Rasanya tidak pernah terpikir bahkan tidak pernah terlintas dalam benak, kalau suatu saat kami bisa kembali menginjakkan kaki di kota Balikpapan, tempat kelahiran anak kedua kami. Menginjakkan kaki di bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan International Airport, mata ini jadi sedikit terbelalak dan terpesona.
Tiga puluh tiga tahun lalu saat meninggalkan kota ini dengan bandara yang kecil, masih bernama Sepinggan Airport. Memiliki landas pacu yang relatif pendek, sehingga bikin nyali menciut saat mau lepas landas ataupun mau mendarat. Satu sisi sudah berhadapan dengan laut, dan sisi yang lain berhadapan dengan bukit. Tidak disangka tidak diduga sudah terjadi perubahan.
Perubahan yang sangat luar biasa buat kota Balikpapan. Dan rasanya tidak sia-sia diajak napak tilas ke kota ini kembali. Mencoba membuka lembaran album lama sekaligus menelisik kembali tempat dimana kami tinggal dan dimana tempat kantor kami bekerja. Ada beberapa tempat yang masih utuh dan tidak berubah. Tetapi sebagian besar sudah berubah total, bahkan ada yang hilang tak berbekas.
Ketika anak kami mengajak untuk mencoba melihat dari dekat sejauh mana perkembangan rencana pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang berada di Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Propinsi Kalimantan Timur, tentu saja ajakan tidak kami tolak. Kapan kesempatan ini datang ke dua kali ? Melalui jalan tol yang relatif baru, kami masuk melalui gerbang tol Manggar dan keluar melalui gerbang tol Samboja. Menyusuri hutan dengan kondisi jalan aspal yang relatif baik sampailah kami di IKN. Tempat ini berlokasi di kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) Â yang masih menjadi hak kelola PT. ITCI Hutani Manunggal.
Mungkin dengan cara pandang secara langsung seperti ini, bisa didapatkan sebuah ulasan singkat yang bisa saja menjadi pegangan. Karena bukan tidak kebetulan anak kami memang sedang dipersiapkan untuk pindah tugas di IKN yang baru ini. Dan teman-temannya yang berada di Jakarta, menunggu kabar terakhir perkembangan pembangunan IKN ini.
Dan tiba-tiba saja, seperti diingatkan kembali kisah Nabi Musa beserta bangsanya yang eksodus dari tanah Mesir untuk masuk Tanah Perjanjian yang sudah Tuhan persiapkan. Dengan bijak dan penuh perhitungan, Musa menyuruh dua belas orang pengintai masuk ke Tanah Perjanjian  untuk melihat kondisi dan situasi, sesuai perintah Tuhan. Dari kedua belas pengintai yang kembali dengan laporan, hanya dua orang saja yang melihat dari kacamata positif. Sedang yang sepuluh orang semuanya menilai dengan pikiran negatif.
Begitu juga saat kami menginjakkan kaki di titik nol Nusantara. Masing-masing memiliki sudut pandang yang berbeda-beda. Kalau melihat kondisi saat ini dengan infrastruktur untuk masuk ke titik Nol, maupun ke Istana Presiden yang masih tanah merah dan berlumpur, rasanya koq pesimis untuk anak kami bisa pindah tugas ke IKN pada tahun 2024.