Suatu kali saya main ke rumah teman yang sudah sekian lama tak jumpa. Sambil ngobrol tentang pengalaman masa lalu yang sudah terlewati, sampai ngobrol masalah keluarga. Ditemani segelas kopi dan makanan ringan, disajikan juga oleh tuan rumah buah rambutan yang cukup menggoda untuk disantap. Warnanya yang merah merona dan terlihat masih segar habis petik, membuat selera meninggi.
Iseng-iseng saya nanya, dapat rambutan dari mana nich ? Karena setahu saya teman ini tidak tanam pohon rambutan di halaman rumahnya. Dan saya tahu persis, lahan rumahnya sudah dihabiskan untuk dijadikan bangunan. Sambil tersenyum dan dengan entengnya dia menjawab, itu…. sambil menunjuk ke pohon rambutan tetangga yang buahnya menjuntai melewati tembok tinggi di pembatas rumah.
Lalu temen saya bilang, kalau ada buah yang masuk ke halaman kita, itu sudah menjadi hak kita sepenuhnya. Atau kalau buahnya menjuntai ke jalan umum, buah itu juga menjadi milik umum. Mendengar hukum yang tidak tertulis ini saya jadi tertegun. Apa betul demikian bunyi hukum yang tidak tertulis ? Â
Dalam keterbatasan pemikiran yang tercampur dengan pendapat pribadi, saya seakan diingatkan sebuah kalimat yang menarik untuk disimak. Apabila engkau melalui kebun anggur sesamamu, engkau boleh makan buah anggur sepuas-puasnya, tetapi tidak boleh kau masukkan ke dalam bungkusanmu. Aha..!
Sebuah kesinambungan yang dicoba dimaknai dan dilihat dari sudut pandang mana kita meneropongnya. Apakah untuk kepentingan dan keuntungan sendiri dengan dasar nafsu memiliki yang sebetulnya bukan hak milik kita, ataukah memanfaatkan situasi dan kondisi dari pemilik yang tidak peduli dan tidak saling kenal. Atau memang sengaja untuk memancing keributan ? Semuanya bisa terjadi tanpa berpikir panjang. Apalagi berpikir tentang adab.
Di lain waktu saya main ke teman yg lain. Saat itu disajikan secangkir teh manis dan ditemani pisang kepok rebus dan pisang kepok goreng yang dibubuhi gula lembut. Rasanya nikmat sekali. Apalagi saat itu cuaca sedang hujan gerimis. Keisengan saya muncul. Karena saat itu saya juga nanya ke teman saya. Dapat dari mana pisang ini, koq gede-gede dan manis ?
Teman saya bilang, itu….sambil menunjuk pohon pisang kepok yang tumbuh di balik tembok tetangga. Dia  bilang, kemarin habis nebang pisang kepok ini. Karena buahnya menjuntai ke halaman rumah. Jadi saya babat habis. Dia juga bilang persis seperti teman saya di atas. Buah yang masuk halaman kita, otomatis menjadi hak kita. Dan saya dibuat tertegun untuk kedua kalinya
Kembali saya diingatkan akan sebuah kalimat panjang yang membuat tercengang. Apabila engkau melalui ladang gandum sesamamu yang belum dituai, engkau boleh memetik bulir-bulirnya dengan tanganmu, tetapi sabit tidak boleh kau ayunkan kepada gandum sesamamu itu. Aha..!