Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tertawan....

1 Februari 2024   15:50 Diperbarui: 1 Februari 2024   15:56 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
httpspixabay.comidphotoskatak-kurungan-terkunci-sedih-1247177

Mengawali bulan Pebruari di tahun dua ribu dua puluh empat rasanya membuat sebuah pengharapan. Apalagi setelah semalam melakukan otentikasi untuk absen secara digital melalui aplikasi taspen dan pagi-pagi buta melihat uang pensiunan sudah masuk rekening. Ditambah lagi hari-hari yang biasanya tertutup mendung, pagi ini matahari bersinar cukup terang, sehingga membuat hati berbunga-bunga.

Seperti biasa setelah melakukan prosesi rutin setiap pagi, isteri penulis tiba-tiba mengingatkan kalau pagi ini ada jadual bezoek seorang kawan, yang kemarin harus dirawat di sebuah rumah sakit di kota Semarang yang berada tidak jauh dari simpang lima. Sebuah kejadian yang tidak terduga karena tanpa aba-aba, kaki bagian kanan dari pinggang sampai telapak kaki berasa kaku dan lemah sehingga tidak bisa menopang tubuhnya. Dan tidak ada pilihan lain bagi kawan penulis ini, selain harus segera dibawa ke rumah sakit. Itupun kursi mobilnya harus direbahkan layaknya tempat tidur. Karena kawan ini sudah tidak lagi sanggup duduk secara normal.

httpspixabay.comidillustrationskeputusan-pilihan-jalan-1697537
httpspixabay.comidillustrationskeputusan-pilihan-jalan-1697537

Memang setiap hari di setiap saat, semuanya bisa diperhadapkan dengan pilihan-pilihan yang mau tidak mau, suka tidak suka harus segera diambil keputusan. Entah di dalam ruang lingkup pekerjaan, rumah tangga, keuangan, kesehatan ataupun hal lain. Selain itu, bisa jadi terkadang diperhadapkan juga dengan rasa kebingungan saat mau mengambil keputusan. Apakah putusan diambil dari suara mayoritas atau minoritas pada saat berdiskusi dengan keluarga bahkan mungkin dengan anggota komunitasnya. Atau apakah putusan diambil dari lubuk hati yang paling dalam dirinya sendiri. Karena bukan tidak mungkin di saat salah mengambil keputusan, bisa mengakibatkan diri ini seolah tertawan dengan prosesi luka hati sepanjang waktu.

Sejenak kawan penulis bercerita tentang kasus sakitnya dari awal. Kawan ini juga segera mengambil keputusan secara cepat untuk memperoleh  diagnosa yang lebih pasti dengan melakukan tindakan Magnetic Resonance Imaging atau yang lebih dikenal dengan MRI. Karena boleh dikatakan tindakan MRI adalah semacam scanner yang mampu melihat hingga ke bagian organ dalm tubuh manusia, dengan menampilkan citra dari struktur rangka tubuh atau organ dalam pasien. Dari hasil ini dokter akan mendapatkan gambar bagian tubuh pasien yang dipindai untuk menentukan langkah tindakan medis selanjutnya.  

httpspixabay.comidvectorsmri-radiologi-mesin-pemindai-7639120
httpspixabay.comidvectorsmri-radiologi-mesin-pemindai-7639120

Saat kami berbincang tentang hasil MRI mengenai kondisi bantalan tulang yang ada pada persendian yang diktehui sudah sobek, dan tidak bisa diobati selain dengan operasi mengganti bantalan sintetis yang akan menelan biaya jutaan. Atau dengan cara fisioterapi yang dilakukan untuk menjaga kestablian tubuhnya. Sambil matanya menerawang ke langit-langit kamar, kawan penulis ini juga mengatakan, kalau sudah dilarang naik turun tangga, membungkuk apalagi menahan beban berat dengan tumpuan kaki kanan. Bahkan untuk naik turun naik mobilpun dilarang.

Ketidaksiapan seseorang saat mengalami keterbatasan dalam hidupnya karena sakit penyakit, seakan membawa hidupnya di dalam kegelapan yang terus menerus. Karena bagaimanapun kesiapan seseorang dalam imannya kepada Sang Khalik, bisa saja mendadak jatuh dan merasakan sebuah keputus-asaan yang sepertinya tidak ada lagi pengharapan, dengan kondisi fisik yang tiba-tiba menjadi terbatas pergerakkannya.

httpspixabay.comidvectorsjatuh-pria-muda-vektor-udara-2705600
httpspixabay.comidvectorsjatuh-pria-muda-vektor-udara-2705600

Sambil melihat suasana kota Semarang lewat celah kordyn di lantai sebelas dengan sinar matahari yang menyengat, mendadak penulis teringat sebuah kalimat yang bisa menguatkan. Bahwa manusia tidak berkuasa untuk menentukan jalannya, dan orang yang berjalan tidak berkuasa untuk menetapkan langkahnya. Karena semua sudah ada yang mengatur hidup manusia, yaitu Tuhan Sang Pencipta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun