Mohon tunggu...
Hermiyani Hermiyani
Hermiyani Hermiyani Mohon Tunggu... -

klein aber fein :)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

KZ Gedenkstaette, Saksi Bisu Sejarah Kejamnya Nazi

13 Juni 2013   21:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:04 1211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1371136284883809960

[caption id="attachment_267638" align="aligncenter" width="640" caption="KZ Gedenkstaette, Dachau, Germany"][/caption] Größere Kartenansicht https://soundcloud.com/hermiyani/kz-gedenkstaette http://www.youtube.com/watch?v=wWj8NL38Bsg

Siapa yang tak mengenal sejarah tentang Nazi? Perang Dunia II yang disebut-sebut keji itu salah satunya dipimpin oleh adikuasa Jerman, Adolf Hitler, tersebut telah menyisakan luka mendalam bagi seluruh dunia, khususnya bangsa Yahudi dan Jerman sendiri. Bahkan hingga kini, sisa-sisa kekejaman Nazi seperti museum, barak konsentrasi, tempat-tempat bersejarah tersebut masih digunakan untuk dokumentasi atau bahkan dijadikan film seperti Schindler’s List dan The Boy in the Striped Pyjamas.

Dalam kedua film tersebut, terlintas di benak kita bagaimana kondisi kamp konsentrasi atau barak konsentrasi dari para tawanan Nazi. Pria dan wanita dipisahkan, tidak peduli bagaimana kondisi fisik dan umur, semua dipekerjakan bak binatang dan setiap saat dapat diperlakukan keji bahkan dibunuh.

“Saya tidak mau ke tempat-tempat peninggalan Nazi seperti barak konsentrasi. Itu menyisakan luka tersendiri bagi saya, karena dulu keluarga saya juga pernah ditahan oleh Nazi,” kata Andrej Kulesch (25), seorang Belarusia, yang sempat tinggal di Jerman.

Ade (27), seorang Indonesia yang tinggal di Jerman, tidak menyetujui jika barak konsentrasi dijadikan museum.

“Saya tidak setuju jika Kamp Konsentrasi nya Nazi di jadikan Museum. Alangkah baiknya, jika  yang dinamakan museum adalah tempat untuk mengenang sejarah yang indah saja. Ini kan pembunuhan masal yang melibatkan matinya 6 juta lebih orang Yahudi,” kata Ade.

Memang bagi orang-orang Yahudi maupun orang-orang yang keluarganya pernah ditawan oleh tentara Nazi, melihat sedikit pun peninggalan Nazi, membuat mereka sakit hati. Tapi tak salah jika kita mau berziarah dan mengenang saat kejam itu, sehingga menjadi pelajaran untuk tidak mengulangi kejadian keji tersebut.

Terletak di sebuah kota kecil di Jerman Barat, Konzentrationslager (KZ) atau barak konsentrasi Gedenkstaette di Dachau ini mengundang misteri untuk coba dikunjungi. Jika melihat di peta, kita akan dapati sepetak tanah cukup luas yang ternyata dulunya adalah tempat bagi para tentara Nazi untuk menahan orang-orang di luar ras terpilih, yaitu Jerman.

Bayangan tentang bagaimana orang-orang dalam film Schindler’s List dan The Boy in the Striped Pyjamas mulai terlintas saat sekilas tampak dua buah garis panjang di tanah luas tersebut. Rasa penasaran semakin bergejolak, rasanya tak puas hanya melihat dalam sebuah peta.

Saat itu cuaca di Dachau tidak begitu terik, perjalanan kurang lebih 30 menit dari Baar Ebenhausen menggunakan mobil pun tidak begitu terasa lama karena jalan-jalannya yang lengang. Sesaat kemudian kami tiba di tempat parkir mobil di KZ Gedenkstaette. Tidak menyangka ada di sini, di parkirannya saja sudah membuat jantung berdegup kencang dan pikiran berkecamuk.

“Ada apa di sana? Bagaimana kondisinya? Apakah menyeramkan? Banyak turis yang datang juga tidak ya?”

Pertanyaan-pertanyaan itu sekelibat muncul dalam benak, karena maklum saja, menjajal untuk menjadi tawanan Nazi memang mengerikan dan menantang. Apalagi jika kekejaman tentara Hitler itu sudah tertanam melalui film-film garapan Amerika Serikat sana.

Ternyata cuaca yang cukup cerah membuat langkah tetap tegap untuk masuk ke dalam barak konsentrasi tersebut. Dengan membayar tiket masuk yang tidak mahal, atmosfer yang mengerikan saat melihat sebuah tembok yang diukir dengan nama-nama korban dari tentara Nazi itu sudah bisa dirasakan.

Pengunjung harus berjalan cukup jauh untuk masuk ke dalam barak konsentrasi Gedenkstatte. Di sepanjang jalan sebelum ke barak konsentrasi tidak didirikan bangunan apapun. Kondisinya dibiarkan seperti hutan, mungkin agar nuansa seperti saat itu tidak hilang.

Hingga akhirnya, sebuah gerbang besar bertuliskan “Arbeit Macht Frei” tampak di depan mata. Di sekelilingnya dibangun sebuah tembok besar, serta pagar duri untuk menjaga agar para tawanan tidak kabur keluar. Memasuki area penahanan tersebut, ada beberapa bangunan yang sengaja tidak dirombak untuk dijadikan museum. Tapi sayangnya, banyak barak tempat tinggal para tahanan sudah dibongkar dan hanya disisakan 2 bangunan saja.

Masuk ke gedung utama, banyak sekali barang-barang peninggalan para tahanan maupun para tentara Nazi. Semua barang-barang dipanjang dalam lemari kaca dan diberi keterangan dengan bahasa Jerman dan Inggris. Untuk orang-orang yang tidak bisa berbahasa Inggris dan Jerman, disediakan sebuah alat penerjemah, pengunjung hanya tinggal memasukkan kode dan mendengarkan dari alat tersebut.

Ternyata tidak hanya memajang barang-barang sejarah saja. Ternyata bangunan utama tersebut menyimpan banyak cerita. Ada tempat-tempat yang tidak diperbaiki, agar pengunjung tahu bagaimana kondisi bangunan itu pada saat Nazi berkuasa. Ada tempat untuk mandi bagi para tahanan Nazi. Tempat untuk menggantung para tahanan untuk disiksa, tempat tidur kayu untuk menyiksa dan memukul para tahanan Nazi, serta tempat-tempat lainnya yang jika dibayangkan akan membuat kita bergidik.

Di depan bangunan utama, ada dua buah bangunan berdiri sejajar, luruh jaus di belakangnya, ada bangunan berbentuk tabung. Ternyata dua bangunan itu adalah barak tempat tinggal para tahanan Nazi. Hanya disisakan dua buah barak saja, tapi saat masuk ke dalam barak itu sudah cukup membuat kita ngeri.

Ada tiga bagian dalam barak tersebut, tempat tidur para tahanan, sebuah aula, dan wc. Sepi dan sunyi, bayangan dalam film Schindler’s List mulai muncul saat melihat tempat tidur para tahanan Nazi. Ada yang hampir meninggal karena sakit, ada yang sudah meninggal, dan pakaiannya diperebutkan untuk menjaga dari musim dingin. Memang sungguh tragis kondisi saat itu.

Di belakang barak tempat tinggal, ada tiga buah gereja dengan bangunan yang berbeda bentuknya. Ada gereja untuk Kristen Protestan, Kristen Ortodoks, dan untuk orang Yahudi sendiri. Di samping gereja, ada sebuah jalan kecil. Jalan itu menuju tempat pembantaian para tahanan Nazi. Ada gas chamber dan ruang krematorium.

Sungguh ngeri rasanya memasuki gas chamber. Perasaan takut kembali datang ketika masuk ke dalam ruangan yang pengab dan penuh lubang di bagian langit-langitnya untuk jalan gas beracun. Ingin rasanya cepat keluar dari ruangan itu.

Bagaimana pun juga, walaupun sudah menjadi museum, tetap saja ngeri berada di dalam gas chamber. Di depan gas chamber, ada ruangan krematorium. Di ruangan itulah mayat-mayat para tahanan Nazi dibakar dengan keji.

Sungguh miris melihat kondisi kedua ruangan itu. Dengan mudahnya nyawa orang hilang dalam sekejap. Tapi jika dilihat dari kondisinya, tak banyak turis yang mau masuk ke dalam dua ruangan tersebut.

Tempat peninggalan Nazi memang menyisakan berjuta cerita. Banyak kisah yang belum tergali yang sebenarnya menjadi saksi sejarah umat manusia. Dengan adanya museum barak konsentrasi ini, diharapkan tidak ada Hitler-hitler baru yang muncul di dunia. “Never Again”, jangan ada lagi kisah-kisah penyiksaan sesama umat manusia terjadi kembali.(Hermi)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun