Mohon tunggu...
Herulono Murtopo
Herulono Murtopo Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Sapere Aude

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

KPK dalam Pusaran Politik

15 Januari 2015   02:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:07 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bohong kalau KPK steril dari politik. Paling tidak itu sangat terlihat ketika sekarang Komjen Budi Gunawan ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka. Paling tidak pertanyaannya adalah kenapa baru sekarang dan kenapa hanya sang calon Kapolri yang saat ini diusulkan oleh sang presiden? Apakah memang sejak awal memang demikian adanya skenarionya, jadi diusulkan atau tidak sebagai Kapolri, KPK akan mengumumkannya sebagai tersangka? Saya sendiri sanksi.

Adalah tokoh-tokoh lain yang semestinya lebih dahulu mencuat di hadapan publik yang sampai sekarang belum ada terdengar tindak lanjut dari KPK. Mereka adalah calon-calon menteri yang gagal gara-gara diberi garis merah oleh pihak KPK. Meskipun, kasusnya Budi Gunawan sudah jauh lebih lama dibandingkan kasusnya para calon menteri yang kemarin, toh KPK semestinya juga menindaklanjuti atau mempertanggungjawabkan apa yang dulu menjadi rekomendasinya.Kan sekarang para calon menteri yang sedianya jadi menteri juga gagal gara-gara KPK? Sekarang nasib mereka justru menggantung. Jangan-jangan, nanti nasibnya akan serupa dengan Budi Gunawan. Begitu mau dipromosikan jabatannya, langsung ada pengumuman tersangka. Kasihan banget.

Memang yang memprihatinkan adalah aparat KPK yang masih sangat kurang untuk saat ini. Tapi apakah ini yang kemudian menjadikan KPK banyak menggantung nasib baik para tersangka maupun terlapor korupsi hingga tak kunjung jelas nasib mereka? Semoga saja alasan ini benar adanya dan tidak ada unsur politik di dalamnya dan mencari moment yang pas untuk menindaklanjutinya. Semoga saja yang dinamakan skala prioritas ini bukan sekedar prioritas politik, tapi sungguh-sungguh ada skala prioritas yang berkeadilan bagi semua.

Memang ada yang beda antara pengangkatan menteri dengan pengusulan calon kapolri ini. Yaitu bahwa yang satunya minta rekomendasi KPK dan yang satunya tidak. Maka menjadi menarik sebenarnya pertanyaan, mengapa untuk yang kedua ini sang presiden tidak meminta pertimbangan KPK. Apakah pak Jokowi sudah merasa yakin dengan 'kebersihan' calon yang diusulkannya? atau jangan-jangan ada faktor lain yang menjadikannya demikian, misalnya karena adanya titipan dari pihak tertentu yang tidak bisa ditolak oleh sang presiden? Kalau sampai perkiraan kedua ini yang terjadi, maka sesungguhnya ini memprihatinkan dan dalam arti tertentu memang menyakitkan.

Tapi bila yang terjadi adalah keyakinan sang presiden bahwa jagonya ini adalah orang bersih, maka memang sebaiknya presiden angkat bicara dan dalam arti tertentu membela pilihannya. Toh, tidak kurang dari internal kepolisian sendiri maupun dari IPW (Indonesian Police watch) melihat bahwa tokoh ini memang bersih. Sementara kalau yang terjadi adalah kandidat ini merupakan kandidat titipan, maka dalam prinsip moral minus mallum, langkah yang sekarang sudah tepat, meskipun harus menanggung resiko dicap sebagai orang yang nabok nyilih tangan.

Ada kemungkinan lain mengapa presiden Jokowi tidak meminta rekomendasi KPK dan hanya mengusulkan satu nama tunggal, mungkin ini memang bagian dari reformasi birokrasi untuk menyederhanakan yang semestinya sederhana. Kalau sudah pasti orangnya dan punya keyakinan sebagai orang yang integralitasnya diakui, mengapa harus berbelit-belit dengan mengajukan banyak nama dan minta rekomendasi. Ini kalau seandainya sang calon kapolri memang bersih.

Sementara itu, kalau memang benar bahwa sang calon kapolri ini memang ada kasus korupsi dalam bentuk gratifikasi, maka entah keputusan KPK itu punya motif politik atau tidak (dan seandainyapun punya saya rasa ini bukan sesuatu yang negatif), pengumuman sekarang menjelang diangkatnya bapak Budi Gunawan sebagai Kapolri adalah hal yang baik dan sebaiknya terjadi. Daripada menunggu nanti-nanti. Atau baru nanti setelah jadi Kapolri baru diungkit-ungkit kasus lamanya, lebih baik sekarang, sebelum semuanya terjadi pihak-pihak yang terkait meng-clear-kan dulu.

Memang ada dilema akhirnya, kalau saya membayangkan di pihak pak Budi Gunawan, mundur teratur dan menjernihkan keadaan atau maju dan membuktikan bahwa saya tidak bersalah. Pergulatannya adalah mengedepankan kepentingan bangsa dan negara atau kepentingan pribadi. Pasalnya, menjadi calon kapolri adalah tugas dari negara sedangkan membuktikan diri bahwa saya tidak korupsi adalah urusan pribadi. Dalam moralitas kewarganegaraan, tugas negara harus didahulukan. Meskipun dalam suasana yang ideal, mengklarifikasi dulu sembari maju. Tapi, suasana sekarang adalah pilihan.

Kalau mau jujur dan ksatria, sekaligus memiliki jiwa kebangsaan yang besar, calon kapolri ini sebaiknya memang mengklarifikasi seraya mempercayakan tugas yang diamanatkan kepadanya kepada orang yang benar-benar dia anggap mampu. Kepada dia, yang dia percayai, calon kapolri ini bisa menitipkan amanat itu, entah untuk sementara ataupun tetap.

Di balik ini semua, tentu kita tahu bahwa presiden Jokowilah yang memang memegang kendali dan kepadanya, banyak rakyat Indonesia menitipkan harapan akan terjadi perubahan untuk Indonesia yang lebih baik. Masalah tekanan politik, harus kita maklumi, siapapun dalam posisi itu ada dalam tekanan politik. Dan KPK, semestinya juga menjaga integritasnya sebagai lembaga anti rasuah yang ikut menjaga martabat bangsa dan negara ini. Maju terus KPK dan pak Presiden!!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun