Mohon tunggu...
Hernanda Melia Cholis
Hernanda Melia Cholis Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Akuntansi

Melangkah ke depan dengan menjunjung tinggi kemanusiaan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Koruptor Musuh Masyarakat, Jangan Sampai Lolos!

20 Desember 2021   00:41 Diperbarui: 20 Desember 2021   00:56 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Baru-baru ini, Desember 2021, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan penerimaan pengaduan masyarakat mengenai dugaan korupsi sepanjang Januari hingga 1 Desember 2021 sebanyak 3.708 aduan. Provinsi DKI Jakarta merupakan wilayah aduan terbanyak atas dugaan korupsi yang terjadi dengan total aduan sebanyak 471 aduan.

Sebagaimana angka tersebut, tidak sedikit pimpinan dari berbagai perusahaan menilai kejadian fraud dan penyelewengan atas aset tersebut untuk kepentingan pribadi. Praktik fraud ini mengakibatkan kerugian finansial yang dapat memberikan risiko reputasi dari faktor internal perusahaan.

Optimalisasi peluang dan niat dalam memperkaya diri sendiri serta mendapatkan keuntungan pribadi sering terjadi pada pejabat-pejabat yang memiliki posisi atau jabatan yang cukup strategis, seperti kasus yang dilakukan oleh Harun Masiku, melibatkan peminggiran kesejahteraan masyarakat dengan melakukan tindakan korupsi. 

Harun Masiku ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap pada bulan Januari 2020 dengan menyuap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar memudahkan langkah sebagai anggota DPR. Sehingga Tim KPK melakukan operasi tangkap tangan atas perkara ini, namun Harun sudah menghilang sejak Operasi Tangkap Tangan (OTT) berlangsung yang menyebabkan tertundanya penangkapan oleh Tim KPK.

Selain kasus Harun Masiku, kasus yang dilakukan oleh Muhammad Nazaruddin yang merupakan Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang pada Juni 2011. Selama proses pemeriksaan, Nazaruddin berhasil melarikan diri ke luar negeri sebelum red notice dikeluarkan oleh pemerintah.

Dari kedua perkara ini, para koruptor memiliki kesamaan skema dalam menghadapi pemeriksaan kasus terhadap diri mereka, yaitu mereka sama-sama pergi ke luar negeri selama proses penyidikan. Hal ini sering dilakukan oleh para terduga koruptor untuk menghilangkan jejak agar mereka luput dari jeratan hukum di Indonesia. 

Bahkan mereka mempunyai kesempatan untuk menghilangkan barang bukti dari hasil tindak pidana korupsi tersebut, sehingga pada ujung-ujungnya kasus tersebut yang sedang ditangani oleh aparat penegak hukum terkesan berlarut-larut dan tak kunjung selesai.

Mari bicara mengenai pelarian tersangka koruptor ke luar negeri, tersangka dengan mudahnya melakukan perjalanan ke luar negeri pada saat pemeriksaan kasus mereka sedang berjalan pasti tidak luput dari peran para aparat penegak hukum yang  terkait. Tersangka dapat cara bekerja sama dengan para aparat penegak hukum yang berwenang dengan cara menyuap aparat tersebut, salah satunya adalah instansi yang berwenang menerbitkan dan/atau menghapus Daftar Pencarian Orang (DPO). 

Apakah dengan adanya kegiatan suap-menyuap dalam penghapusan nama dari DPO ini selama proses pemeriksaan merupakan hal yang patut didiamkan? Jelas tidak. Hal ini sangat mencederai rasa kepercayaan masyarakat terhadap para penegak hukum di Indonesia.

Berkenaan dari peristiwa tersebut, sebaiknya pemerintah dapat membuat peraturan atau regulasi dimana jikalau sudah ada bukti permulaan dan/atau Surat Perintah Dimulainya Penyelidikan (SPDP) yang diterbitkan terhadap seseorang yang terlibat dalam suatu kasus tindak pidana korupsi, maka kegiatan orang tersebut untuk bepergian keluar negeri atau pun keluar kota harus di cekal, dalam artian harus segera diterbitkan red notice terhadap orang tersebut. 

Sehingga nantinya untuk pemeriksaan terhadap orang tersebut dapat dilakukan secara maksimal dan menyeluruh, dan ini pun juga dapat meminimalkan resiko orang tersebut akan menghilangkan barang bukti. Karena tidak sedikit orang-orang yang akan dilakukan pemeriksaan atau sedang dalam tahap penyelidikan atau bahkan penyidikan atas indikasi tindak pidana korupsi pasti berpotensi akan melarikan diri ke luar negeri atau menghilangkan barang bukti agar kasus pemeriksaannya terhambat sehingga penyelesaian kasus tersebut akan berlarut-larut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun