[caption id="" align="aligncenter" width="542" caption="Lindungi diri anda dan keluarga yang anda sayangi dengan berasuransi.... (sumber : text.org)"][/caption]
Asuransi sudah menjadi kebutuhan dasar bagi masyarakat di berbagai negara. Sayangnya hal ini tidak berlaku di Indonesia. Menurut Swiss Re (reuters.com), penetrasi asuransi di Indonesia masih rendah. Nilainya hanya sekitar 1,77 persen dari PDB. Angka ini jauh lebih rendah dari negara tetangga seperti Singapura yang sebesar 6,03 persen atau Malaysia 4,8 persen. Selain itu, menurut Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) (kompas.com) pada Mei 2013, dari 240 juta penduduk Indonesia hanya sekitar 11 juta penduduk atau 4,5 persen yang memiliki asuransi jiwa individu. Kesadaran untuk sedia payung sebelum hujan rupanya masih minim. Padahal tingginya biaya hidup seperti biaya kesehatan, pendidikan dan lainnya seharusnya membuat masyarakat tergerak berasuransi. Pemahaman mengenai asuransi yang minim tampaknya menjadi penyebab.
Jenis asuransi yang tersedia di Indonesia sebenarnya cukup beragam. Hampir semua ada, mulai dari asuransi jiwa, kesehatan, pendidikan sampai kendaraan. Skemanya pun lengkap, baik asuransi konvensional maupun asuransi syariah.
Bicara mengenai asuransi syariah, umumnya orang beranggapan asuransi ini hanya terbatas untuk kalangan muslim saja. Anggapan ini ternyata keliru. Menurut Srikandi Utama, Head of Shariah PT Sun Life Financial Indonesia, 40 persen pemegang polis asuransi syariah yang diterbitkan perusahaannya adalah non muslim yang sebagian besar berdomisili di Bali. Melihat fakta unik ini, tentu menarik untuk mengenal lebih jauh tentang asuransi syariah dan keunggulannya sehingga mampu membuat kalangan non-muslim melirik asuransi yang jelas-jelas berlabel islam ini.
Sejarah Asuransi Syariah
Asuransi syariah meskipun relatif baru di Indonesia sebenarnya memiliki sejarah yang panjang. Asuransi ini pertamakali muncul di Sudan pada tahun 1979 dengan berdirinya perusahaan bernama Islamic Insurance Company. Pada tahun 1984, Malaysia mempelopori sebagai negara pertama yang memiliki undang-undang tentang asuransi syariah yang dinamakan Takaful Act. Setahun kemudian, Syarikat Takaful Malaysia muncul sebagai asuransi syariah pertama di Malaysia. Di Indonesia sendiri asuransi syariah diperkenalkan pada tahun 1994, dengan berdirinya Takaful Keluarga, dan terus berkembang hingga mencapai 45 perusahaan pada kuartal I-2014.
Apa Itu Asuransi Syariah ?
Pada dasarnya asuransi syariah adalah asuransi yang menerapkan prinsip saling tolong menolong dengan pola risk sharing (berbagi risiko) antara peserta asuransi yang dijalankan sesuai aturan syariah. Peserta menitipkan dana kepada perusahaan asuransi. Kemudian sebagian jumlahnya diikhlaskan untuk dikumpulkan menjadi dana bersama atau disebut dana tabarru' (tolong menolong). Dana tabarru' inilah yang akan digunakan untuk pembayaran klaim kepada peserta lain yang mengalami musibah.
Untuk memudahkan pemahaman, skema ini boleh dikatakan sedikit mirip dengan arisan, dimana peserta bersama-sama mengumpulkan uang arisan, kemudian di'kocok' untuk menentukan pemenangnya. Nah, pada asuransi syariah, yang mendapat uang 'arisan' adalah peserta yang terkena musibah. Pihak perusahaan asuransi dalam hal ini hanya bertindak sebagai administrator dan pengelola dana yang dititipkan oleh peserta.  Perusahaan asuransi syariah sendiri mendapatkan keuntungan dari biaya administrasi dan bagi hasil investasi yang sudah ditetapkan diawal. Peserta pada prinsipnya tetap  menjadi pemilik dana  yang dititipkan tadi. Sehingga apabila sewaktu-waktu peserta berhenti ditengah jalan, peserta masih berhak mendapatkan kembali dana yang dibayarkan setelah dikurangi dana tabarru' dan biaya administrasi.
Beda dengan asuransi biasa, dimana polanya adalah jual beli. Peserta membayar sejumlah dana untuk membeli polis yang dijual perusahaan asuransi. Polis ini adalah jaminan dimana perusahaan asuransi akan mengganti kerugian apabila pemilik polis terkena suatu 'musibah', entah mobil hilang, sakit kritis atau meninggal tergantung asuransi yang dibeli. Jadi istilah kerennya ada transfer risiko dari pemilik polis kepada perusahaan asuransi. Konsekuensi dari jual beli adalah ada yang untung ada yang rugi. Perusahaan asuransi 'untung' ketika peserta tidak terkena musibah, karena perusahaan tidak perlu membayar klaim kepada pemilik polis. Sedangkan pemilik polis 'rugi ' karena uang yang dibayarkan 'hangus' begitu saja.
Keunikan lain dari asuransi syariah adalah perusahaan asuransi syariah dalam hal teknis operasional dan pengelolaan investasi harus mengikuti aturan syariah. Kepatuhan perusahaan menjalankan aturan syariah akan diawasi khusus oleh Dewan Pengawas Syariah, selain Otoritas Jasa Keuangan sebagai regulator industri keuangan. Sehingga dana yang dikelola terjaga kehalalannya. Investasi yang dilakukan perusahaan asuransi syariah haruslah ditempatkan pada instrumen investasi yang dijamin kehalalannya. Lain halnya dengan asuransi konvensional yang bebas mengelola dana tersebut, karena pada prinsipnya dana yang dibayarkan peserta asuransi sudah menjadi milik perusahaan asuransi.