Komitmen Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas untuk tidak menggunakan kayu yang berasal dari hutan alam sebagai bahan baku produksi merupakan point utama dalam kebijakan Forest Conservation Policy (FCP) yang digulirkan sejak 2013. Implikasinya jelas, APP berfokus penuh pada penggunaan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang lestari sebagai bahan baku utama yang digunakan dalam proses produksi.
Pergeseran paradigma ini menuntut akselerasi adaptasi dalam rantai produksi. Pihak yang memikul tanggung jawab di bagian hulu proses produksi adalah Sinar Mas Forestry (SMF). Sedangkan divisi yang ditugaskan melakukan inovasi adalah bagian Research and Development (R&D) atau sering disebut Litbang. Peran R&D di sini tidak main-main. Lewat penelitian dan pengkajian secara ilmiah, didapatkan solusi untuk memenuhi target produksi sembari terus konsisten di jalur kebijakan FCP.
Saya bersama rekan awak media berkesempatan mengunjungi pusat R&D milik Sinar Mas Forestry atau disebut SMF R&D Center di Perawang, Kabupaten Siak, Riau.
Terletak di kawasan yang asri di Perawang sekitar 1,5 jam perjalanan dari Pekanbaru, R&D Center ini merupakan induk dari R&D yang dimiliki Sinar Mas Forestry.
"Semua penggodokan ide dilakukan di Riau, dan implementasinya di semua unit Sinar Mas Forestry yang mencakup Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur." terang Bambang Herdyantara selaku Senior Researcher R&D Sinar Mas Forestry
Menggunakan pendekatan bioteknologi yang canggih, inti dari pekerjaan yang dilakukan oleh R&D Center ini adalah menghasilkan benih unggulan yang menjadi bahan baku produksi. Sebagai penjaga hulu rantai produksi, R&D Center bertanggung jawab memastikan keberlanjutan pasokan bahan baku dari Hutan Tanaman Industri.
Untuk benih saja, Sinar Mas Forestry menyediakan lahan seluas 3000ha. Ada dua jenis pohon yang menjadi fokus penelitian, yaitu Akasia dan Eucalyptus, masing-masing dengan berbagai ragam spesies. Â
Beberapa spesies yang dikembangkan diperbanyak secara generatif maupun vegetatif. Untuk pengembangbiakan benih Akasia, mayoritas masih memakai cara generatif (90%) dan vegetatif (10%). Sedangkan Eucalyptus telah mencapai 100% dikembangbiakkan secara vegetatif. Khusus pengembangan secara vegetatif, terdiri dari klon yang masing-masing memiliki ciri unggulan tersendiri.
Ketahanan terhadap hama, kerapatan kayu, wood consumption (konsumsi kayu per m3 dalam produksi), adalah di antara ciri unggulan yang dikembangkan.
Bagi spesies lain yang rentan terhadap penyakit, dilakukan berbagai eksperimen dan inovasi dalam unit Bio Control Development. Tugas utamanya adalah mengendalikan hama dan penyakit. Salah satu inovasinya adalah pengembangan musuh alami tanaman berupa organisme hidup. Inovasi ini sangat bermanfaat meminimalisasi penggunaan pestisida, sehingga lebih ramah lingkungan.