Sempat teringat dan terpikir tadi pagi, saat jalan pagi keliling perumahan bersama si Coco, anjing kecil pomerian yang penulis rawat sejak usia dua bulan. Sebuah kejadian dimana anjing kecil ini, penulis peroleh karena si pemilik anjing yang sebenarnya sudah tidak sanggup lagi merawatnya. Ada empat ekor anjing pomerian sebetulnya. Dua ekor induknya dan dua ekor anaknya. Karena si pemilik sedang dirawat di sebuah rumah sakit karena terkenan kanker ganas, maka ke empat ekor anjing ini ditaruh di sebuah gudang oli yang tertutup rapat, gelap dan pengap. Gudang ini hanya dibuka saat sang asisten rumah tangga  memberi makan dan minum buat ke empat anjing pomerian ini. Tragis.
Mungkin tidak seperti nasib anjing piaraan yang lain, yang bisa hidup dengan teratur dan dirawat oleh majikannya dengan penuh rasa kasih sayang. Makan yang teratur dan bergizi, tidur dalam ruangan ber air conditioner, tidur di atas kasur yang empuk bahkan kadang-kadang diajak jalan-jalan atau bahkan naik mobil bersama majikannya buat keliling kota. Sebuah perbedaan dalam kacamata studi banding ?
Sambil berjalan keliling perumahan setapak demi setapak penulis perhatikan rumah demi rumah yang penulis lalui. Ada banyak yang hal yang berbeda dengan kondisi rumah masing-masing. Entah dari tampilan luarnya, entah juga apa yang ada di halaman rumahnya. Ada yang hanya sederhana dengan sebuah sepeda motor, ada juga mobil yang bertengger di halaman rumahnya sebanyak penghuni rumahnya. Bahkan saking tidak cukup rumahnya menampung mobilnya, jalanan umum disikatnya juga sebagai tempat parkirnya.
Memang, seringkali tanpa sadar kita membanding-bandingkan kehidupan seseorang dengan orang lain dengan sudut pandang dari nilai kedudukan maupun harta kekayaan yang dimilikinya. Bahkan di saat tertentu kadangkala ada juga kecenderungan timbul rasa iri hati yang tidak kita sadari sebelumnya. Minimal muncul dari lubuk hati yang paling dalam sebuah pertanyaan. Orang ini koq bisa kaya banget ya ? Duit dari mana ? Kepo.
Dan ini adalah fakta yang ada di sekeliling kehidupan kita. Survey membuktikan, saat seseorang yang ada dalam posisi di atas dan dengan harta yang berlimpah, maka akan banyak sekali orang yang datang mendekat. Tetapi saat orang itu jatuh dalam keterpurukan, banyak orang akan meninggalkannya dalam kesendirian. Memang begitulah adanya. Kehormatan rasanya hanya diniliai dari sisi kekayaan. Jadi kalau dihubungkan dengan hubungan interaksi antar manusia, disinilah akan terbukti, mana sahabat sejati yang sesungguhnya.
Sebuah kalimat tanya pun pernah terucap dari seseorang sekaliber Ayub yang sedang mengalami kejatuhan dengan mengaitkan serta melakukan pembanding dan perbedaan yang dialaminya. Mengapa orang fasik tetap hidup, menjadi tua, bahkan menjadi bertambah-tambah kuat ? Yang seorang mati dengan masih penuh tenaga, dengan sangat tenang dan sentosa; pinggangnya gemuk oleh lemak, dan sumsum tulang-tulangnya masih segar. Yang lain mati dengan sakit hati, dengan tidak pernah merasakan kenikmatan.
Ini persis seperti yang dialami oleh atasan-atasan penulis yang terlebih dahulu pensiun. Apa yang dialami saat masih menjabat dengan menduduki kursi mewah dan jabatan yang basah berbalikan dengan kondisi saat pensiun. Bahkan sehari setelah menerima Surat Keputusan pensiun, kolega dan orang yang dahulu mendekat satu persatu menyingkir menjauh. Sebuah fakta yang benar adanya. Dan inilah yang seringkali terjadi dari sudut pandang manusia. Tetapi apakah demikian dari sudut pandang Sang Khalik ?