Mohon tunggu...
Herman Hasyim
Herman Hasyim Mohon Tunggu... -

Wartawan bertanya "ada apa". Filosof bertanya "mengapa". Dan orang kreatif bertanya "apa jadinya bila".

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Nazaruddin Kabur, “Bisnis Indonesia” Ikut Kabur

26 Mei 2011   21:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:10 967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_112374" align="aligncenter" width="680" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Masyarakat Indonesia mungkin sudah tidak kaget mendengar kabar seorang tersangka, terdakwa atau bahkan terpidana kasus korupsi kabur ke luar negeri. Dari zaman Eddy Tansil hingga zaman Gayus Tambunan, kabar seperti itu sudah kerap terdengar.

Meski demikian, ada lho sisi menarik dari kaburnya M. Nazaruddin ke Singapura. Ternyata, gara-gara mantan Bendahara Partai Demokrat itu kabur, Bisnis Indonesia ikut-ikutan kabur.

Saya tidak sedang bercanda, Kawan.

Bisnis Indonesia yang saya maksud di sini ialah media yang beralamat di www.bisnis.com. Situs internet yang segrup dengan harian Bisnis Indonesia ini tadi malam membuat berita yang mengandung berbagai ketidakjelasan alias kabur.

Baiklah. Supaya rasa ingin tahu Anda terpuaskan, mari kita cermati berita berjudul Nazaruddin Sedang di Singapura. Baca sampai tuntas ya. Sudah?

Oke. Sekarang kita mulai ulas dari paragraf pertama. Di situ tertulis:

Menkumham Patrialis Akbar mengatakan M. Nazaruddin, mantan Bendaraha Umum Partai Demkorat, terbang ke Singapura dengan pesawat Garuda Indonesia pada pada 23 Mei.

Saya yakin Anda dapat menemukan kesalahan konyol di paragraf ini. Tidak sulit, kan, buat Anda menangkap keanehan pada frasa “mantan Bendaraha Umum Partai Demkorat”?

Itu baru satu, Kawan. Mari kita lebih cermat lagi. Penggunaan akronim “Menkumham” sesungguhnya bisa kita kupas kejanggalannya lho. Coba alihkan perhatian ke paragraf ketiga dari bawah. Di situ kita mendapatkan keterangan lengkap “Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia”.

Saya menyebut hal ini sebagai kejanggalan karena teknik penulisan berita yang lazim ialah menyebutkan keterangan secara lengkap, baru kemudian membuat singkatan atau akronimnya. Yang ditempuh oleh penulis berita ini justru sebaliknya.

Saya tak bisa membayangkan apa jadinya bila seorang penulis berita di paragraf awal menulis singkatan “PBB” dan dia baru menyebutkan di paragraf akhir bahwa PBB adalah singkatan dari “Pajak Bumi dan Bangunan”. Ya, siapa tahu ada pembaca yang salah sangka. Dikiranya PBB adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa atau Partai Bulan Bintang.

Kita beralih ke paragraf kedua. Di situ tertulis:

"Sudah sejak 24 Mei dicegah [dicekal ke luar negeri]. Tapi Nazar pada 23 Mei, sore sudah ke Singapura dengan Garuda," katanya di Istana Presiden, hari ini.

Kita mendapatkan sebuah kejanggalan lagi, Kawan. Anda tahu, kan, di mana letak kejanggalan itu? Haruskah saya tunjukkan? Ya sudahlah. Saya manut saja.

Perhatikan kalimat yang terletak dalam tanda kurung. Itu adalah kalimat bikinan si penulis berita. Maksudnya ialah memperjelas pernyataan narasumber yang dikutipnya secara langsung. Namun tepatkah kata-kata dalam kalimat penjelas itu?

Lagi-lagi ini soal akronim, Kawan. Memang kata “cekal” bisa berdiri sendiri menurut kamus, namun “cekal” sebagai istilah hukum adalah akronim dari “cegah dan tangkal”. Hemmm…baru tahu, ya?

Pertanyaan yang bisa diajukan: Apakah kata “dicegah” kurang jelas atau kurang pas sehingga perlu diperjelas dengan menggunakan kata “dicekal”? Karena “dicegah” dan “dicekal” memiliki pengertian yang berlainan, atas dasar apa si penulis berita melakukan ‘koreksi’ terhadap pernyataan Menkumham selaku narasumber?

Menurut saya, lebih tepat bila penulis berita membuat penjelasan “ke luar negeri” saja tanpa didahului kata “dicekal”.

Oya, jika Anda cukup peka terhadap rasa bahasa, terutama dalam hal penggunaan tanda baca, saya yakin Anda akan merasakan adanya keanehan pada kalimat “Tapi Nazar pada 23 Mei, sore sudah ke Singapura…dst”. Hemmm….Gimana, Kawan?

Silahkan Anda termangu. Saya ingin melangkah ke paragraf berikutnya, tepatnya ke paragraf keempat. Di situ tertulis:

Penetapan pemanggilan mantan Bendahara Umum Demokrat tersebut akhirnya dapat mengakhiri spekulasi sebagian kalangan yang menilai KPK tak serius dan lambat menyelesaikan kasus suap Kemenpora yang telah menjerat tiga tersangka itu.

Dalam penulisan berita, memberikan keterangan atau atribusi tertentu kepada sosok yang diberitakan adalah tindakan lazim, bahkan sebuah keniscayaan, untuk memperkaya informasi. Namun bila tidak dilakukan dengan tepat, mubazirlah jadinya.

Coba perhatikan. Untuk apa atribut “mantan Bendahara Umum Demokrat” ditulis lagi? Tidak adakah atribut atau keterangan lain yang bisa menambah pengetahuan pembaca mengenai sosok Nazaruddin? Apa mungkin tujuannya ialah membetulkan frasa “mantan Bendaraha Umum Partai Demkorat” di paragraf pertama yang kacau balau itu supaya tidak kena semprot petinggi Partai Demkorat, eh, Demokrat? Ah, aya-aya wae….

Mari kita lanjutkan perjalanan ke paragraf keenam. Di situ tertulis:

"Pada minggu depan yang bersangkutan dipastikan segera kami mintai keterangannya sebagai saksi untuk kasus Sesmenpora [Wafid Muharam]," katanya hari ini tanpa merinci lebih jauh hari pelaksanaan pemanggilan Nazaruddin tersebut.

Sungguh tidak jelas alias kabur, siapa narasumber yang dikutip pernyataannya di sini. Mula-mula saya menduga kalimat itu meloncat dari bibir Patrialis Akbar. Ah, ternyata saya kecele. Ternyata itu adalah ucapan Ketua KPK Busyro Muqoddas. Saya tahu itu setelah membaca paragraf di bawahnya.

Sekali lagi si penulis berita mempraktikkan teknik penulisan berita yang terbalik dan karena itu membingungkan pembaca. Kata ganti “nya” pada “katanya” tidak memiliki rujukan di depan. Pembaca hanya tahu bahwa narasumber dalam berita ini sebelumnya hanyalah Patrialis Akbar. Dengan demikian, dalam kasus ini, kebingungan pembaca merupakan kesalahan mutlak penulis berita.

Melihat kejanggalan ini, saya mencoba menelusuri berita yang terkesan hanya tambal sulam itu. Kali ini dugaan saya tak meleset. Latar belakang (back ground) yang dipakai sebagai pelengkap dalam berita tersebut berasal dari berita lain berjudul KPK Panggil Nazaruddin Pekan Depan. Nah, rupanya kejanggalan pengutipan pernyataan narasumber itu bermula dari berita ini. Jurus “copy-paste” itu ternyata berakibat cukup fatal buat pembaca.

Sebagaimana pernah saya tulis di sini, kesalahan sebuah berita bisa beranak-pinak. Berita heboh seperti kaburnya Nazaruddin hampir pasti akan disusul dengan berita-berita lanjutan. Nah, biasanya, berita-berita lanjutan memerlukan latar belakang. Jika berita pertama mengandung banyak kekeliruan, kemudian berita kedua menggunakan data yang terdapat di berita pertama, kemungkinan besar berita kedua juga akan ‘tertulari’ banyak kekeliruan. Begitulah seterusnya.

Karena itu jangan heran bila berita-berita berikutnya mengenai Nazaruddin di Bisnis Indonesia versi online penuh dengan kejanggalan. Biarlah jajaran redaksi media tersebut yang heran, terutama setelah mengingat-ingat slogan mereka: Referensi bisnis terpercaya.

Sebenarnya ada beberapa catatan yang ingin saya tambahkan di sini. Tapi, moh maaf ya, saya mau kabur dulu. Perut saya mulesss…

Oya, Anda tidak bingung mengartikan kata “kabur”, kan?

Rawamangun, 27 Mei 2011

Herman Hasyim adalah konsumen media yang suka mengulas persoalan remeh-temeh.

____________________________________________________________________________________

Waduh, Kekeliruan KOMPAS Bertumpuk-tumpuk I Kompas.com Keliru Memberitakan Kasus Zainuddin MZ I Grup Kompas dan Panggung Kampanye Terselubung I Mereka Anti KOMPAS, Mengapa? I Soal Gereja di Parung, Kompas.com Perlu Cermat

Membandingkan Akurasi dan Aktualitas Kompas.com, Detik.com dan Vivanews.com I Blunder Detik.com Soal Mbah Maridjan dan Hikmahnya I Wartawan Vivanews Wafat, Mbah Maridjan Tewas I Sisi Lain Kerusuhan Temanggung: Ketika Online-Media “Oon” I Dari Siti Fadilah hingga Siti Markonah

Perceraian Aa Gym dan Kesalahan Jawa Pos Group I Koran belum Almarhum I Jangan Siksa Konsumen Media l SCTV Awards 2010: Keluar Mulut Singa, Masuk Mulut Buaya I RCTI Perlu Introspeksi I Benarkah TVOne Ngawur dan Harus Diboikot? I Wawancara Eksklusif dengan Pocong

_________________________________________________________________

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun