Mohon tunggu...
Herman Hidayat
Herman Hidayat Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan Swasta

Peminat Kajian-Kajian Filsafat dan Spiritualitas. Penikmat Musik Blues dan Jazz. Menyukai Yoga dan Tai Chi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hakikat Taubat adalah Penyesalan

7 November 2022   16:29 Diperbarui: 7 November 2022   16:34 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Taubat, dengan mengucapkan dzikir Istighfar, "Astaghfirullah -- Hamba Mohon Ampun , Ya Allah", boleh jadi pada awalnya hanya terhenti di bibir, di lisan, saja. Tapi, tidak apa; ia memang dapat berfungsi sebagai kendaraan. Untuk mengantarkan "penyesalan" masuk ke dalam hati. Dan, seperti halnya me-lafadz-kan niat, misalnya niat untuk shalat, ucapan lisan itu membantu untuk menggugah dan membangkitkan kesadaran. Dalam hal Istighfar, untuk menggugah dan membangkitkan penyesalan itu.

[+] "Tapi, Muridku, hakikat pertaubatan adalah penyesalan," demikian suatu ketika Guru saya, mengingatkan saya.

[-] "Tapi, duhai Guru, bagaimana jika kenyataannya, tidak ada penyesalan itu di dalam hatiku. Bahkan, ini kobaran nafsuku, selalu mendorong-dorongku untuk untuk menjatuhkanku lagi dan lagi," jawab saya, tersendat.

[+] "Setidaknya, sudah bagus engkau masih mengetahui, dengan akal sehatmu, dan dengan semua pelajaran guru-gurumu yang masih engkau ingat, bahwa perbuatan itu adalah dosa yang akan menjatuhkanmu. Langkah pertama memang ilmu, mengetahui, bahwa suatu perbuatan adalah dosa, sebelum engkau dapat menyesal dan bertaubat," Guru saya menjawab dengan sabar.

[+] "Dan, setiap dosa, akan membawakan penderitaan. Ingat itu, Muridku. Tapi, engkau akan dapat melihatnya di dalam dirimu sendiri," tambahnya. 

Saya pun mengamati ini di dalam diri sendiri, dan rasanya, kita memang akan dapat merasakan pengaruh dosa dan maksiat itu di dalam diri kita masing-masing. Seumpama pun kerak hitam di hati kita masih sangat tebal, akan selalu ada terasa, meski samar-samar, penderitaan akibat dosa itu; ntah berupa rasa malu, rasa khawatir diketahui orang lain, rasa kalut, rasa takut, emosi yang meledak-ledak, dan seterusnya dan seterusnya.

Ini dapat dihasilkan dari setiap dosa; ntah karena selingkuh, ntah karena berbohong, ntah karena bergunjing, ntah karena mencuri, ntah karena memarahi orang lain, dan seterusnya dan seterusnya. Entah oleh dosa kecil, apalagi dosa besar.

Dan menyadari penderitaan karena dosa ini, bahkan penderitaan yang tidak hanya akan menimpa kita, tapi juga akan menimpa orang lain, orang-orang terdekat kita, orang-orang yang kita kasihi; akan menjadi cara pertama untuk menumbuhkan penyesalan itu.

Cara yang lain, tentu saja, banyak-banyaklah mengingat bahwa kematian akan segera datang menjemput, dan dibalik kematian ada siksa kubur, dan diseberang siksa kubur, ada neraka jahannam dengan api yang menyala-nyala. Ketakutan adalah antidot dosa, maka, ini perlu kita pupuk.

Tapi, di atas ini, yang rasanya lebih baik, adalah malu. Ketahuilah, pupuklah kesadaran, bahwa Allah senantiasa mengawasimu. Bahkan Dia dekat denganmu. Lebih dekat dari urat lehermu. Ketika kamu sedang berdua, Dia selalu adalah yang ketiga. Ketika kamu sedang sendirian, Dia selalu adalah yang kedua. Milikilah rasa malu kepada-Nya; jangankan untuk melakukan dosa, sedangkan untuk mengangankannya pun sungguh tidak pantas.

Astaghfirullah. Astaghfirullah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun