Belum lama ini saya terkejut membaca sebuah katalog salah satu multilevel marketing terkemuka di Indonesia, ternyata hasil pertanian yang pada asalnya tidak memiliki nilai jual tinggi bahkan jika di selling ke tengkulak harganya cukup jauh, namun setelah hasil bumi itu di kelola oleh sebuah perusahan kecil dan menengah (UKM), harganya bersaing dengan produk yang sudah go nasional, apa yang menyebabkan ini?
Pertama petani sangat membutuhkan media parter untuk mengelola hasil buminya, meskipun telah banyak program-program pendidikan yang diberikan, hal itu tidak mengubah cara berfikir petani yang kebanyakan hanya berorientasi padaproduce tanpa memperhatikan keberlanjutan hasil buminya.
Pada beberapa perbincangan langsung dengan petani, kesimpulan yang dapat di tarik adalah petani tak mampu mencari relationship dalam menjual hasil buminya, lagi-lagi masalah markting terus membayangi petaniyang mayoritas dari keseluruhan penduduk Indonesia.
Tidak terbatas pada perjanjian parterisasi saja, pada umumnya petani membutuhkan pembinaan selama penanaman. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hasil bumi yang akan dihasilkan, pembinaan ini dimulai dari persiapan bibit, penanaman, pemeliharaan sampai panen dan bagaimana pengelolaan pasca panen. Setelah itu pengelolaan hasil bumi dapat di serahkan kepada perusahaan dengan tenaga kerja penduduk setempat.
Hal yang perlu diperhatikan dalam rangka meningkatkan nilai jual hasil bumi tersebut adalah kerjasama dengan perusahaan yang telah terpercaya, secara tidak langsung konsumen pun menyadari betapa harsnya membeli produk dari perusahaan yang kompeten, selain itu merk yang menjanjikan kepuasan, mengapa merk adalah yang utama. Karena merupakan daya tarik pertama. Bagaimana anda mau membeli produk jika dihadapan anda terpampang nama dagang “ keripikemboh” apa yang anda fikirkan jika “ keripik Qe-tello Java”. Tak pelak juga kemasan menjanjikan pasaran.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI