Spekulasi tentang pencapresan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo oleh PDI Perjuangan akhirnya terjawab. Jumat, pekan lalu lewat perintah harian yang ditulis tangan, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memberikan instruksi untuk mendukung Jokowi yang diberi mandat sebagai capres dari partai berlambang banteng moncong putih itu.
Perintah Mega tersebut dibacakan oleh Puan Maharani, putrinya, yang menjabat sebagai ketua Badan Pemenangan Pemilu DPP PDIP di kantor PDIP, Lenteng Agung, Jakarta. "Kepada seluruh rakyat Indonesia yang mempunyai mata hati, keadilan, dan kejujuran di manapun kalian berada. Dukung Bapak Joko Widodo sebagai calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan," begitu bunyi petikan perintah harian Mega.
Polemik selanjutnya muncul yakni apakah kemudian Jokowi yang kini menjabat Gubernur dapat dengan begitu saja maju mencalonkan diri sedangkan dia masih memegang mandat sebagai Kepala Daerah. Mendagri Gamawan Fauzi secara tersirat mempersilakan jika Jokowi hendak maju menjadi capres. Mekanismenya menurut UU 42 tahun 2008 (Tentang Pilpres), kalau gubernur maju itu cukup dengan tidak berhenti, tapi meminta izin (maju) sebagai calon.
Dalam pasal 7 UU Pilpres, hanya disebutkan jika Gubernur, Wagub, Wali Kota, Bupati yang dicalonkan sebagai presiden hanya diwajibkan meminta izin kepada Presiden. Sehingga, sang kepala daerah tidak perlu mundur dari jabatannya. Barulah jika terpilih dalam pemilu, dia harus mengundurkan diri.
Intinya, secara etika politik Jokowi harus meminta izin kepada Presiden kalau mau maju menjadi capres. Dia harus lakukan itu untuk menunjukkan kalau dia tahu akan pentingnya sebuah etika. Jokowi tidak boleh arogan dengan tidak meminta izin sekalipun kita tahu Jokowi dan Presiden berbeda latar belakang partainya. Kita tahu Jokowi dan SBY adalah dua sosok yang berasal dari dua partai politk yang berbeda.
Sebenarnya, kalau bicara peraturan pemerintahan langkah yang harus diambil jelas harus izin presiden. Lebih dari itu ada juga etika lain yang tidak boleh dilupakan yakni etika politik. Walaupun sama-sama kita tahuetika poltik tidak diatur dalam hukum hany soal kepantasan saja. Namun demikian etika itu menjadi penting juga ketika seseorang ditagih komitmennya terhadap suatu janji. Etika itu adalah dia harus meminta ‘izin’ dahulu kepada masyarakat Jakarta yang telah memilihnya dua tahun lalu. Jokowi pernah mengatakan kalau dirinya (saat kampanye lalu) tidak akan berpikir untuk menjai pemimpin nasional. Dia didatangkan dari Solo hanya untuk menjadi Calon Gubernur DKI Jakarta kala itu. Jika berbicara Jokowi tidak pernah selesai melaksanakan tugasnya saat jadi Kepala Daerah itu bukan barang baru.
Sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi adalah Walikota Solo dan tidak menyelesaikan amant warga Solo yang dipimpinnya. Jadi, kali ini hal demikian kembali terulang. Tidak sampai dua tahun dia memimpin Jakarta namun sudah mau ‘naik kelas’ menjadi presiden. Jadi, menurut saya, kalau peraturan pemerintahan saja dia tidak mau melakukan izin kepada presiden untuk maju menjadi capres apalagi dia harus dipaksa meminta ‘izin’ kepada warga Jakarta.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI