang lain. Partainya kemudian mengatakan bahwa peristiwa Angel VS Najwa menjadi momentum untuk belajar. Lalu dibuatlah semacam buku panduan dan manual untuk para caleg.

PDIP sepertinya juga tidak bisa dilepaskan dengan kegaduhan politik. Jabatan publik yang diemban oleh Jokowi dan Risma menjadi jualan dalam memperdengarkan kegaduhan tersebut. Beban psikologi dan ungkapannya yang ditampilkan oleh Rismaharini memang sangat menarik. Dia seorang wanita yang sekaligus tegas dan melo. Bukan psikologi politik sebenarnya, tapi psikologi seorang wanita. Kaum ini yang memang bisa melakukan dua hal ini, marah sambil menangis. Kegaduhan politik yang dimunculkan PDIP memang bisa jadi peristiwa lokal yang menggema secara nasional.

Peristiwa penyadapan Jokowi yang kemudian dijadikan mainan politik berbagai pihak, juga menjadi salah satu bentuk kegaduhan tersebut. Dengan alat sadap yang kuno, murah, dan rawan untuk ketahuan, sesungguhnya ini menggelikan. Penyadapnya sepertinya tidak profesional meskipun juga mungkin profesional, sampai bisa masuk ke ruang-ruang yang privat rumah seorang gurbernur. Apakah mungkin menggunakan orang dalam?

Iklan politik, seperti iklan-iklan yang lain adalah sampah-sampah virtual yang berbeaya sangat tinggi, muncul sebagai bentuk kegaduhan yang lain. Mulai dari dirinya sebagai representasi sebagai pihak yang menyuarakan suara rakyat sampai dengan resep ala Bondan Winarno. Kegaduhannya adalah sampah. Hanya menjadi penghalang kenikmatan penonton siaran televisi. Waktu sedang jeda iklan, sebaiknya ganti channel.

kegaduhan, berarti kebisingan. kegaduhan bersifat mengganggu. Orang tidak senang dengan suara bising, suara yang mengganggu. Kegaduhan itu diciptakan oleh media. di sinilah kemudian mediapun wajib mempertanggungjawabkan perannya sebagai 'agent of kegaduhan' tersebut. Kegaduhan membuat suara-suara yang semestinya diperdengarkan dan didengarkan menjadi tak terdengar. Kegaduhan hanya memunculkan sosok-sosok yang suaranya paling nyaring, paling keras, paling terdengar, meskipun pemilik suara itu kinerjanya tidak jelas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun