Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berjaga....

23 Januari 2023   10:30 Diperbarui: 23 Januari 2023   10:47 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pexels-slimmars-11892309

Pernahkah sejenak kita perhatikan bagaimana seorang petugas jaga di kawasan Angkatan Bersenjata, Kepolisian atau petugas jaga di Istana Kepresidenan ? Pernahkah terpikir bagaimana seandainya kalau pas jaga, petugas tersebut mules sakit perut akibat salah makan ? 

Ataukah pernah kita merasakan bagaimana galau kalau petugas jaga tersebut dalam kondisi lesu karena ditagih banyak hutang, sehingga tidak fokus kepada tugasnya ? Atau pernahkah kita membayangkan bagaimana kalau yang jadi petugas jaga itu adalah diri kita sendiri ?

Rasanya sulit dibayangkan, dengan posisi bersiap dan berdiri berjam-jam layaknya patung yang menahan segala godaan yang hilir mudik di depan matanya, maupun menahan emosi dari segala pikiran-pikiran yang berkecamuk. Harus tetap tegak berdiri dan berkonsentrasi penuh tanpa bisa lepas dari kegalauan ? Dimana letak kunci keberhasilan prajurit tersebut ?

Bisa jadi, daya tahan yang terbentuk berawal dari latihan kedispilanan spartan yang kuat serta latihan terus menerus dan bentukan loyalitas kepada atasan. Sepintas rentetannya yang terjadi  sebetulnya sederhana. Prajurit dituntut makan makanan yang bergizi agar memiliki tubuh yang kuat, jasmaninya  sehat dan kesetiaan dengan tunduk pada atasan. Pada prakteknya tentu tidak semudah yang dibayangkan.  

Bagaimana kita bisa meniru prajurit jaga di atas di dalam kehidupan sehari-hari ? Apakah sanggup dan tetap menjadi seorang insan yang kuat ? Mungkin yang dihadapi dalam keseharian masing-masing berbeda. Sebab pada dasarnya, tidak hanya jasmani saja yang kokoh kuat laksana gatotkaca. Punya otot kawat balung wesi.

pexels-victor-freitas-2261477
pexels-victor-freitas-2261477

Di sisi lain untuk menjadi sosok yang kuat, perlu juga rohani yang kuat. Apalagi menghadapi situasi kehidupan yang majemuk dan makin mengkhawatirkan. Rohani yang membalut tubuh kita, tidak boleh dipandang sebelah mata. Rohani kita dituntut seperti layaknya prajurit tersebut di atas, agar tetap kuat.

Yang menjadi persoalan, bagaimana rohani kita bisa berjaga-jaga, kalau kita tidak bisa berdiri dengan kokoh menahan gempuran dunia. Bagaimana kita bisa berdiri kokoh, kalau kita tidak punya tekad yang kuat. Bagaimana kita punya tekad yang kuat kalau kita tidak mau makan ayat-ayat dari Sang Khalik ? Rasanya mustahil bukan ?

Saat ngopi bareng di pos kampling deket rumah sambil berjaga lingkungan di tengah malam, seorang tetangga mengatakan dengan tegas dengan sikap yang santai. Mari kita bersama berjaga-jagalah! Sambil berdiri dengan teguh dalam iman masing-masing! Apapun yang sedang kita hadapi haruslah memiliki sikap sebagai laki-laki! Dan satu hal lagi harus tetap kuat!

Tadinya, mendengar kalimat-kalimat tersebut kita anggap sebagai kalimat biasa tanpa makna. Tetapi setelah diresapi sambil minum kopi, rasanya betul juga kalimat-kalimat itu. Dan ada benarnya juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun