Ini mungkin untuk kesekian kalinya, penulis diingatkan akan tindakan teledor yang bisa merugikan sekaligus membahayakan. Memang rasanya sebuah hal yang sepele karena itu sudah menjadi tugas rutin setiap malam. Sebelum tidur penulis selalu memeriksa dan mengunci semua pintu-pintu rumah. Dan karena sesuatu hal yang biasa dilakukan, akhirnya penulis merasa terjebak dalam rutinitas.
Seperti tadi malam, di tengah enak-enaknya tidur, penulis dibangunkan isteri yang baru saja habis dari kamar mandi. Dia bilang, pintu depan rumah belum terkunci. Antara sadar dan tidak sadar, penulis mencoba menjawab dengan nada menyangkal. Tadi sudah terkunci koq. Mungkin karena pengaruh faktor usia atau karena sekarang mudah lupa, tanpa sadar seringkali penulis diingatkan oleh isteri kalau sudah melakukan hal yang bisa membahayakan.
Jadi tadi malam akhirnya terjadi sedikit perdebatan. Karena penulis merasa sudah mengunci pintu rumah. Dan tentu saja mencoba menyangkalnya dengan jumawa. Di lain pihak isteri juga menunjukkan bukti yang ada bahwa pintu rumah memang belum terkunci. Akhirnya demi sebuah kebenaran dan menghentikan perdebatan yang berkepanjangan, penulis akhirnya mengalah untuk diam, dan kembali menarik selimut untuk melanjutkan tidur.
Memang di dalam menjalani kehidupan dengan keseharian yang berjalan silih berganti banyak hal bisa terjadi. Bukan hanya tragedi di dalam rumah tangga, yang membikin banyak penyangkalan.Baik oleh su, isteri bahkan juga anak-anak kita. Sama halnya yang sekarang banyak terjadi di sekeliling kita bukan ? Entah dalam kategori suap menyuap, tindakan korupsi, entah juga dalam ranah nepotisme. Semuanya dengan kompak serempak menyatakan penyangkalannya demi keselamatan masing-masing.
Yang jelas, saat dalam situasi terpojok, kita tentu akan berusaha mencari aman, dengan nada pertama yang kita keluarkan dari lidah bibir kita adalah penyangkalan. Sekalipun dalam lubuk hati yang paling dalam kita menyadari bahwa kita sudah melakukan hal yang tidak benar dan bertentangan dengan nurani kita.
Apakah itu jawaban yang secara otomatis keluar, ketika di perhadapkan dengan dengan fakta dan bukti yang konkrit ? Rasanya tidak juga. Karena bagaimanapun ini ada kaitannya antara hati dan pkiran, ucapan dan tindakan dalam kehidupan umat manusia di hadapan sesama maupun di hadapan Sang Khalik.
Seperti iklan yang pernah ada. Apapun makanannya, minumnya selalu teh botol. Menjadi pertanyaan juga kenapa bukan teh kotak, teh sachet atau teh tubruk ? Karena sekali lagi itu adalah jawaban yang bisa mengamankan diri sendiri saat terdesak oleh sebuah kejadian dan masalah yang bikin blunder.