Mohon tunggu...
Herulono Murtopo
Herulono Murtopo Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Sapere Aude

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Menjual Indonesia

12 November 2014   19:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:58 1439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Kesannya, pidato seperti penjaja, pedagang barang,"

"Mengomentari penampilan Jokowi, saya sulit sekali karena yang tampil itu sebagai Presiden atau Kepala BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal)?" kata Politisi Partai Gerindra, Desmond J Mahesa, menyindir penampilan Jokowi.

Sementara seniman kawakan, Ratna Sarumpaet mengetweet, "Kualitas Media! Yg dperhitungkan Dunia: Kekayaan INA @Jokowi_do2 cm alat y mereka ciptakan u rampok INA." (tribunnews.com)

Pidato Jokowi, sang presiden Indonesia, memang banyak dikritisi oleh berbagai kalangan di Indonesia. Karena banyak mendapatkan pujian di luar negeri, maka mereka terheran-heran. Masa pidato begitu saja dipuji-puji. Jangan-jangan ini memang trik mereka dari luar negeri untuk bisa menanamkan modalnya di Indonesia, dan dengan demikian mereka akan menjadi perampok-perampok kekayaan Indonesia.

Toh, yang namanya investasi itu dengan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Kalau paradigma ini yang mau dipakai, maka benarlah apa yang dulu digembargemborkan oleh kubu Prabowo Hatta yang dengan sarkastik mengatakan kubu Jokowi JK itu antek asing yang akan menjual kekayaan Indonesia kepada para pemilik modal asing alias investor. Sekarang, upaya untuk menjual Indonesia semakin kelihatan. Pidato Jokowi terlihat lebih sebagai makelarnya Indonesia daripada seorang presiden yang resmi.

Mungkin bayangannya adalah seperti Korea Utara yang menutup diri terhadap investasi asing. Sementara, kalau mau realistis, meskipun masih bisa didiskusikan lebih lanjut, kerja sama ekonomi lintas negara adalah hal yang sangat diperlukan. Indonesia butuh mempromosikan produk-produknya ke luar negeri, karena memang pasar di Indonesia masih sangat mengkhawatirkan untuk diandalkan. Masyarakat kita belum sepenuhnya mencintai produk-produk Indonesia. Mungkin termasuk produk presidennya. Hehehe... Kan presidennya banyak dikritik di dalam negeri, tapi dipuji di luar negeri. Dan sejauh saya mempelajari, presiden Jokowi tidak sedang mengundang perampok-perampok ke Indonesia. Tapi pemodal-pemodal yang diharapkan bisa terjadi simbiosis mutualisme. Saling menguntungkan.

Dalam kampanyenya, Sang presiden menginginkan adanya pembaharuan regulasi agar kontrak-kontrak kerja sama dengan investor luar negeri tidak merugikan negara Indonesia. Saya sendiri tidak ingin membela sang presiden, tapi membela rasionalitas. Mana yang lebih rasional, itulah yang semestinya memang kita dukung.

Dalam konteks ini, mempromosikan investasi di Indonesia untuk saat ini masih bisa diterima nalar publik. Asalkan disertai dengan regulasi yang jelas dan ditangani oleh orang-orang yang tepat dan tidak korup.

Profesor Soepomo, ketika sidang BPUPK tahun 1945 dalam pembentukan negara Indonesia, mengingatkan bahwa sistem apapun punya kelebihan dan kekurangan, sebagus apapun sistemnya kalau jatuh ke tangan orang yang salah bisa berbahaya untuk Indonesia. Demikian juga, sekarang, meskipun buruk dan mungkin banyak kekurangan, kalau pengelola negara ini memang 'amanah' saya kira akan lebih baik keadaannya daripada bila atuh ke tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun