Mohon tunggu...
Hermawan
Hermawan Mohon Tunggu... Lainnya - Unnes

Memiliki ketertarikan mengenai jurnalistik penulisan kreatif dan ilmu sejarah

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Dinamika Kehidupan Pers era Orde Lama

20 Desember 2024   06:36 Diperbarui: 20 Desember 2024   06:36 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada masa sekarang media massa atau pers dapat dengan mudah diakses baik melaui gawai maupun surat kabar. Hal tersebut berbeda dengan masa lampau yang dimana informasi penyebarannya tidak secepat pada masa sekarang, penyebaran berita tersebut baik yang asli maupun hoax. Media masa memiliki andil penting dalam setiap peristiwa yang selalu menampilkan informasi untuk membentuk perspektif tertentu. Pers pada masa demokrasi liberal pers menikmati masa bebas serta tidak memiliki persyaratan yang rumit dalam penerbitannya.

Pada awal tahun 1950-an merupakan sebuah masa yang "optimisme" dalam proses mewujudkan "demokrasi" di Indonesia. Makna dari masa optimisme tersebut mengakar dari karena pada masa sebelumnya-sejak proklamasi kemerdekaan-gambaran tentang masa depan demokrasi tersebut masih belum menentu (Ali,1993). Masa setelah kedaulatan Indonesia pada akhir tahun 1949 kemudian masyarakat Indonesia memiliki tanda semangat euphoria tentang apa itu makna kemerdekaan. Pers yang menjadi sebuah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, kehidupan yang demokratis pada masa itu kemudian disikapi denga langkah-langkah untuk mengekpresikan atau menunjukkan kebebasan kepentingan dan orientasi masing-masing surat kabar. Pandangan dan sikap pers yang pada masa itu bersifat "demokratis-liberal" kemudian pada kelanjutannya banyak yang memiliki hadapan dengan para kepentingan politik penguasa yang memiliki kehendak atau tujuan untuk mengelola pemerintahan yang efektif dengan tanpa banyak gangguan atau batu sandungan dari beberapa pihak, termasuk dalam hal ini pers. Kehidupan pers pada era demokrasi liberal ditandai dengan wartawan yang memiliki kebebasan dalam menerbitkan surat kabar. Pada masa tersebut dapat dikatakan bahwa siapapun yang mempunyai modal, baik berupa uang, tidak berasal dari golongan manapun memiliki ideologi tertentu dengan tidak diperlukannya izin dari pihak manapun yang dapat menerbitkan surat kabar. Pada masa itu pemerintah mendorong usaha penerbitan pers dengan menggunakan beberapa cara yaitu dengan memberikan modal, baik subsidi kertas koran, alat-alat cetak da berlangganan setiap surat kabar yang terbit (Sjahril & Sjureich 1971:127). Pemerintah yang berusaha dalam mengembangkan pers memiliki kaitan dengan kebutuhan dalam mendapatkan informasi dan pandangan yang menguntungkan bagi kepentingan dan kebijakan politik pemerintah Indoneisa yang di tengah-tengah masih hidupnya beberapa surat kabar asing seperti pers Belanda maupun pers Cina yang memiliki suara dan orientasi kepentingan politiknya masing-masing. Pers-pers yang ada pada masa ini seperti yang telah disinggung diatas merupakan sebuah lanjutan dari pers yang sudah ada pada masa revolusi, selain itu juga ada pers yang lahir setelah masa tahun 1950-an. Beberapa pers pada masa itu bahkan ada beberapa yang sudah ada pada masa kolonial. beberapa surat kabar seperti Berita Indonesia, Pedoman dan Indonesia Raya di Jakarta; Kedaulatan Rakjat, Merdeka Suara Rakjat dan Djawa Post di Surabaya;Waspada di Medan, Haluan di Padang; serta Pedoman Rakjat di Makasar, beberapa contoh diataas merupakan pers yang terbit atau lahir sejak revolusi Indonesia yang terjadi pada tahun 1945-1949. Kemudian pers yang lahir pada tahun pada medio tahun 1950-an beberapa diantaranya yaitu Suara Merdeka yang berada di Semarang, Pikiran Rakjat yang berada di Bandung, Surabaya Post yang berada di Surabaya, selain itu juga ada beberapa pers yang masih terbit pada tahun 1950-an pers yang sudah ada sejak zaman kolonial seperti Pemandangan dan kantor berita Antara di Jakarta;Sipatuhan di Bandung; dan Suara Umum di Surabaya (Sjahril & Sjureich,1971:181-258; dan Soebagijo I.N., 1977:29-34). Unsur-unsur tersebut memiliki sambungan dari masa lalu dan pengalaman pada masa revolusi di lain sisi, dengan suasana demokratis pada zamannya kemudian memeberikan tempat pada kehidupan dan pandangan pers yang memiliki semangat dan bebas pada tahun 1950-an. Pada tahun 1950-1960-an pers terdapat beberapa keunikan, keunikan tersebut terdapat pada munculnya surat-surat kabar yang memiliki hubungan sebagai corong atau tempat media dari suatu kelompok kekuatan politik tertentu. Hal tersebut kemudian ditandai dengan munculnya kekuatan politik dari berbagai kalangan, golongan nasionalis, golongan agama, golongan komunis dan tentara. Golongan-golongan yang ada tersebut kemudian masing-masing pada tahun 1950-an mempunyai media yang memiliki arah dan tujuan untuk kepentingan masing-masing. Pers-pers tersebut seperti surat kabar Harian Abadi yang dimiliki Masyumi, Suluh Indonesia milik PNI, surat kabar Duta Masyarakat milik NU, surat kabar Harian Rakjat dan Warta Bakti yang dimiliki PKI, kemudian pada tahun 1960-an TNI-AD memiliki surat kabar harian yaitu Angkatan Bersendjata dan Berita Yudha. Kemudian berita dan opini yang dilontarkan oleh pers merupakan salah satu kepanjangan dari kebijakan program kekuatan politik yang menjadi pendukungnya. Persaingan-persaingan tersebut diantara pers-pers yang ada diantara kekuatan-kekuatan politik yang ada pada tahun 1950-1960 juga tergambarkan dalam "perang pena dan perang suara" pada surat-surat kabar yang dimiliki. Selain terdapat surat kabar yang memiliki arah/tujuan tertentu terdapat juga surat kabar yang memiliki arah kepada independen, indipenden tersebut kemudian memiliki arti pada surat kabar yang tidak mempunyai/memiliki ikatan formal dengan kekuatan politik manapun namun pers tersebut kemudian muncul sebagai personal jurnalism yang memiliki arti yaitu sebuah jurnalisme yang secara signifikan tampil di muka khalayak dengan suara atau pandangan dari idealisme pemimpin redaksinya (Suwirta, 2004:392). Pers-pers independen tersebut dalam menjalannkan sehari-hari dalam menerbitkan surat kabar tidak terlepas dari pemimpin redaksi yang merupakan kepala dari surat kabar tersebut, namun juga tidak terlepas dari redaksi yang ada pada surat kabar tersebut.

Daftar Pustaka

Andi Suwirta. (2008). Dinamika Kehidupan Pers di Indonesia pada Tahun 1950-1965: Antara Kebebasan dan Tanggung Jawab Nasional. Sosiohumanika, 1 (2)

Harry Farinuddin.(2023). Pemberitaan Surat Kabar Berita Yudha dalam Melawan Propaganda Komunis Setelah Gerakan 30 September 1965. Jurnal Sejarah Vol 5 No 2 Hal 63-87

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun