Mohon tunggu...
Herman Hasyim
Herman Hasyim Mohon Tunggu... -

Wartawan bertanya "ada apa". Filosof bertanya "mengapa". Dan orang kreatif bertanya "apa jadinya bila".

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Bahkan Seorang Doktor Minta Maaf di Kompas

27 April 2011   08:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:20 2929
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada sebuah pelajaran berharga yang bisa kita dapatkan dari harian Kompas edisi Selasa, 26 April 2011. Kalau Anda kebetulan memilikinya, bukalah halaman 7. Tapi jika Anda tak memilikinya, tak apa-apa. Saya akan menceritakannya dan mengulas sisi menariknya.

Mulanya Daniel Dhakidae, Doktor lulusan Cornell University, menulis artikel Rosihan Anwar dalam Kenangan di Kompas (18/4). Dia menulis dalam kapasitas selaku Pemimpin Redaksi Prisma.

Kemarin, artikel itu ditanggapi oleh Sabam Siagian, mantan Pemimpin Redaksi The Jakarta Post dan mantan Duta Besar RI di Australia. Sabam menanggapinya di rubrik surat pembaca atau di Kompas disebut “Redaksi Yth”. Dalam waktu bersamaan, komentar Daniel Dhakidae atas tanggapan Sabam Siagian itu dimuat pula oleh Redaksi Kompas.

Menurut Sabam Siagian, tulisan Daniel Dhakidae memuat kekeliruan faktual yang serius. Sabam menegaskan, Rosihan Anwar ditawari jadi Dubes RI untuk Republik Demokrasi Vietnam pada pertengahan 1968 ketika Hanoi jadi sasaran bom angkatan udara Amerika. Harian Pedoman dengan Rosihan Anwar sebagai pemimpin redaksi terbit kembali di era Orde Baru pada 30 November 1968.

Sementara itu, Daniel menulis bahwa harian Pedoman disirnakan Orde Baru pada Januari 1974. Sebagai konsesinya, saat itu Rosihan Anwar ditawari menjadi duta besar di Vietnam oleh Presiden Soeharto, tetapi dia menolaknya.

Di sinilah letak kekeliruannya, menurut Sabam Siagian. Dia berkesimpulan: Jadi, tidak akurat bila dikatakan, “...setelah surat kabarnya disirnakan dari muka bumi, dia ditawari menjadi duta besar di Vietnam oleh Presiden Soeharto”.

Ada beberapa hal lain yang disinggung Sabam Siagian untuk menyanggah artikel Daniel Dhakidae, namun yang paling pokok ya itu tadi: soal “kekeliruan faktual yang serius”.

Merespon tanggapan Sabam Siagian tersebut, Daniel Dhakidae menulis:

“Setelah membaca tanggapan Bung Sabam Siagian tentang penolakan Rosihan Anwar menjadi duta besar, reaksi saya tidak lain daripada mengatakan mea maxima culpa, saya salah besar, dan mengucapkan terima kasih untuk pembetulan ini. Yang saya tulis semuanya berdasarkan ingatan, tanpa ada dokumen apapun terhadap info yang beredar pada waktu itu, 1974, di kalangan kami para aktivis mahasiswa. Kesalahan saya adalah tidak pernah mengecek dan mengonfirmasinya.”

Terbukti berpijak pada fakta yang tidak akurat, Daniel Dhakidae secara jujur mengatakan bahwa tulisannya mengenai political sensibility berkaitan dengan penolakan Rosihan Anwar menjadi Dubes RI untuk Vietnam menjadi tidak relevan lagi dan karena itu dia mencabutnya sebagai salah satu thesa tulisan.

Tidak hanya itu. Dengan kerendahan hati, Daniel Dhakidae kemudian menulis, “Bersama ini saya meminta maaf kepada khalayak, terutama kepada almarhum Rosihan.”

***

Jika kita baca biografinya, tampaklah bahwa Daniel Dhakidae bukan Doktor yang hanya berkutat di “tempurung kampus”.

Setamat dari Fakultas Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada, pada 1975, dia bekerja sebagai redaktur majalah Prisma, LP3ES, pada tahun 1976; menjadi Ketua Dewan Redaksi sejak tahun 1979-1984, dan menjadi Wakil Direktur LP3ES, 1982-1984.

Pada 1984 dia meneruskan studi S-3 di Cornell University, di Department of Goverment, Ilmu Politik, Ithaca, New York, dengan mengambil spesisalisasi di bidang Comparative Politics sebagai major, dan mengambil Political Thought dan Southeast Asian Studies sebagai minor.

Tiga tahun kemudian, pada 1987 dia meraih gelar Master of Arts (M.A.) di bidang Ilmu Politik. Empat tahun berselang, dia mendapat titel Doctor of Philosophy (Ph.D.) dalam ilmu Politik dengan menulis disertasi "The State, the Rise of Capital, and the Fall of Political Journalism, Political Economy of Indonesian News Industry". Disertasi tersebut mendapat penghargaan the Lauriston Sharp Prize tahun 1991 karena telah memberikan sumbangan luar biasa bagi perkembangan ilmu.

Sekembali dari Cornell University, dia bergabung dengan harian Kompas pada 1991 dan menjadi Kepala Litbang Kompas sejak tahun 1994. Dia kini tidak menduduki posisi itu lagi, dan menjadi Pemred majalah Prisma.

***

Kita kembali ke jual-beli tanggapan antara Sabam Siagian dan Daniel Dhakidae. Setidak-tidaknya kita mendapatkan dua pelajaran berharga dari sini.

Pertama, verifikasi tidak boleh kita abaikan, betatapapun data yang kita beberkan hanya sekelumit. Perhatikan, hanya karena menggunakan data yang tidak faktual, sebagian besar argumen seorang Doktor menjadi runtuh.

Kedua, kerendahan hati merupakan sikap yang sudah seharusnya kita ambil bila terbukti bahwa data yang kita sampaikan ternyata keliru.

Secara pribadi, saya lebih salut kepada Doktor yang dengan rendah hati bersedia minta maaf ketimbang seorang yang baru bergelar sarjana namun jumawanya bukan main sehingga terhadap kesalahan yang nyata-nyata diperbuatnya pun dia menolak minta maaf, apalagi menyesalinya.

Suatu saat saya akan bercerita tentang seorang cerpenis yang jumawa. Beberapa bulan lalu salah satu cerpennya di Kompas diributkan beberapa cerpenis lain, juga lewat surat pembaca. Sebenarnya nyata sekali, cerpen itu adalah hasil plagiasi, namun si cerpenis mengelaknya, bahkan menyodorkan argumen yang justru sangat konyol.

Salam Kompasiana!

Rawamangun, 27 April 2011

Tulisan-tulisan terkait:

Belajar dari Einsten dan Rendra: Kau Bisa Apa?

Gelar Akademik Seharga 500 Miliar

Suksesnya Orang-orang Gagal

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun