Suatu hari saya bertanya kepada para keponakan yang kebetulan sedang berkumpul di rumah salah seorang kakak (jumlah keponakan 6 orang, dengan umur beragam), "Apa cita-citanya kalau sudah besar?"
Jawabannya sudah pasti seperti anak-anak kebanyakan, Jendral, Dokter gigi, Koki, dan Artis (ini beneran loh... pengen jadi artis, maminya sampai kaget hahahaha...), dan merekapun ribut sendiri mengenai cita-cita siapa yang paling hebat (terakhir ada yang memiliki cita-cita lebih dari 1, dokter gigi, artis, dan magician fiiuuuuhhhh).
Beberapa saat kemudian, keponakan yang terkenal paling cerewet dan paling lincah, bertanya "Tan.. Cita-cita nya apa sih?", lalu saya menjawab "oohhh waktu kecil tante pengen jadi petugas pemadam kebakaran", lalu keponakan saya bertanya lagi, "bukan waktu kecil, sekarang tante cita-citanya apa?" wah ini pertanyaan yang sederhana, tetapi memerlukan waktu panjang untuk berpikir, akhirnya dengan sok keren saya menjawab "rahasia", secara otomatis saya mendapat sorakan buuuuu panjang dari keponakan "tante curang ah".
Pertanyaan ini, seperti mengingatkan saya tentang arti penting sebuah cita-cita.
Memiliki cita-cita, sama dengan memiliki tujuan, memiliki tujuan sama dengan melakukan usaha untuk sampai ke tujuan tersebut, dan usaha yang dilakukan adalah proses yang akan membentuk kepribadian.
Hmmm... disini saya mengerti, bahwa mimpi, dan cita-cita sebetulnya ditanamkan sang pencipta agar kita, bertahan dalam proses pembentukan bagi keindahan kepribadian.
Sayangnya, tidak semua orang berpikir seperti ini, ada yang terlalu takut bermimpi (menganggap memiliki mimpi adalah salah), ada yang mengatakan "cita-citanya jangan ketinggian, kalau tidak tercapai sakit nantinya", ada yang mencemooh orang-orang yang memiliki cita-cita besar.
Sayangnya juga ada yang menghalalkan segala cara agar cita-citanya tercapai.
Lalu diusia saya yang sudah tidak muda ini, apa cita-cita saya...?
Selama 10 tahun ini, mencapai target perusahaan adalah cita-cita saya.
Hmmmm.... tapi itu terasa seperti kewajiban, dan agak sulit menjelaskan kepada keponakan saya nantinya(hehehehehe...).
kemudian saya bertanya kepada diri sendiri, kenapa saya tidak memiliki cita-cita yang besar saat ini? apakah mungkin saya menghindari "proses" menuju kesana? ataukah bertambahnya umur terlihat sebagai suatu hambatan? ataukah melihat kemungkinan gagal yang memiliki peluang lebih besar? ataukah malu "dianggap terlalu ambisius dan tidak bersyukur dengan keadaan saat ini"?
Hmmm... baiklah jika keponakan saya atau anda bertanya "Apa cita-cita saya sekarang" dengan yakin saya akan menjawab "Menjadi Menteri pariwisata....."
MS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H