Di matamu Â
aku menyaksikan syair-syairÂ
bertaburan dari sangkal batinÂ
yang bikin gemetar imaji Â
isyarat bagi puisi.Â
Beberapa kali bening di matamuÂ
membasuh jiwa lemauÂ
setelah jejak di segala sajakÂ
fatamorgana, itu suara yangÂ
memanggil-manggil datangnyaÂ
puisi paling galau.Â
Perlu kau tahu bahwa matamu
tak semestinya memandang
segala angkara
saat tangis merajam tawa
yang darinya kubangan
air mata menyata keruh
tempat kata-kata kuyup
kau benar-benar tenggelam di dalamnya.
Demikian matamu bicara
tanpa peduli kepada sesiapa
itu kata-kata menjumpai cahaya
kau akan bahagia di segala kenang
ketika matamu menyimpan wajah
ibu yang menjadikanmu, ada.
________
Insaka, 18/19