Masyarakat koperasi Indonesia menunggu Undang Undang baru, bukan hanya karena muatan aturan dalam Rancangan Undang-undang (RUU) mampu menjawab keinginan masyarakat perkoperasian, namun lebih pada adanya kepastian hukum terutama bagi anggota koperasi yang selama ini selalu menjadi korban  setiap kali koperasi bermasalah.
Undang-undang Koperasi No. 25 tahun 1992 selain tidak relevan dengan perkembangan dan tuntutan koperasi pada sama sekarang, juga mengandung ketentuan yang lemah dalam mencegah terjadinya kejahatan keuangan, praktek tata kelola yang tak bertanggungjawab atau praktek pseudokoperasi yang seolah-olah koperasi atau ijinnya koperasi namun prakteknya bukan koperasi.
Menteri Teten Masduki meninggalkan pekerjaan rumah yang belum selesai. Kegagalan Undang Undang Koperasi melindungi anggota Koperasi pada kasus KSP Indosurya dan KSP Sejahtera Bersama harusnya menyadarkan para wakil rakyat di DPR RI menjadikan Undang Undang Koperasi yang baru menjadi prioritas dengan segera membahas dan mengesahkannya, apalagi Surat Presiden telah disampaikan kepada DPR Oktober 2024 ini.
Di dalam RUU Perkoperasian nampak aturan yang memberikan perlindungan bagi anggota jauh lebih baik dibanding Undang Undang yang masih berlaku sekarang. Tindakan Pengurus yang koruptif atau mengelola koperasi secara tak bertanggungjawab tanpa memperhatikan pada aspek kepatuhan, resiko dan kesehatan keuangan yang berakibat timbulnya kerugian bagi koperasi dan anggota, telah diatur dengan lebih tegas dan jelas.
Pada Undang Undang Perkoperasian Nomor 25 tahun 1992, secara naratif sanksi bagi Pengurus baik sendiri atau bersama-sama menimbulkan kerugian hanya diatur dalam 1 pasal saja yaitu pada pasal 34. Itupun tidak secara tegas menyebut bahwa Pengurus yang sengaja melakukan kerugian pada Koperasi dapat dituntut secara pidana. Sementara pada RUU Perkoperasian yang baru sanksi terhadap Pengurus yang dalam mengelola Koperasi telah menimbulkan kerugian bagi Koperasi akan menerima sanksi berupa penggantian kerugian serta sanksi pidananya. Dalam RUU diatur secara khusus ketentuan Pidana pada Bab XIIB dalam 10 pasal.
Sepanjang Undang Undang baru belum ada sebagai pengganti Undang Undang Nomor 25 tahun 1992, maka potensi terjadinya kasus yang merugikan anggota akan terus berulang. Seperti yg baru saja terjadi terhadap anggota Koperasi Credit Union Melania Bandung dimana Koperasi gagal membayar senilai 210 Milyar kepada anggotanya (tempo.co, 12 Juni 2024).Â
Oleh karenanya Menteri Koperasi yang baru harus dapat menyakinkan mitranya yaitu DPR RI untuk segera membahas RUU Perkoperasian. Sehingga dalam waktu tidak terlalu lama, masyarakat koperasi Indonesia segera memiliki Undang Undang Koperasi yang baru yang lebih mampu melindungi koperasi dan anggotanya. Sehingga koperasi benar-benar menjadi sarana mencapai kesejahteraan bersama bukan sebaliknya menjadi sarana yang justru merugikan bagi Koperasi dan anggotanya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H