Sesuai dengan kodrat alamiahnya, manusia adalah mahluk sosial yang senantiasa hidup berinteraksi dengan siapapun di lingkungannya yang seharusnya tanpa sekat-sekat pembatas etnis, warna kulit, agama atau apapun namanya. Karena sebagai mahluk sosial tentunya seharusnya bisa menerima kelebihan dan kekurangan orang lain tanpa juga harus melihat dengan kacamata jabatan, harkat maupun martabat.
Dan rasanya seringkali juga kita dipertemukan dengan orang-orang di sekitar lingkungan kita yang setiap kali memberi nasehat, masukan atau pesan, yang sesungguhnya itu bernilai positif. Sebuah kenyamanan yang perlu diapresiasi oleh siapa saja bukan ? Tetapi anehnya tidak jarang kita menjumpai orang-orang di sekitar kita yang diberi nasehat yang bernilai positif, tetapi malah ditanggapi dengan cibiran, yang berkesan meremehkan bahkan menyepelekan.
Bahkan tidak jarang itu juga terjadi di dalam lingkungan keluarga terdekat. Entah antara suami, isteri, anak atau juga dengan sesama saudara di dalam komunitas. Padahal sejatinya, sikap yang timbul tersebut akan menetukan langkah ke depannya. Bisa dibayangkan bagaimana rasa di dalam hati, ketika nasehat ataupun masukan tidak dianggap oleh lawan bicara yang nota bene adalah keluarga terdekat.
Seperti halnya ketika pemimpin tertinggi dalam sebuah komunitas diberi masukan untuk membentuk panitia pembangunan yang akan segera dilakukan dengan dana yang cukup besar. Tetapi nasehat dan masukan tidak dianggap dan malah menyepelekan, dengan jawaban yang sungguh menyakitkan hati. Dengan segala keangkuhannya, pemimpin ini menyatakan tidak perlu dibentuk panitia pembangunan, dengan alasan, makin banyak kepala maka akan terjadi keribetan dalam mengambil keputusan. Cukup dia dan istrinya saja sebagai pengambil keputusan.
Adalah hal yang tak terduga saat mendapatkan kejadian seperti ini. Ibarat sebuah bola liar yang terus menggelinding menabrak batas-batas perasaan yang mengakibatkan dugaan-dugaan yang juga liar terus bergulir. Terutama dalam pengumpulan yang tidak terbuka dan selentingan pengeluaran dana yang tidak disertai tanda bukti. Sekalipun belum terlihat bagaimana akhir dari cerita ini, tetapi hal ini sudah membuat rusaknya hubungan persahabatan yang sudah terjalin lama.
Dari catatan sejarahpun pernah terjadi ketika seorang raja sekaliber Yosia, yang sudah dinyatakan sebagai raja yang benar di mata Tuhan dan hidup hidupnya tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri alias tidak neko-neko, bisa terpeleset karena tidak merespon dengan benar sebuah nasehat dan masukan yang disampaikan oleh Nekho, raja Mesir.
Melacak dengan seksama apa yang dipesankan oleh raja Nekho adalah sebuah pembelajaran bagaimana respon yang salah bisa menimbulkan dampak yang tidak terduga. Raja Nekho mengirim utusan kepada Yosia, dengan pesan : Apakah urusanmu dengan aku, raja Yehuda? Saat ini aku tidak datang melawan engkau, tetapi melawan keluarga raja yang sedang kuperangi. Allah memerintahkan aku supaya segera bertindak. Hentikanlah niatmu menentang Allah yang menyertai aku, supaya engkau jangan dimusnahkan-NYA !
Fakta kemudian membuktikan, ketika seseorang sedang berada di awang-awang dengan segenap keberadaan dan keuasaannya, ada kecenderungan untuk menyepelekan dan meremehkan sebuah nasehat atau masukan dari orang lain, Â itu benar terjadi. Sikap egonya yang cenderung membesar melewati batas kesadaran normalnya.