Di sepanjang perjalanan hidup, adakalanya orang pasti pernah mengalami suatu hal yang membuat hati ini sakit. Baik itu sebagai respon dari tindakan kita terhadap orang lain, yang mungkin memang tanpa sadar atau sesadar-sadarnya menyakiti hati orang lain. Atau malah kebalikannya. Hati kita menjadi sakit karena respon dari orang lain. Kita menganggap, bahwa diri kita sudah berbuat baik terhadap orang lain, tetapi tidak setimpal dengan balasannya. Seperti pepatah katakan air susu dibalas air tuba.
Pernah suatu kali, penulis didatangi kawan sekolah saat duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Tampangnya lusuh dan raut wajahnya serasa berbeban berat. Dia datang di saat jam kerja di kantor. Dalam hati penulis bertanya darimana kawan ini beroleh alamat kantor penulis ? Singkat cerita, kawan ini minta bantuan sejumlah dana untuk acara anaknya yang mau dikhitankan. Dan saat itu penulis mengiyakan karena dirasa tidak ada salahnya kawan ini dibantu.
Selang tiga hari kemudian, saat sedang sibuk bekerja di kantor, isteri di rumah mengontak, kalau ada kawan sekolah, Â datang ke rumah minta bantuan dana, karena isterinya sakit. Dan isteri sudah memberikan sejumlah dana sebagai rasa simpati. Dia lalu menyebutkan sebuah nama. Dalam hati mak deg. Ada yang nggak beres nih. Memang, kesalahan penulis adalah lupa bercerita kalau ada kawan sekolah yang minta bantuan dana di kantor kepada isteri. Dan isteri adalah type orang yang tidak tegaan. Selesai ? Ternyata belum.
Seminggu kemudian ibu mertua (almarhumah) yang tinggal di suatu kota Kabupaten, ternyata didatangi kawan ini juga, dan minta bantuan sejumlah dana dengan alasan untuk biaya berobat anaknya yang sakit. Heran juga, kenapa dia bisa ambil waktu yang pas saat kami berdua tidak berkomunikasi dengan mertua sepanjang minggu itu. Jadi mertua pun memberikan sejumlah dana.
Dari tiga kejadian itu, penulis mencoba konfirmasi dengan kawan-kawan yang ada di group Whatshapp, tentang perilaku kawan ini. Dan respon yang diperoleh dari kawan-kawan di group sungguh menyentak hati. Karena ternyata, perilaku kawan ini sudah menjadi adat kebiasaan, untuk beroleh uang dengan mengorbankan nama isteri dan anaknya, sebagai alasan klasik. Dan itu sudah dilakukan berulang kali dengan korban yang berbeda-beda..
Mengalami hal ini, tentu lebih menyakitkan karena berkaitan dengan uang. Bisa jadi buat kalangan berada tidak masalah. Tetapi ada hal lain, yang membuat hati sakit. Rasanya  sudah dibantu bener-bener koq malah membalasnya dengan tipuan kebohongan dan aneka macam lainnya. Mungkin bagi orang lain, bantuan yang diberikan itu adalah uang seharusnya digunakan untuk keperluan yang mendesak. Tetapi karena iba, direlakanlah uang itu. Dan ini bisa membuat marah meledak. Â
Diakui dengan jujur, sepanjang perjalanan peradaban umat manusia di bumi, tidak selamanya orang yang berbuat baik akan dibalas kebaikan. Ada saja orang ber antipati. Bahkan orang sekaliber Presiden, Menteri, Gubernur, Pejabat bahkan sampai pemimpin umatpun, masih seringkali dicari kekurangannya.