Listrik padam beberapa jam saja sudah mengeluh, sampai-sampai Nagita Slavina ajak anak dan keluarganya ke Singapura. Harusnya bersyukur, listrik padam beberapa jam itu momen untuk refleksi, masuklah ke dalam keheningan setelah bertahun-tahun dilanda kebisingan. Bahkan sebagian besar orang Jakarta, ketika lahir disambut oleh kebisingan.
Keluh kesah dan amarah warga Jakarta yang 'berseliweran' di media sosial, itu tanda terlalu menggantungkan segala tetek-bengek kehidupan pada arus listrik. Saya khawatir, kalau-kalau esok atau lusa itu tubuh-tubuh dialiri listrik. Bahaya!
Mari, belajarlah dari kami di timur Indonesia. Anak-anak manusia lahir hingga kembali abadi tanpa melihat apalagi menikmati terang lampu dan segala yang membutuhkan itu arus bernama listrik. Kalau mampir ke beberapa wilayah di Timor-Nusa Tenggara Timur, kalian akan mendapati anak-anak berusaha belajar di samping pelita-pelita redup. Itu pun kalau minyak tanah masih sempat dibeli. Bayangkan ini situasi!
Kami tidak terlalu bahkan memang tidak pernah mengeluh samasekali ketika malam-malam adalah gelap. Tidak seperti kalian yang menikmati segala tawaran arus listrik dan cahaya kapan saja. Gelap beberapa saat saja sudah mau 'matmampos'. Eh, bukankah gelap itu saat-saat paling nikmat? Tulis puisi untuk pacar, misalnya. Ya, kalau untuk yang satu ini sih, puisi sekaligus cahaya dalam gelap sekalipun. Coba saja!
So, orang-orang Jakarta jang marah-marah, juga Bapak Presiden Joko Widodo jang marah-marah lai itu petugas PLN dorang! Marahlah kami ketika semesta beri matahari dan purnama, tapi kami masih malas membaca! Marahlah kami ketika buku-buku dirazia, dijarah, direbut, dihanguskan, tapi masih saja malas menulis!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI