Mohon tunggu...
Herman Seran
Herman Seran Mohon Tunggu... Petani - Petani

Pekerja swasta yang menulis sebagai hobi dengan ketertarikan multispektrum. Konsentrasi khusus pada valuasi projek, manajemen organisasi, pemberdayaan masyarakat, komunikasi dan negosiasi strategis dan ekonomi ekstraktif.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

NTT dan Kunjungan Sri Paus

4 September 2024   05:43 Diperbarui: 4 September 2024   05:45 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia, tanggal 3 - 6 September 2024, merupakan momen yang luas diperbincangkan. Para pemerhati menekankan dua fungsi kunjungan sri paus sebagai kunjugan diplomatik sekaligus kunjungan kegembalaan. Dalam konteks kunjungan kegembalaan Paus Fransiskus mengunjungi sekitar 8,5 juta umat katolik di Indonesia. Angka ini memang sangat minoritas dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang hampir 278 juta. Banyak yang kecewa karena sri paus tidak menyinggahi Nusa Tenggara Timur yang dihuni sekitar 2,97juta orang atau sekitar 34% warga katolik Indonesia.

Terlepas dari berbagai alasan tak ada kunjungan ke NTT, mayoritas umat katolik NTT tidak bisa menyambut Sri Paus karena kondisi perekonomian NTT yang merupakan termiskin di Indonesia. Tahun 2022, pendapatan per kapita rata-rata per bulan sekitar Rp1.8 juta yang lebih dari 74% untuk belanja makanan. Dengan struktur pengeluaran macam ini sangat sulit memiliki uang lebih untuk urusan sekunder seperti menyambut Bapa Suci, pemimpin rohani mereka yang sangat dikagumi.

Dalam momen kunjungan sri paus pemimpin umat katolik sejagat ke Indonesia, orang NTT patut berefleksi diri. Mengapa provinsi mayoritas katolik di Indonesia ini menjadi yang paling miskin di Nusantara tercinta? 

Apakah hidup rohani tak ada hubungan dengan hidup jasmani? Bukankah Yesus datang agar manusia memiliki hidup dalam kepenuhan? Indeks pengembangan SDM NTT juga termasuk nomor butut di seantero Nusantara. Tatakelola pemerintah yang buruk, yang dibuktikan dengan tingkat korupsi yang tinggi, juga menjadi kisah lain yang mengafirmasi fakta bahwa iman tak berbanding lurus dengan perilaku penganutnya.

NTT memang provinsi ribuan pulau yang bukan provinsi kepulauan. Akses transportasi yang ada sering menjadi momok mobilisasi orang dan barang. Jika untuk menyeberang dari Kupang ke Pulau semau membutuhkan sekitar 3,5 jam antri untuk penyeberang ferry 15 menitan, maka bisa dibayangkan daerah lain yang jauh dari Kupang.

Ketika menelisik kualitas pendidik di NTT kita pun akan menjadi bertanya-tanya. Misi katolik dan protestan telah hadir di bumi Flobamora sebelum Indonesia merdeka, tetapi mengapa pula kemajuan pendidikan NTT tak signifikan. Adalah paradoksal di NTT,  ketika semakin tinggi pendidikan justeru semakin mempersempit akses pada lapangan kerja. 

Statistik menunjukkan tingkat pengangguran sarjana justeru lebih tinggi daripada pengangguran sekolah menengah ke bawah. Kenyataan ini menunjukkan bahwa lulusan perguruan tinggi di NTT umumnya anya membuang waktu dan biaya hanya untuk menutupi peluangnya mendapatkan pekerjaan.

Tidaklah mengherankan, NTT merupakan salah satu kantong penjualan orang (human trafficking). Banyak warga usia produktif yang bermigrasi keluar NTT untuk mencari pekerjaan. Konyolnya, mereka meninggalkan anak-anak mereka kepada kakek nenek mereka yang mengurus diripun sudah tak sanggup. Generasi emas yang menjadi tulang punggung gereja dan bangsa di NTT ditelantarkan tanpa asupan gizi jasmani dan rohani yang memadai. Bahkan banyak yang mengalami pelecehan seksual yang memperburuk perkembangan kepribadian mereka.

Kunjungan sri paus harus menjadi momentum untuk membuktikan bahwa iman itu berurusan dengan kebahagiaan hari ini dan eskatologis. Kesejahteraan umat adalah ekspresi kualitas iman umat juga. Tentu kita hidup tidak hanya dari roti saja, tetapi kita butuh roti untuk melanjutkan perjalanan kita menuju tanah terjanji. Jika Tuhan bisa menurunkan manna dan menyiapkan burung puyuh kepada umat Israel, bukankah orang katolik NTT patut mendapatkan asupan gizi yang memadai? Para pemimpin dunia maupun gerejani NTT perlu memberi mereka makan.

Kita patut mengingat mukjizat penggandaan lima roti dua ikan di padang gurun. Ketika para murid meminta Yesus menyuruh orang-orang pergi mencari makan karena mereka tak mampu menafkai mereka. Yesus justeru memerintahkan: kamu harus memberi mereka makan. 

Para pemimpin katolik, baik awam maupun klerus, bertanggung jawab memberi makan umat yang telah memilih mengikuti Kristus. Sinergi yang diawali oleh seorang anak yang menyumbangkan lima roti dan dua ekor ikan mampu mengenyangkan lebih dari lima ribu orang mengajarkan bahwa bersama Tuhan kita bisa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun