Sudah tentu puisi adalah bagian intim dari sastra. Tetapi sebagai teks sastra, banyak pembaca yang alpa memahaminya. Puisi itu karya imajinatif yang sarat akan nilai estetis. Nilai yang diperoleh tidak terbatas pada respon pembaca secara langsung, sebab pada batasannya teks menjadi pemantik dari keindahan yang dirasakan.
__________
Penghargaan tertinggi bagi kreativitas para penyair ialah ketika hasil karya mereka diapresiasi dengan baik. Itu sih menurut saya. Namun sesungguhnya penghargaan/ apresiasi dimaksud tidak secara mutlak mengarah kepada penyair (subjektivitas), tetapi juga merujuk pada hasil karya itu sendiri, puisi itu.
Artinya ketika dicipta, dipublikasikan dan ada di hadapan pembaca, puisi hendaknya menjumpai tempat yang paling nyaman. Sekalipun diobrak-abrik dengan segala tetek bengek teori-kritik sastra, puisi tetap "diperlakukan" secara bijak. Sebab puisi pada dasarnya berbeda dengan karya sastra lainnya seperti prosa, cerpen, roman, novel, dan lain-lain.
Persoalannya adalah tidak semua pembaca mengetahui secara baik dunia sastra, termasuk puisi. Apalagi sampai pada pemaknaan yang mendalam. Tapi bukan berarti tidak tahu sama sekali. Nah, terlepas dari puisi sebagai teks sastra pembaca pada umumnya dan khususnya (awam sastra) mampu membedakan puisi dan surat suara kan?
Puisi: Teks Sastra    Â
Kembali pada hakikatnya, puisi sebagai ziarah imaji dan batin penyair selalu menghadirkan ambiguisitas atau multitafsir. Makna yang ditemukan dan dikemukakan oleh pembaca yang satu belum tentu sama dengan pembaca yang lainnya. Pembaca memiliki kebebasan untuk mengapresiasi dari berbagai sudut pandang tanpa melupakan unsur-unsur hakiki yang terkandung di dalamnya. Pemaknaan setiap pembaca sesungguhnya terlepas dari makna yang disembunyikan penyair di dalam teks itu sendiri.
Membaca puisi sebagai teks sastra berkaitan erat dengan pemaknaan pembaca terhadap puisi tertentu. Artinya bahwa puisi sebagai teks perlu dibaca dan dimaknai secara keseluruhan. Kita tidak bisa memaknai bagian per bagian secara terpisah sebab puisi menghendaki adanya kesatuan yang utuh (unity) di antara unsur-unsur yang membentuknya.
Puisi sebagai teks sastra sebagaimana dikemukakan Luxemburg, dkk mencakup kesatuan antara isi (konten yang membahasakan/menggambarkan realitas), sintaksis (tata bahasa/ tata kalimat yang menampilkan pertautan) dan pragmatik (situasi bahasa dalam konteks sosial tertentu).
Konsep tersebut menghendaki pembaca untuk tidak "tersesat" dalam pemaknaan. Mengetahui makna yang terkandung dalam sebuah puisi tanpa memperhatikan ketiga hal tersebut tiada bedanya dengan membaca berita harian di koran atau website tertentu.
Dengannya, pembaca pun dapat mengetahui secara baik unsur-unsur pembentuk puisi yang mencakup sense (pokok persoalan), feling (sikap penyair terhadap pokok persoalan), tone (sikap penyair terhadap pembaca) dan intention (tujuan penyair mencipta puisi).