[caption id="attachment_180103" align="alignleft" width="273" caption="Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (kiri) dan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum (kanan) dalam sebuah acara."][/caption] Anas Urbaningrum, sosok politisi muda yang santun dalam berpolitik, hati-hati dalam bertutur, kalem, dan tenang ketika menghadapiu segala masalah. Membaca artikel beberapa hari lalu saya mengenang Anas adalah mantan Ketua Umum organisasi kemahasiswaan islam terbesar di Indonesia. Tahun 1998 ketika ramai dengan aksi unjuk rasa menentang orde baru, terlihat dengan jelas Anas berorasi memimpin unjuk rasa yang berujung pada jatuhnya penguasa saat itu. Karir politik anak muda kelahiran Blitar ini sungguh melesat bak meteor. Tahun 1999 dia terpilih menjadi anggota salah satu tim perumus untuk pemilihan umum kali pertama pasca orde baru. Itu diperoleh karena dirinya mewakili unsur mahasiswa saat itu. Akhirnya pada tahun 2004 Anas terpilih sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) termuda saat itu. Pemilu 2004 dikenang sebagai pemilu presiden kali pertama secara langsung. Sayangnya kesuksesan pemilu saat itu dinodai dengan dipenjarakannya sejumlah koleganya di KPU karena tersangkut kasus korupsi. Publik sebenarnya tahu saat itu semua anggota KPU, termasuk Anas terlibat korupsi namun minimnya bukti serta cerdiknya Anas ‘berlindung’ sehingga dia lolos dari jeratan hukum. Anas tidak lama di KPU, pasca pemilu dia kemudian mundur dan bergabung ke Partai Demokrat (PD) yang saat itu pendirinya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi presiden. Gemilangnya karir politik Anas kembali terulang di partai berlambang bintang mercy itu. Tidak lama ia langsung jadi salah satu fungsionaris DPP PD. Saya ingat saat itu dirinya menjadi Ketua DPP Bidang Politik dan Otonomi Daerah. Sepak terjangnya kemudian berlanjut pada pemilu 2009 lalu ia mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dan lolos ke Senayan. Di DPR pun tidak tanggung-tanggung ia terpilih menjadi Ketua Fraksi PD DPR. Tahun 2010 merupakan puncak dari karir politik Anas di partai yang dibidani oleh SBY saat kelahirannya itu. Di Kongres Bandung ia dipercaya oleh mayoritas kader PD menjadi Ketua Umum 2010-2015 menggantikan Hadi Utomo, Ketua Umum sebelumnya. Masa Suram Sebaliknya, tahun 2011 menjadi tahun yang pahit bagi Anas. Bermula dari mencuatnya kasus korupsi Wisma Atlet yang menjerat sahabat dan kolenganya sendiri M Nazaruddin, eks Bendahara Umum yang diangkat langsung oleh Anas ‘bernyanyi’. Saat ini Nazaruddin telah divonis hakim penjara selama empat tahun. Bukan hanya Wisma Atlet tapi Nazar menuding Anas yang memainkan proyek Hambalang. Anas mengatur itu semua untuk mendapatkan fee, menurut Nazar Rp 100 miliar dan uangnya digunakan untuk pemenangan Anas di Kongres lalu. Bukan hanya Nazar yang menuding namun juga beberapa saksi yang diperiksa dalam kasus Hambalang menyebut keterlibatan Anas. Kalau kemarin mungkin, walau belum selesai Anas lolos dari jeratan hukum kasus Wisma Atlet. Tetapi kali ini sukar rasanya Anas berkelit. Dugaan keterlibatan Anas sontak menohok seluruh kader PD terutama pendiri dan pembina PD, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Seperti diberitakan tahun lalu beberapa kali SBY mesti turun tangan untuk menetralisir kondisi partainya. Anas pun sudah berunlangkali membantah melakukan korupsi. Saat itu sikap SBY selaku Ketua Dewan Pembina menyerahkan kasus itu ranah hukum dan meminta Anas fokus membenahi partai. Saya melihat itulah sikap kepemimpin yang elegan dari seorang SBY. Akan tetapi belakangan kasus Hambalang yang diduga melibatkan Anas makin membesar tingkat keterlibatannya. Oleh karena itu penulis melihat posisi SBY sekarang tidak lagi melindungi Anas. Menurut saya itulah yang benar, buat apa membela kadernya sendiri yang korupsi sekalipun dia ketua umum partainya. Komitmen SBY untuk memberantas korupsi memang tidak diragukan lagi. Anas hanya Ketua Umum, ingat besannya sendiri SBY tidak intervensi sehingga ditahan saat itu. Sikap SBY yang berbeda saat inilah lalu kemudian penulis berbincang-bincang santai suatu ketika dengan teman. Saat perbincangan serius teman mengatakan kalau Anas saat ini tengah membangun kekuatan untuk ‘melawan’ SBY. Dengan jaringan organisasi kemahasiswaan islamnya saat ini, ditambah loyalisnya di DPP PD sekarang Anas ingin menunjukkan dirinya didukung oleh mayoritas. Teman penulis hanya bilang ia juga mengtahui ini namun perlu dibuktikan kebenarannya, artinya belum final betul informasi ini. Walaupun sekedar isu namun menarik dikaji. Malah belakangan saya mendengar ada aliansi yang menamakan dirinya ANAS (Aliansi Nasional Anti SBY). Penulis mendapati itu di broadcast BBM, siapa yang ada di barisan itu pun penulis tidak tahu. Menariknya adalah akronim ANAS yang digunakan untuk melawan SBY. Sepertinya Anas sudah kehabisan daya untuk melawan tudingan dirinya terkena korupsi Hambalang. Pernah suatu hari ketika ditanya wartawan ia bersumpah siap digantung di Monas. “Kalau satu rupiah saja Anas korupsi Hambalang, Gantung Anas di Monas”, begitu katanya. Saya yakin sesumbarnya saat itu karena dia yakin SBY akan melindunginya. Tapi penulis berbeda melihatnya kalau saat ini SBY sudah tidak lagi berada dibelakangnya. Itu bagus dan saya sangat mendukung sikap SBY. Tidak boleh SBY pilih kasih kepada seseorang yang bakal terkena korupsi. Biarkan hukum yang menyelesaikan kasus Hambalang ini walaupun nanti Anas terlibat. Komitmen SBY untuk membangun negeri ini bebas dari korupsi patut didukung. Kalaupun orang dari lingkungannnya -dalam hal ini partainya- terlibat itu harus diungkap jangan dilindungi. Sekali lagi, contoh bagaimana Aulia Pohan yang notabene besannya tersangkut korupsi SBY sama sekali tidak intervensi dan Pohan dipenjara. Seorang Anas Urbaningrum yang bukan siapa-siapa bagi SBY buat apa dilindungi. Bahkan kalau perlu SBY harus mendukung KPK untuk mengusut tuntas kasus ini. Anas, sekali lagi telah mencoreng partai yang didirikan SBY dengan susah payah namun dikotori oleh ulah kader yang baru kemarin masuk. Jadi cerita teman tadi kalau benar menjadi kenyataan Anas melawan SBY berarti bukti bahwa Anas sudah tidak tahu diri. Anas belum lama di PD koq beraninya melawan senior bahkan pendiri partai. Tak pantas rasanya puji-pujian yang publik berikan kepada sosok Anas yang dulu. Lebih baik Anas konsentrasi kepada kasusnya sendiri bukan malah berani melawan SBY. Kalau perlu, saran saya Anas non aktif saja dahulu untuk menghadapi kasusnya daripada terus menjadi beban bagi PD saat ini dan masa datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H