Ketika saya masih kanak-kanak, guru mengaji saya selalu menanamkan bahwa di bulan Ramadan semua setan diikat. Mereka dirantai tidak boleh keluar. Efeknya, saya jadi berani ke belakang sendiri, berani berangkat mengaji sendiri. Pada saat itu, di daerah saya belum ada listrik. Menjelang Maghrib, ayah mulai menyalakan lampu petromak.Â
Mungkin di rumah-rumah kondisinya terang. Tetapi, di perjalanan menuju ke tempat Abah--sebutan guru ngaji berkebalikan. Tidak gelap gulita sih, namun bagi anak lima tahunan kondisi demikian cukup menyeramkan. Karena Abah selalu menanamkan kalau setan-setan tidak berani keluar di bulan Ramadan, keberanian saya muncul.Â
Seiring bertambahnya usia, Â saya menyadari ternyata yang dimaksud Abah bukan itu. Setan yang dimaksud ternyata bukan setan sesungguhnya. Secara visual menakutkan. Ternyata setan adalah karakter buruk/jahat yang ada dalam diri kita. Iri, dengki, rakus adalah penjelmaan setan. Pun perasaan marah.Â
Marah datangnya dari setan. Oleh karenanya, kalau kita marah segera sadari diri. Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda. " "Orang kuat bukan diukur dengan bertarung. Orang kuat adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah." (HR. Bukhari dan Muslim).
Nah, puasa pada dasarnya adalah pengendalian diri. Terhadap apapun. Termasuk marah. Seberapa kuat seseorang mengendalikan dirinya ketika marah bisa menjadi barometer kesuksesan puasa yang dilakoninya.Â
Lalu, apa yang harus kita lakukan ketika kita dalam kondisi ingin marah?Â
Pertama, diam dulu. Tenang. Tidak jarang dalam kondisi marah orang cenderung memproduksi kata-kata kotor yang menjadikan runyam sebuah hubungan. Jangan pernah memutuskan sesuatu ketika marah karena keputusan tersebut cenderung emosional.
Kedua, pindah posisi. Sebenarnya, mengubah posisi ketika marah merupakan petunjuk dan perintah Rasulullah Muhammad SAW. Nabi SAW bersabda, "Jika salah seorang di antara kalian marah ketika berdiri, maka hendaklah ia duduk. Apabila marahnya tidak hilang juga, maka hendaklah ia berbaring." (HR Ahmad).
Ketiga, berwudhu atau mandi. Menurut Syekh Sayyid Nada, penulis kitab Mausuu'atul Aadaab al Islamiyah, marah adalah api setan yang dapat mengakibatkan mendidihnya darah dan terbakarnya urat syaraf. "Maka dari itu, wudhu, mandilah. Apalagi jika mengunakan air dingin. Tentu ia dapat menghilangkan amarah serta gejolak darah.Â
Lebih enak lagi jika kita maafkan dan bersabar. Namun, tentunya ini tidak mudah. Kita harus belajar dan belajar untuk mengendalikan hawa nafsu yang selalu menyertai di mana pun kita berada.Â