Mohon tunggu...
hermanjul Hermawan
hermanjul Hermawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

percaya bahwa perjuangan itu ada

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyongsong Bonus Demografi

10 Oktober 2014   17:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:36 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kehadiran dalam acara Nangkring Kompasiana bersama BKKBN hari Rabu, 8 Oktober 2014 cukup menyadarkan bila ternyata bangsa dan Negara Indonesia ini sedang menyongsong hadiah besar yang namanya Bonus Demografi.  Bonus Demografi seperti dipaparkan oleh Pak Sonny Harmadi (Kepala LDFE UI) adalah potensi ekonomi yang timbul pada saat jumlah penduduk produktif melebihi jumlah penduduk tidak produktif yaitu mulai pada kondisi satu orang penduduk tidak produktif ditanggung oleh dua orang penduduk produktif. Dengan semakin sedikitnya beban yang ditanggung penduduk produktif maka mereka akan memiliki kemampuan yang lebih baik untuk mengalokasikan dana yang didapatnya dalam usaha produktif, termasuk di dalamnya berupa tabungan.   Inilah yang nantinya akan membantu percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Bonus Demografi ini sudah mulai ada sejak tahun 2010 dan diproyeksikan akan mencapai puncaknya pada tahun 2020 dan berakhir pada tahun 2035. Jadi ini merupakan peluang besar berbatas waktu yang akan ada untuk mempercepat pencapaian kesejahteraan penduduk Indonesia.  Karena bonus berbatas waktu maka harus disongsong dengan persiapan yang serius.

Sama seperti bonus produk yang sering diiklankan, untuk mendapatkan Bonus Demografi pun ada term and condition-nya. Syarat dan kondisi untuk mendapatkan Bonus Demografi sudah dipenuhi berkat usaha keras pemerintah terutama lewat BKKBN dalam pembangunan keluarga berencana yang didukung oleh peningkatan kondisi kesehatan dan ekonomi masyarakat.  Angka kelahiran dan angka kematian berhasil ditekan sehingga membuat laju pertumbuhan penduduk pun menurun (Gambar 1).   Terjadi pergeseran dari “keluarga besar” menjadi “keluarga kecil” dan dari “usia hidup yang pendek” menjadi “usia hidup yang lama”.  Pergeseran ini menyebabkan penggelembungan besar di usia penduduk produktif (15 sampai 64 tahun) yang disertai pengecilan di usia anak-anak (0 sampai 14 tahun) dan penggelembungan kecil di usia manusia lanjut usia (65 tahun ke atas) yang akan terus berlangsung sampai tahun 2035 (Gambar 2).

[caption id="attachment_328276" align="aligncenter" width="468" caption="Data kependudukan 1971 - 1990"][/caption]

Gambar 1.  Data kependudukan 1971 – 1990 (Diolah dari referensi [1])

[caption id="attachment_328277" align="aligncenter" width="629" caption="Proyeksi kependudukan 2010 - 2035"]

1412912810904934771
1412912810904934771
[/caption]

Gambar 2.  Proyeksi komposisi penduduk tahun 2010 – 2035 (Diolah dari referensi [2])

Syarat dan kondisi yang sekarang masih harus diperjuangkan adalah untuk dapat memanfaatkan Bonus Demografi yang ada itu secara maksimal.  Karena fokusnya pada jumlah penduduk produktif yang membesar maka yang seharusnya menjadi fokus adalah penduduk produktif ini semuanya harus efektif berpartisipasi dalam usaha produktif.  Di dalam penduduk usia produktif ada 3 golongan besar yaitu 2 golongan berdasar gender: golongan laki-laki dan golongan perempuan, dan 1 golongan usia sekolah (usia 15 sampai 24 tahun).  Ketiga golongan ini lah yang perlu mendapatkan perhatian untuk ditingkatkan peranannya di tahun 2020 sampai 2035 nanti.

Optimasi Potensi Penduduk Laki-Laki

Di dalam budaya Indonesia, laki-laki adalah tulang punggung ekonomi keluarga.  Jadi normalnya semua laki-laki dalam usia produktif perlu bekerja untuk menafkahi keluarganya.  Berdasarkan data Sakernas 2012 menunjukkan bahwa Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) laki-laki sebesar 84.42 persen.  Dari tingkat pengangguran terbuka yang 6.14 persen, tingkat pengangguran terbuka untuk laki-laki masih sebesar 5.75 persen.  Yang masuk dalam pengangguran terbuka adalah penduduk usia produktif yang masih mencari pekerjaan, masih sedang mempersiapkan usaha, yang merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan, dan yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum dimulai.

Pengangguran terbuka bisa disebabkan oleh kurangnya lapangan kerja dan tidak sesuainya kualifikasi calon pekerja dengan pekerjaan yang ada.  Untuk mendapat manfaat sebesar-besarnya selama masa Bonus Demografi maka lapangan pekerjaan selain harus sebanyak jumlah angkatan kerja, juga harus selaras dengan kemampuan angkatan kerja, dan ini berlaku juga sebaliknya.

Menjadi tugas yang berat bagi pemerintah untuk menyediakan lapangan pekerjaan.  Lapangan akan banyak bila banyak investasi yang ditanamkan di Indonesia baik oleh pihak asing maupun pihak lokal.  Peran pemerintah dalam menarik investasi merupakan kunci dalam banyak sedikitnya investasi yang ada.  Daya tarik investasi ditentukan oleh banyak hal seperti stabilitas politik dan keamanan, stimulasi ekonomi berupa kemudahan dan kejelasan perijinan maupun regulasi pajak yang tidak memberatkan, ketersediaan tenaga kerja seperti yang dibutuhkan, infrastruktur seperti pelabuhan dan sarana transportasi yang menunjang proses industri.  Semua ini sifatnya makro sehingga hanya bisa dicapai lewat campur tangan pemerintah.

Sementara kesesuaian spesifikasi pekerja dengan lapangan pekerjaan yang ada lebih mengacu pada sistem pendidikan dan pelatihan yang ada.  Konsep Link and Match dalam dunia pendidikan yang pernah digencarkan pada tahun 1990-an oleh Departemen Pendidikan Nasional merupakan salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan lapangan kerja akan tenaga kerja yang sesuai.  Bila mau lebih fleksibel maka program pelatihan lanjutan bagi pekerja perlu digalakkan.  Pekerja diberi kesempatan untuk memperdalam pengetahuan dan keterampilan yang dimililkinya sehingga menjadi pekerja yang lebih ahli.  Pekerja juga diberi pilihan untuk mempelajari bidang baru sehingga memungkinkannya untuk berpindah kerja ke pekerjaan yang lebih memampukan dirinya untuk berkembang.  Inilah mungkin bentuk Balai Latihan Kerja masa depan yang perlu dimiliki Indonesia.  Bila diperlukan untuk studi banding bisa mencontoh kepada Singapura dalam pendidikan dan pelatihan untuk pekerja ini.

Perempuan Yang Bekerja

Berdasarkan Gambar 2, pada tahun 2020-an penduduk perempuan adalah hampir separuh dari penduduk produktif yaitu berkisar 49 persen.  Ini merupakan potensi yang besar bila dimanfaatkan, dan di sisi lain merupakan kehilangan peluang bila potensinya diabaikan.  Data Sakernas 2012 menunjukkan bahwa Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan Indonesia hanya 51.39 persen.  Jadi hanya separuh dari perempuan di usia kerja yang bekerja, sementara 36.97 persen hanya mengurus rumah tangga.  Angka ini wajar untuk Indonesia masa kini karena terdapat paradigma yang kuat tentang peran perempuan lebih pada urusan domestik di rumah.  Namun untuk Indonesia masa depan yang ingin memetik bonus demografi di tahun 2020-an paradigma ini harus dirubah.  Masyarakat dan perempuan sendiri harus diyakini bahwa perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki untuk mengisi pekerjaan formal sehingga angka TPAK perempuan bisa ditingkatkan.   Dengan semakin besarnya angka TPAK perempuan berarti semakin banyak perempuan dalam kelompok usia produktif yang bekerja sehingga akan memperbesar pendapatan per orang dan mengurangi beban kepada penduduk produktif yang bekerja.

Selain tantangan merubah paradigma perempuan dari pekerja domestik rumahan menjadi pekerja formal, tantangan lainnya adalah merubah paradigma bahwa perempuan adalah pekerja murah.  Para pemberi kerja harus mulai memberi perempuan dengan kesempatan dan penghargaan yang sama dengan laki-laki.  Tentunya dengan membuka kesempatan dan penghargaan yang sama, pemberi kerja juga menuntut kesamaan profesionalitas dari perempuan yang bekerja.   Kesamaan kemampuan kerja antara perempuan dan laki-laki bisa dibentuk lewat pendidikan. Pendidikan yang seluas-luasnya bagi perempuan akan bisa mewujudkan perempuan Indonesia yang berkemampuan.   Pendidikan yang seluas-luasnya ini melebihi cakupan pendidikan di usia sekolah saja tetapi juga pelatihan setelah kaum perempuan bekerja maupun saat akan memulai pekerjaan yang baru.  Peningkatan penghargaan pada perempuan dalam bekerja tentunya akan memotivasi lebih banyak perempuan untuk bekerja produktif.

Partisipasi perempuan dalam mengisi lapangan pekerjaan juga ditentukan oleh usia menikah yang lebih matang dan bentuk keluarga yang lebih kecil.  Usia menikah yang lebih tinggi memungkinkan perempuan untuk bisa berkarir sebelum menikah.  Bila usia menikah bagi perempuan diperpanjang 2 tahun maka perempuan memiliki kesempatan untuk bekerja secara penuh selama 2 tahun.  Dan saat menikah bisa terus melanjutkan bekerja sampai memiliki anak.  Setelah memiliki anak dengan jumlah anak 1 atau 2 maka perempuan pun masih tetap memiliki waktu yang lebih banyak untuk bisa beraktivitas di luar rumah.  Setelah si anak mencapai usia sekolah menengah maka kesempatan bekerja di luar rumah secara penuh terbuka lagi bagi perempuan.

Investasi pada Penduduk Usia Sekolah

Penduduk usia sekolah adalah harapan yang bisa diinvestasikan untuk keberhasilan bangsa dan negara di masa depan.  Berdasarkan Gambar 2, pada tahun 2020-an penduduk usia sekolah yaitu usia 15 sampai 24 tahun akan merupakan 24 persen dari penduduk produktif.  Penduduk muda ini pada 5 tahun setelahnya akan menjadi tulang punggung dunia kerja, jadi akan memberi dampak yang sangat besar pada pertumbuhan ekonomi bila dikelola dengan baik.

Di dalam struktur sosial masyarakat Indonesia usia 15 tahun sampai 24 tahun masih merupakan usia sekolah.  Usia sekolah SD antara 7 sampai 12 tahun, SMP usia 13 sampai 15 tahun, SMA usia 16 sampai 18 tahun, dan usia kuliah antara 19 sampai 24 tahun.   Walaupun dengan bersekolah pemanfaatan potensi dari penduduk usia muda ini tertunda, tetapi bila selama waktu bersekolah itu mereka ditempa dengan pengetahuan dan keterampilan yang nantinya bisa diaplikasikan saat bekerja maka mereka merupakan investasi bangsa yang paling menguntungkan.

Peningkatan pelayanan pendidikan ini bukan hanya berupa semakin luasnya kesempatan generasi muda untuk mengenyam pendidikan tetapi juga harus dibarengi dengan peningkatan kualitas materi pendidikan yang mereka terima.  Materi pendidikan perlu memasukkan unsur pengetahuan dan ketrampilan yang langsung berhubungan dengan dunia kerja di masa 5 tahun ke depan misalnya di bidang teknologi dan kepariwisataan yang memiliki nilai tambah cukup tinggi.  Oleh karena itu pemerintah perlu memiliki proyeksi lapangan kerja untuk 5 sampai 10 tahun ke depan sehingga lewat Departemen Pendidikan Nasional dapat memasukkan pengetahuan dan ketrampilan tersebut dalam kurikulum belajar pada tahun pelajaran yang berjalan.  Dengan memiliki proyeksi lapangan kerja ini pun, Depdiknas dapat membuat rencana strategis tentang jenis sekolah yang perlu ada apakah sekolah kejuruan perlu lebih banyak dari sekolah umum atau sebaliknya.  Dengan sinkronnya kemampuan angkatan kerja dengan lapangan pekerjaan yang akan ada maka semua angkatan kerja yang ada dapat terserap pasar lapangan kerja, dan lapangan kerja yang ada bisa diisi oleh pekerja yang berkemampuan yang sesuai.  Hasil terbaiknya adalah zero unemployment dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Selain usaha untuk menjamin kualitas kemampuan kerja dan profesionalitas penduduk muda , ada tambahan usaha yang juga penting adalah usaha untuk menjaga penduduk muda  dari penyimpangan yang merusak fisik dan mental yang menyebabkan mereka tidak bisa berkontribusi sama sekali di periode bonus demografi nanti.  Dua bahaya yang mengancam adalah narkoba dan terorisme.

Generasi muda yang berkata “tidak pada narkoba” merupakan salah satu modal dasar keberhasilan Indonesia untuk bisa mencicipi bonus demografi nanti.  Karena  ketergantungan kepada narkoba membuat generasi muda rusak bukan saja secara fisik tetapi juga secara mental.  Dengan kondisi mental dan moral yang rusak maka mustahil bagi para pengguna narkoba ini untuk bisa belajar, bekerja, dan berkarya.  Data dari Badan Narkotika Nasional menyebutkan bahwa penyalahgunaan narkoba pada pelajar dan mahasiswa cukup tinggi yaitu sekitar 3 dari 100 pelajar dan mahasiswa pada tahun 2011.  Ini menjadi tugas yang cukup berat bagi pemerintah terutama untuk BNN untuk meningkatkan daya tangkal generasi muda terhadap bahaya penyalahgunaan narkoba.  Dan isu ini kelihatannya memang sudah diantisipasi oleh BNN karena dalam sasaran strategis tahun 2010 – 2014 pun siswa menengah, mahasiswa dan pekerja sudah menjadi sasaran untuk menjadikan mereka kader anti narkoba yang memiliki ketrampilan menolak penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

Dengan mengoptimalkan ketiga golongan dalam penduduk produktif ini mulai sekarang Indonesia memiliki peluang yang cukup besar untuk bisa memetik manfaat sebesar-besarnya dari  Bonus Demografi di tahun 2020 sampai 2035 nanti.  Mudah-mudahan pemerintah dan penduduk Indonesia bisa mempercepat pencapaian kesejahteraan bangsa dan negaranya di masa Bonus Demografi ini.

Referensi

1)Menuju Penduduk Tumbuh Seimbang Tahun 2020.  2000.  Ratna Pertiwi Tjaja.  http://www.bappenas.go.id/files/3113/5228/3135/ratna__20091015140133__2376__0.pdf

2)Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035.  2013.  Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Pusat Statistik, dan United Nations Population Fund.  BPS, Jakarta-Indonesia.

3)Data ketenagakerjaan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.  http://www.kemenpppa.go.id/v3/index.php/data-summary/profile-perempuan-indonesia/634-ketenagakerjaan

4)Laporan Akuntabilitas Badan Narkotika Nasional Tahun 2013.  http://103.3.70.3/portal/_uploads/post/2014/04/16/LAKIP_BNN_2013_Oke.pdf

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun