Purbalingga---Â
      Daerah Purbalingga yang merupakan daerah eks--Karesidenan Banyumas menyimpan banyak sekali budaya nya. Mulai dari tradisinya, tata kehidupan bermasyarakatnya, hingga hiburannya. Tradisi yang sangat banyak ini membentuk kehidupan masyarakat yang rukun, tentram dan damai. Orang Banyumasan menghibur diri dengan alat musik khas yang mirip dengan angklung namun disusun seperti alat musik saron pada seperangkat gamelan. Alat musik tersebut yaitu bernama Calung. Alat musik calung biasa digunakan untuk musik hiburan seperti pengiring tarian, terutama tarian lengger banyumasan dan sebagai pengiring upacara adat. Alat musik Calung Banyumasan terdiri dari beberapa instrumen, antara lain yaitu gambang barung, gambang penerus, dhendem, kenong dan gong sebul, yang biasanya sering dimainkan sebagai pertunjukan untuk menyambut tamu daerah ataupun dipentaskan pada acara-acara pariwisata. Arti dari kata Calung pada Calung Banyumasan berasal dari Kata "Carang Pring Wulung" yang memiliki arti pucuk bambu wulung, ataupun "Pring Dipracal Melung-Melung" yang memiliki arti bambu diraut bersuara nyaring.Â
       Jenis laras yang selalu digunakan dalam pergelaran kesenian musik Calung Banyumasan ini adalah sama persis seperti laras pada Gamelan Jawa yang biasa kita kenal, antara lain yaitu laras pelog dan laras slendro, laras slendro itu sendiri memiliki tangga nada antara lain 1(ji), 2(ro), 3(lu), 5(mo), 6(nem), 1(ji), sedangkan tangga nada pelog antara lain 1(ji), 2(ro), 3(lu), mo(5), nem(6), 7(pi). Namun laras yang populer dan sangat berkembang di kalangan masyarakat Banyumas adalah penggunaan laras slendro, dan lagu -- lagu yang sering dinyanyikan dengan iringan Alat musik Calung Banyumasan ini merupakan salah satu lagu yang memiliki laras slendro. Kunci ritme dari alat musik Calung Banyumasan ini ditentukan oleh Alat Musik Kenong dan Gong Sebul, dan terkadang dalam tampilannya Calung Banyumasan juga menggunakan gendang atau kendang untuk melengkapi dan memperindah sajian lagu yang akan ditampilkan dan disajikan.
      Pada awalnya, Calung hanya terdiri dari satu alat musik, yaitu Calung. Kemudian, alat musik ini berkembang menjadi calung baru, calung menerus, dan nittiri. Pada zaman kemerdekaan, calung Banyumasan digunakan untuk mengiringi berbagai jenis musik, termasuk tembang, lagu, dan parikan.
       Orang-orang Banyumas tradisional pada mulanya hidup dalam kultur agraris dan sehari-harinya mereka akan memulai pekerjaan mereka dari pagi sampai siang hingga sore hari di sawah atau ladang untuk menggarap lahan pertanian dan pada sela-sela waktu istirahat, biasanya mereka akan mengisinya dengan memenuhi kebutuhan estetis dan terciptakanlah alat musik dari bambu. Mengapa dari bambu? karena tumbuhan bambu adalah bahan yang termudah dan banyak tumbuh di daerah Banyumas dan sekitarnya yang hanya menebangnya saja yang ada di kebun sendiri dan dijadikan alat musik Calung seperti saat ini. Biasanya mereka akan menabuh Calung  disela-sela waktu kerja istirahat mereka di sawah, sembari menikmati semilir angin dan mereka akan menabuh Calung sesuai dengan kehendak hatinya serta menabuh dengan berbagai cara secara naluriah saja. Tetapi beriringnya waktu, alat musik Calung mengalami perkembangan. Yang awalnya hanya dimainkan dalam satu orang kemudian ditambah satu alat musik seperti alat musik Calung Barung lalu Calung Penerus serta ditambahkan Gendang, Ketipung, Serta alat musik yang memiliki nada Lu(3), Nem(6), Ji(1) yang fungsinya untuk Nitiri. Dan selalu berkembang hingga Calung yang seperti saat ini.Â
      Keberadaan alat musik yang memiliki empat macam Calung ini, terus menerus dilestarikan hingga sampai masa kini. Dahulu ketika pascakemerdekaan,  Calung masih digunakan untuk pengiring tarian sampai dengan tahun 65 ketika terjadi pemberontakan G30SPKI. Pada saat tahun 1965, segala bentuk kebudayaan dan kesenian rakyat tidak boleh untuk dipentaskan. Tak terkecuali Kesenian Calung ini. Namun hingga saat ini, kesenian Calung masih terus eksis di wilayah Banyumas Raya. Sebab Calung merupakan cara masyarakat di Banyumas dalam mengekspresikan pengalaman musikal.Â
        Tentunya ada filosofi mendalam dibalik kesenian musik Calung ini. Yaitu kita diajarkan untuk selalu hidup bersama sama dan mengajari kita untuk tidak hidup egois. Sebab alunan dari alat musik calung ini tidak dapat harmonis jika hanya dimainkan oleh satu orang saja, tentunya kesenian Calung akan lebih indah jika dimainkan secara bersama sama. Kemudian Calung mengajari kita untuk selalu menghargai perbedaan, yaitu dicontohkan pada alat musik yang berbeda beda seperti bentuknya maupun tugasnya. Namun ketika semua alat musik dimainkan, maka akan tercipta harmoni yang indah. Dan Calung mengajari kita untuk selalu ingat kepada tuhan. Salah satunya tergambar pada penggalan lirik lagu "Eling-eling" yang kerap selalu dinyanyikan dalam kesenian Calung ini.
"Sabdane sang guru gatekna"Â
"Wong manungsa ngurip ngalam dunya"Â
"Mulane begjane sing eling lan waspada"